Bareksa.com – Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mendorong perusahaan pelat merah untuk memanfaatkan pasar obligasi global sebagai sumber pendanaan perusahaan. BUMN bisa menerbitkan obligasi rupiah global (global rupiah bond).
Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Survey dan Konsultan Kementerian BUM, Gatot Trihargo, mengatakan bahwa setiap tahun Indonesia membutuhkan dana sekitar Rp 1.100 triliun untuk proyek infrastruktur.
BUMN diharapkan bisa berkontribusi sekitar Rp 300 triliun dari total kebutuhan dana. Sementara, BUMN memiliki kemampuan dana untuk belanja modal (capital expenditure/capex) proyek infrastruktur sekitar Rp 250 triliun. (Baca : Semester II 2017, BUMN Terbitkan Surat Utang Rp 60 Triliun)
“Masih ada room untuk memenuhi kebutuhan dana melalui FDI maupun sistem keuangan yang ada,” kata dia di Jakarta, Rabu, 27 September 2017.
Pada Mei tahun ini, Menteri BUMN Rini Soemarno telah mengunjungi London Stock Exchange (LSE) untuk melihat potensi sumber pembiayaan di Bursa Efek London. Faktanya, hingga saat ini ada 38 mata uang dalam bentuk surat utang yang diperdagangkan di London.
Hal itu menunjukkan potensi pasar bagi BUMN untuk menggalang dana di luar negeri cukup besar. Dia berharap BUMN dapat berperan memanfaatkan pasar surat utang global dengan menerbitkan obligasi global berdenominasi rupiah. (Lihat : Luncurkan Global Bond Rupiah, Jasa Marga Tunggu Izin BI)
Struktur Global Rupiah Bond
Direktur Utama Mandiri Sekuritas, Silvano Rumantir menuturkan, struktur global rupiah bond pada umumnya serupa dengan global bond dalam dolar Amerika Serikat (AS). Dokumentasi global rupiah bond dalam bentuk Reg S maupun 144a, yakni format dokumentasi yang penawarannya dilakukan kepada investor Amerika maupun luar Amerika, khususnya Eropa dan Asia.
Settlement transaksi global rupiah bond nantinya dalam bentuk dolar AS. Hal itu dilakukan karena mayoritas investor global biasanya menggunakan dolar AS sebagai underlying.
Dalam global rupiah bond, saat emiten menerbitkan bond dalam rupiah maka saat settlement akan langsung diubah menjadi dolar AS menggunakan nilai tuar rupiah referensi Bank Indonesia (BI).
“Jadi, pencatatan obligasi di balance sheet emiten tetap konstan nilainya, yang akan berubah adalah nilai obligasi dalam dolar AS,” ujarnya. Dengan format begitu, yang mengambil risiko foreign exchange adalah investor, bukan emiten.
Global rupiah bond juga akan menggunakan euroclear atau clearstream untu proses kliringnya. Hal itu mempermudah investor global untuk membeli global rupiah bond. (Baca : Suku Bunga BI Turun, 4 Faktor Ini Dorong Yield Obligasi di Area Premium 6,27%)
Jumlah Investor Dibatasi
Silvano melanjutkan, karena penawarannya untuk global, maka jumlah investor yang ditawarkan dan membeli global rupiah bond dibatasi. Nantinya emiten hanya bisa menawarkan obligasinya kepada maksimal 100 investor domestik. Sementara pembeli global rupiah bond emiten dibatasi maksimal sebanyak 50 investor.
Dia mengatakan bahwa dengan menerbitkan global rupiah bond, investor asing memiliki akses kepada aset yang related dengan proyek infrastruktur di Indonesia. (Lihat : 4 Faktor Ini Dorong Yield Obligasi Sentuh 6,39 Persen, IHSG Tumbuh 10,58 Persen)