Ini 4 Faktor Penekan Saham Perbankan

Bareksa • 21 Jun 2018

an image
Seorang pria memantau pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Pada perdagangan kemarin 20 Juni 2018, sektor keuangan ditutup berakhir melemah 3,54 persen

Bareksa.com - Saham-saham emiten perbankan tertekan dalam pada perdagangan perdana di Bursa Efek Indonesia pasca libur panjang Lebaran. Sejumlah faktor baik eksternal maupun internal menjadi penyebab tertekannya saham sektor keuangan ini.

Di tengah penurunan tajam Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan Rabu 20 Juni 2018 sebesar 1,83 persen, sektor keuangan menjadi penyumbang utama dengan penurunan terbesar bagi IHSG dibandingkan seluruh sektor yang ada. Pada perdagangan kemarin 20 Juni 2018, sektor keuangan ditutup berakhir melemah 3,54 persen.

Empat besar saham perbankan dengan kapitalisasi terbesar dalam sektor keuangan kompak berakhir melemah dengan seluruhnya mencatatkan penurunan di atas 3 persen.  Adapun keempat saham tersebut yaitu BBCA (-3,37 persen), BBRI (-5,73 persen), BMRI (-3,59 persen), dan BBNI (-6,52 persen).

Selain itu, keempat saham tersebut juga menjadi saham-saham yang paling banyak dijual investor asing pada perdagangan kemarin. Investor asing terpantau melakukan aksi jual bersih (net foreign sell) besar-besar terhadap empat saham tersebut dengan rincian masing-masing yaitu BBRI (Rp473,68 miliar), BBCA (Rp308,04 miliar), BBNI (Rp236,49 miliar), dan BMRI (Rp143,89 miliar).

Apabila aksi jual bersih investor asing terhadap empat saham tersebut diakumulasikan yakni mencapai Rp 1,16 triliun. Angka tersebut setara dengan 56,86 persen dari nilai keseluruhan aksi jual bersih investor asing di Bursa Efek Indonesia (BEI) sebesar 2,04 triliun. Artinya lebih dari separuh aksi jual investor asing di BEI pada perdagangan kemarin disumbangkan oleh saham-saham big caps perbankan tersebut.

Sentimen Negatif Eksternal

Pada perdagangan kemarin sentimen eksternal dan domestik sama-sama berkontribusi membawa IHSG ke zona merah. Dari sisi eksternal, sentimen negatif datang dari potensi kenaikan suku bunga acuan oleh The Fed yang sebanyak 4 kali (lebih agresif dari rencana awal sebanyak 3 kali) dan memanasnya hubungan AS dengan China di bidang perdagangan.

Kedua sentimen negatif tersebut datang kala perdagangan IHSG sedang diliburkan dalam rangka Hari Raya Idul Fitri. Ketika perdagangan dilanjutkan pada Rabu, barulah investor diberi kesempatan untuk mencerna hal-hal tersebut.

Dari sisi domestik, potensi kenaikan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI) pada pertemuan 28 Juni 2018 mendatang telah mendorong pelaku pasar melepas saham-saham perbankan, terutama yang masuk dalam kategori bank besar, yakni BBRI, BBCA, BMRI dan BBNI.

Pelemahan Rupiah

Mengutip investing, kurs dolar di pasar spot berada di level Rp 14.126,5 per US$ atau menguat 0,14 persen. Rupiah baru melakukan price in atas penguatan dolar yang terjadi beberapa waktu terakhir di mana saat itu mata uang Garuda sedang istirahat untuk libur panjang lebaran kemarin.

Adapun penguatan mata uang Negeri Paman Sam disebabkan oleh adanya potensi kenaikan suku bunga acuan sebanyak 4 kali oleh The Fed yang telah berhasil membawa dolar AS ke posisi yang sangat kuat.

Sepanjang libur lebaran kemarin, dolar AS terpantau telah menguat 1,82 persen terhadap euro. Sebelum pertemuannya pada pekan lalu, The Fed hanya memproyeksikan kenaikan suku bunga acuan sebanyak 3 kali pada tahun ini, ditunjukkan oleh median dari dot plot yang berada di level 2-2,25 persen.

Potensi Kenaikan Suku Bunga oleh BI

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan bank sentral siap menempuh kebijakan lanjutan dalam menghadapi perkembangan baru arah kebijakan The Fed (Bank Sentral AS) dan ECB (Bank Sentral Eropa). Kebijakan lanjutan tersebut pre-emptive, front loading, dan ahead the curve.

"Bank Indonesia senantiasa berkomitmen dan fokus pada kebijakan jangka pendek BI dalam memperkuat stabilitas ekonomi, khususnya stabilitas nilai tukar Rupiah. Untuk itu, BI siap menempuh kebijakan lanjutan yang pre-emptive, front loading, dan ahead the curve dalam menghadapi perkembangan baru arah kebijakan the Fed dan ECB pada RDG 27-28 Juni 2018 yang akan datang," ujarnya dalam keterangan tertulis.

Adapun kemungkinan BI untuk menaikkan suku bunga acuan 25 bps (0,25 persen) sangat besar. Hal tersebut dipengaruhi oleh perkembangan pasar keuangan global terakhir, termasuk ekspektasi Fed Fund Rate (FFR) yang akan naik hingga empat kali pada tahun ini.

Kenaikan suku bunga acuan tentu bepengaruh terhadap suku bunga perbankan. Secara logika pasti akan terjadi kenaikan. Pasalnya, hal tersebut bisa mempengaruhi margin bunga bersih (net interest margin/NIM) perbankan yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap profitabilitas bank yang bersangkutan. (hm)