Pasca Melonjak 12,34 Persen, Bisakah Saham PTPP Capai Target Harga Ini?

Bareksa • 30 Nov 2018

an image
Dua orang melintasi layar elektronik pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta. IHSG menguat dengan ditopang sektor mining, property dan basic industry. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

PTPP bergerak sangat atraktif pada perdagangan kemarin dengan ditransaksikan sebanyak 7.021 kali

Bareksa.com - Pada perdagangan Kamis, 29 November 2018, harga Saham PT PP (Persero) Tbk (PTPP) ditutup meroket 12,34 persen dengan berakhir di level Rp1.865 per saham.

PTPP bergerak sangat atraktif pada perdagangan kemarin dengan ditransaksikan sebanyak 7.021 kali serta nilai transaksinya yang mencapai Rp125,20 miliar di Bursa Efek Indonesia.

Berdasarkan aktivitas broker summary kemarin, tiga broker yang paling banyak membeli (top buyer) saham PTPP antara lain CLSA Sekuritas (KZ) senilai Rp25,57 miliar, kemudian JP Morgan Sekuritas (BK) Rp20,76 miliar, dan Valbury Sekuritas (CP) Rp17,48 miliar.

Nilai pembelian ketiga broker tersebut masing-masing berkontribusi terhadap nilai transaksi saham PTPP secara keseluruhan yaitu 20,42 persen, 16,58 persen, dan 13,96 persen.

Optimistis

Emiten konstruksi milik negara ini masih optimistis untuk mencapai total target pencapaian kontrak baru di tahun 2018 yang sebesar Rp49 triliun.

Adapun hingga bulan Oktober 2018, PTPP baru merealisasikan sebesar Rp35,3 triliun atau 72,04 persen dari total target yang dipatok pada tahun ini.

Sekretaris Perusahaan PTPP Agus Samuel Kana menyampaikan terdapat beberapa proyek yang didapatkan perseroan pada Oktober 2018. Pekerjaan tersebut di antaranya Hotel dan Office Pangkalanbun, Istora Papua, dan Terminal 1C Bandara Soekarno Hatta.

Lebih lanjut, Samuel mengatakan perseroan masih optimistis untuk capai target perolehan kontrak tahun ini.

"Kami masih akan mengejar sisa dari target kontrak tahun ini,” paparnya, Selasa (27/11) seperti dilansir dari Kontan.

Agus lalu menambahkan bahwa bila target tahun ini tercapai, maka perolehan kontrak baru di 2019 ditargetkan akan naik 10 persen hingga 15 persen atau sekitar Rp54 triliun.

"Target tersebut ditetapkan dengan mengantisipasi adanya pemilihan presiden. Proyek yang diincar dari semua sektor yang meliputi gedung, jalan tol, jembatan, bandara, dermaga, waduk, pembangkit listrik, mobile power plant, shelter," jelasnya.

Sebagai informasi, PTPP mengantongi pendapatan Rp14,78 triliun sepanjang sembilan bulan pertama tahun ini. Jumlah tersebut naik 7,41 persen dari sebelumnya Rp13,76 triliun di periode yang sama tahun lalu.

Beban usaha perseroan naik menembus 35,65 persen secara tahunan pada kuartal III 2018, dari sebelumnya Rp442,36 miliar menjadi Rp600,05 miliar.

Di sisi lain, beban pendanaan atau bunga naik signifikan secara tahunan pada kuartal III 2018. Pasalnya, terjadi kenaikan 94,99 persen dari sebelumnya Rp237,90 miliar menjadi Rp463,88 miliar.

Dengan demikian, laba bersih PTPP tercatat senilai Rp874,67 miliar, turun 11,65 persen secara tahunan atau year on year.

Analisis Teknikal PTPP

Sumber: Bareksa

Menurut analisis Bareksa, secara teknikal candle PTPP pada perdagangan kemarin membentuk white marubozu dengan ukuran yang sangat besar.

Kondisi tersebut menggambarkan saham ini bergerak sangat positif dalam rentang yang lebar hingga mampu berakhir pada level tertingginya, selain itu juga tidak bergerak di bawah level pembukaannya.

Volume terlihat mengalami lonjakan sangat signifikan, sekaligus yang terbesar dalam setahun terakhir menandakan adanya sinyal akumulai beli serta antusiasme yang besar dari para pelaku pasar.

Kemarin, investor asing juga terpantau banyak mengoleksi saham ini dengan membukukan pembelian bersih (net buy) senilai Rp19,21 miliar.

Selain itu, indikator relative strength index (RSI) terlihat kembali bergerak naik dan mulai mendekati area jenuh beli, mengindikasikan sinyal kenaikan yang cukup kuat dengan target terdekat berada di level Rp1.935. (KA01/hm)

DISCLAIMER

Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui saham mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami kinerja keuangan saham tersebut.