IHSG Melemah Namun Bertahan di 6.000, Asing Paling Banyak Borong Lima Saham Ini

Bareksa • 26 Nov 2018

an image
Sejumlah orang mengamati layar pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta. IHSG turun dengan sejumlah saham berkapitalisasi besar melemah. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

Pada periode 19 hingga 23 November 2018, IHSG mengalami pelemahan tipis 0,1 persen ditutup di level 6.006

Bareksa.com - Pada pekan keempat Oktober 2018, pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terlihat mengalami fluktuatif hingga tercatat terkoreksi secara mingguan. Meskipun dua hari terakhir ditutup menguat, namun kenyataannya penguatan tersebut belum mampu menutupi pelemahannya di awal pekan.

Tercatat dalam periode 19 hingga 23 November 2018, IHSG mengalami pelemahan tipis 0,1 persen ditutup di level 6.006,202.

IHSG tidak sendirian karena berbagai indeks saham utama kawasan Asia juga terpantau melemah. Secara mingguan, Indeks Straits Time terpangkas 1 persen, Nikkei 225 terkoreksi 0,1 persen, Shanghai Composite anjlok 3,72 persen, Hang Seng melemah 0,98 persen, dan Kospi tergelincir 1,67 persen.

Meski tercatat melemah, tetapi performa pasar saham Asia masih lebih baik dibandingkan Wall Street. Selama sepekan, Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) jatuh 4,43 persen, S&P 500 terpangkas 3,79 persen, dan Nasdaq Composite ambrol 4,26 persen.

Perekonomian global yang sedang dalam risiko tinggi membuat investor untuk sementara waktu memilih bermain aman. Instrumen berisiko seperti saham mengalami tekanan jual, dan pelaku pasar berbondong-bondong berburu dolar AS atau obligasi pemerintah Negeri Paman Sam.

Sepekan ini, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback terhadap enam mata uang utama dunia) menguat 0,47 persen. Sedangkan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS seri acuan tenor 10 tahun turun 2 basis poin (bps). Penurunan yield adalah indikasi harga instrumen tersebut sedang naik karena tingginya permintaan.

Di sisi lain,investor asing masih mencatatkan pembelian bersih (net buy) sepanjang pekan lalu di IHSG senilai Rp905,82 miliar.

Saham-saham yang paling banyak diakumulasi investor asing dalam sepekan lalu :

1. Saham BBCA (Rp378,63 miliar)
2. Saham TKIM (Rp178,74 miliar)
3. Saham ASII (Rp123,57 miliar)
4. Saham ICBP (Rp117,61 miliar)
5. Saham BBRI (Rp95,28 miliar).

Sentimen Negatif

Risiko besar bagi bursa saham global datang dari hubungan antara Amerika Serikat (AS) dengan China yang kembali memanas. Diawali oleh kegagalan Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) mencapai komunike dalam KTT di Papua Nugini akhir pekan lalu.

China dan AS saling jegal dalam perumusan naskah kesepakatan bersama, hasilnya adalah deadlock. China menuding AS memaksakan kehendak dan ingin membenarkan perilaku proteksionistis menjadi salah satu poin dalam komunike APEC. Sementara AS menuduh 20 dari 21 negara APEC sudah sepakat dengan komunike, hanya China yang belum bersedia dan mengacaukan semuanya.

Friksi semakin menjadi saat Perwakilan Dagang AS (US Trade Representative/USTR) melaporkan bahwa China masih belum melakukan reformasi ekonomi dengan sungguh-sungguh. Menurut pihak Washington, pihak Beijing gagal menekan praktik perdagangan tidak sehat seperti pencurian hak atas kekayaan intelektual atau pembatasan pemberian izin di bidang teknologi kepada pelaku usaha asing.

Jika ketegangan antar kedua negara masih tinggi seperti sekarang ini, maka pertemuan Presiden AS Donald Trump dengan Presiden China Xi Jinping di sela-sela KTT G20 akhir bulan nanti bisa tidak menghasilkan sesuatu yang berarti atau bahkan tidak menghasilkan apa-apa.

Berikutnya, sentimen negatif lain datang dari koreksi harga minyak dunia. Secara point to point, harga minyak jenis brent amblas 11,91 persen, sementara light sweet jatuh 10,69 persen sepanjang pekan lalu. Kondisi tersebut membuat harga si emas hitam menyentuh titik terendah sejak Oktober 2017.

Kejatuhan harga minyak memang menjadi sentimen positif bagi nilai tukar rupiah, karena dapat menekan biaya impor migas sehingga mengurangi beban neraca perdagangan dan transaksi berjalan (current account) yang selama ini tekor.

Namun di sisi lain, anjloknya harga minyak menjadi sentimen negatif terhadap saham-saham emiten yang bergerak dalam bidang pertambangan. Kondisi tersebut yang membuat saham-saham pertambangan turun tajam sepanjang pekan lalu

Analisis Teknikal IHSG


Sumber: Bareksa

Menurut analisis Bareksa, secara teknikal pergerakan IHSG selama sepekan kemarin cenderung bervariatif, di mana pada dua hari awal perdagangan IHSG mengalami tekanan, sebelum akhirnya rebound pada dua hari menjelang akhir pekan.

Pergerakan IHSG saat ini masih mondar-mandir di sekitar angka psikologis pada level 6.000. Selama masih berada di atas level tersebut, IHSG masih berpotensi mengalami pergerakan positif.

Adapun indikator relative strength index (RSI) IHSG terpantau mulai mencoba bergerak naik, mengindikasikan IHSG tengah mengalami momentum kenaikannya yang cukup kuat dengan target terdekat berada di level 6.116.

(AM)

DISCLAIMER

Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui saham mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami kinerja keuangan saham tersebut.