Bareksa.com – Pada awal Juli 2009, PT Inovisi Infracom Tbk, perusahaan telekomunikasi resmi mencatatkan sahamnya di Bursa EFek Indonesia (BEI) dengan kode saham INVS. Enam tahun kemudian Inovisi berhenti melaporkan kinerja keuangannya kepada BEI dan akhirnya didepak paksa pencatatan sahamnya (force delisting) oleh bursa yang akan efektif pada 23 Oktober 2017.
Perdagangan saham Inovisi terhenti di BEI saat bursa mesuspensi perdagangan saham INVS pada Februari 2015. Sejak 2015 fokus usaha perseroan juga mulai tidak jelas karena manajemen mengungkapkan rencananya mengakuisisi perusahaan properti, financial services dan perusahaan minyak dan gas bumi (migas) di Kalimantan.
Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia, Samsul Hidayat menjelaskan bahwa bursa sudah memeriksa Inovisi sebelum diputuskan force delisting. Tetapi tidak ada kejelasan going concern dari perusahaan tersebut, bahkan kantornya pun sudah tidak ada.
“Force delisting adalah hukuman bagi emiten tercatat karena tidak mau memenuhi ketentuan sebagai perusahaan tercatat,” kata Samsul di Jakarta, Kamis, 28 September 2017.
Perlindungan oleh OJK
Menurut dia, kapasitas bursa dalam memberikan sanksi adalah mengambil langkah dalam koridor perdagangan saham. Apabila ada pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan manajemen, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bisa mengambil tindakan sebagai langkah untuk melindungi investor ritel.
Namun, Samsul memandang sebenarnya pemegang saham mayoritas rugi besar apabila sahamnya tidak tercatat di BEI karena perusahaan kehilangan nilai sahamnya. Jadi tidak hanya pemegang saham ritel yang dirugikan.
Samsul menekankan bahwa apabila terjadi fraud sehingga INVS didelisting oleh bursa, maka kondisi tersebut merupakan domain OJK. Bursa hanya bisa memberikan catatan kepada pemegang saham pengendali perusahaan tersebut untuk mengantisipasi, apabila suatu waktu pihak tersebut ingin mencatatkan sahamnya di BEI.
Aset Turun Signifikan
Berdasarkan laporan keuangan terakhirnya pada 2014, aset Inovisi tercatat sebesar Rp 1,38 triliun atau turun signifikan dibandingkan catatan 2013 sebesar Rp 4,59 triliun. Pada 2014 perseroan telah menurunkan utangnya secara signifikan kepada bank dan pihak ketiga.
Utang bank Inovisi pada 2014 berkurang menjadi Rp 195,2 miliar dari tahun sebelumnya sebesar Rp 465,2 miliar. Sementara utang usaha pihak ketiga turun dari Rp 610,6 miliar menjadi Rp 17,13 miliar pada 2014.
Sedangkan ekuitas perseroan turun signifikan. Ekuitas perseroan pada 2014 tercatat sebesar Rp 660,1 miliar jauh lebih rendah dari tahun sebelumnya sebesar Rp 3,1 triliun.
Menurut Samsul banyak perusahaan yang serupa dengan Inovisi, yakni didelisting karena tidak mau mengikuti peraturan bursa dan going concernnya sudah tidak jelas.
Inovisi mencatatkan sahamnya di BEi pada 3 Juli 2009. Perseroan melepas 320 juta saham senilai Rp 125 per saham sehingga total Inovisi meraup dana sebesar Rp 40 miliar.
Perseroan menunjuk Reliance Sekuritas Indonesia dan Sinartama Gunita sebagai penjamin emisi (underwriter) IPO saham. Saat ini kepemilikan saham Inovisi terdiri atas PT Green Pine sebanyak 60,25 persen, Ascender International 5,16 persen dan publik sebanyak 34,59 persen.