Bareksa.com - Pasca rally dalam tiga hari beruntun sejak awal pekan ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi pada perdagangan kemarin.
Salah satu penyebab koreksi IHSG adalah pelemahan rupiah. Di penutupan pasar spot, rupiah kemarin melemah 0,24 persen di level Rp14.685 per dolar Amerika Serikat (AS). Angka itu merupakan titik terlemah rupiah sejak akhir September 2015.
Dollar Amerika Serikat (AS) memang sedang perkasa terhadap mata uang Asia pada perdagangan kemarin.
Greenback mendapat energi positif dari pembacaan kedua atas pertumbuhan ekonomi AS periode kuartal II 2018 yang berada di level 4,2 persen quarter on quarter/QoQ (annualized).
Posisi tersebut lebih tinggi dibandingkan pembacaan pertama 4,1 persen, serta merupakan laju tercepat sejak 2014.
Selain itu, pelaku pasar dibuat menghindari pasar keuangan negara-negara berkembang lantaran krisis nilai tukar yang sedang berlangsung di Argentina.
Nilai tukar peso Argentina sempat melemah hingga 7,84 persen terhadap dolar AS, pelemahan harian terdalam sejak Desember 2015.
Sejak awal tahun ini, peso Argentina bahkan sudah melemah hingga 40 persen terhadap mata uang Negeri Paman Sam, dan menjadi mata uang dunia yang mengalami depresiasi terdalam.
Saat peso terjun bebas, ada kekhawatiran utang luar negeri Argentina akan membengkak. Per akhir Maret 2018 utang luar negeri Argentina tercatat US$253,74 miliar. Angka itu naik 27,59 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Bila peso terus terpuruk, maka utang ini bakal membengkak meski tidak ada penarikan utang baru.
Pada perdagangan Kamis, 30 Agustus 2018, IHSG ditutup melemah 0,76 persen dan berakhir di level 6.018,96. Tercatat sebanyak 8,77 miliar saham ditransaksikan dengan nilai transaksi mencapai Rp7,12 triliun.
Sebanyak 145 saham mengalami kenaikan, 223 saham mengalami penurunan, serta 125 saham tidak mengalami perubahan harga. Meski begitu, investor asing tercatat melakukan pembelian bersih (net buy) pada perdagangan kemarin senilai Rp462,16 miliar.
Secara sektoral, hampir seluruhnya berakhir di zona negatif pada perdagangan kemarin, kecuali sektor pertanian yang menguat 0,2 persen.
Tiga sektor yang mencatatkan penurunan terdalam yaitu infrastruktur (1,54 persen), industri dasar (1,04 persen), dan konsumer (0,95 persen).
Saham - saham yang membebani IHSG pada perdagangan kemarin antara lain :
• PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) : -3 persen
• PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) : -2,6 persen
• PTTelekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) : -2 persen
• PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) : -2,1 persen
• PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) : -2,9 persen
Analisis Teknikal IHSG
Sumber : Bareksa
Menurut analisis Bareksa, secara teknikal candle IHSG pada perdagangan kemarin membentuk bearish candle dengan body yang cukup besar menggambarkan IHSG mengalami tekanan jual yang cukup tinggi hingga hampir berakhir pada level terendahnya.
Secara intraday, pergerakan IHSG sebenarnya masih mampu dibuka di zona hijau pada awal perdagangan. Namun seiring berjalannya waktu, IHSG terlihat semakin menurun hingga sesi kedua berakhir.
Penurunan kemarin membuat potensi terbentuknya pola inverted head and shoulders yang akan terkonfirmasi jika mampu menembus resisten pada level 6.116 sedikit terhambat. Selain itu,indikator stochastic terlihat mulai sedikit turun mengindikasikan momentum kenaikan yang terhenti.
Dilihat dari sudut pandang teknikal, pergerakan IHSG pada hari ini masih berpotensi mengalami tekanan mengingat hari ini bertepatan weekend serta akhir bulan yang biasanya terjadi aksi ambil untung (profit taking).
Selain itu, kondisi Bursa Saham Amerika Serikat (AS) yang ditutup di zona merah diperkirakan bisa menjadi sentimen negatif yang bisa memberatkan laju IHSG pada hari ini.
Pada perdagangan Kamis, Indeks Dow Jones ditutup melemah 0,53 persen, S&P 500 turun 0,44 persen, dan Nasdaq Composite berkurang 0,26 persen.
(AM)
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui saham mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami kinerja keuangan saham tersebut.