GDP Tumbuh Melebihi Ekspektasi, Tapi Kenapa Pasar Saham dan Obligasi Tertekan?

Bareksa • 06 Feb 2018

an image
Pekerja memantau pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melalui layar monitor di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (26/1). Pergerakan IHSG pada penutupan akhir pekan terkoreksi tipis 0,16 poin di posisi 6.615,32. (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)

Imbal hasil obligasi pemerintah Indonesia 10 tahun melonjak hingga 1,6 persen ke level 6,36 dalam sehari perdagangan

Bareksa.com – Pasar obligasi domestik mengalami tekanan di awal pekan perdagangan kemarin Senin, 05 Februari 2018, meski data pertumbuhan ekonomi Indonesia melebihi ekspektasi konsensus. Sentimen global datang dari data perekonomian Amerika Serikat yang lebih baik membuat ekspektasi pelaku pasar atas naiknya tingkat suku bunga acuan The Fed pada Maret semakin kuat.

Pada perdagangan Senin, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah 0,59 persen di level 6.589, pasca dibuka dengan gap bawah pada level 6.556. Hal tersebut seiring dengan koreksi di pasar saham global, tercermin dari Dow Jones Industrial Average yang ditutup anjlok 2,54 persen pada penutupan perdagangan 02 Februari 2018.

Tekanan juga terlihat di pasar obligasi domestik. Indeks obligasi konvensional, Indonesia Composite Bond Index (ICBI) ditutup anjlok 0,17 persen dalam sehari perdagangan kemarin. (Baca juga The Economist Pesimistis dengan Ekonomi Indonesia 2018, Kenapa?)
 
Sumber : IBPA

Padahal, terdapat sentimen positif dalam negeri, yakni rilis data pertumbuhan ekonomi Indonesia yang lebih tinggi dari konsensus. Rilis data tersebut belum berhasil mengalahkan kuatnya sentimen negatif dari pasar global. Meski begitu, pandangan fundamental dalam negeri yang cukup kuat berhasil menahan laju IHSG tidak terkoreksi lebih dalam.

Kemarin, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia di kuartal IV 2017 tumbuh 5,19 persen year on year, lebih tinggi dari konsensus 5,12 persen. Data pertumbuhan kuartalan ini menjadikan pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2017 mencapai 5,07 persen, lebih tinggi dibanding capaian tahun 2016 yang sebesar 5,03 persen.

Dari sisi global, laporan pekerjaan Januari yang dirilis pada akhir pekan kemarin memicu kekhawatiran akan inflasi dan kenaikan Fed Rate yang lebih cepat. Data Non-Farm Employment Change AS meningkat menjadi 200.000, lebih tinggi dibanding periode sebelumnya 160.000 dan di atas ekspektasi konsensus yang sebesar 181.000.

Hal tersebut turut memicu naiknya imbal hasil Treasury AS 10 tahun sebesar 1,5 persen, menyentuh level tertinggi 4 tahun di 2,88 persen, sebelum akhirnya ditutup turun pada level 2,72 persen. (Baca Investor Domestik Panik saat Yield Surat Utang AS Naik, Kenapa?)

Seiring dengan kondisi pasar global, imbal hasil obligasi pemerintah Indonesia 10 tahun juga ikut naik pada perdagangan kemarin. Imbal hasil obligasi yang menjadi acuan ini melonjak hingga 1,6 persen ke level 6,36 persen hanya dalam sehari perdagangan. Naiknya imbal hasil obligasi mencerminkan adanya penurunan harga-harga obligasi. (Lihat Yield Treasury Tertinggi 4 Tahun, Reksa Dana Pendapatan Tetap Masih Positif)

Terlebih pada penutupan perdagangan kemarin, nilai tukar rupiah terdepresiasi 0,5 persen ke level Rp13.520 per dolar AS. Hal ini turut menambah tekanan di pasar obligasi domestik. (hm)