Berita / / Artikel

Mengapa Harga Tebus Rights Issue BEKS di Bawah Rp50? Ini Alasannya

• 29 Nov 2016

an image
Seorang karyawan melintas di depan layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A.

BEKS kembali naik 50% hanya dalam 2 hari, seiring semakin dekatnya cum date HMETD PUT V

Bareksa.com – Saham PT Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk (BEKS) yang dulu dikenal sebagai Bank Pundi kembali ramai diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia mendekati tanggal penerbitan saham baru dalam PUT (Penawaran umum terbatas) V. Harga saham BEKS pun melambung tinggi dalam dua hari perdagangan, meski kinerja keuangannya belum menunjukkan peningkatan signifikan.

Pada perdagangan hari ini 28 November 2016, saham BEKS ditutup naik 16,46 persen ke Rp92, ini melanjutkan lonjakan 33,9 persen pada akhir pekan lalu. Nilai transaksi saham BEKS mencapai Rp350,44 miliar, masuk urutan ketiga besar top value di Bursa hari ini.

Berdasarkan keterbukaan informasi yang diberikan, BEKS akan melaksanakan right issue atau PUT V dengan menerbitkan saham baru dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD)  sebanyak-banyaknya 17.937.712.419 lembar dengan harga Rp 18,35/lembar. Adapun rasio yang ditetapkan oleh manajemen dalam PUT V kali ini sebesar 2000 : 777, yang berarti setiap pemegang 2000 lembar saham lama,  mempunyai 777 hak (right) untuk membeli saham baru dengan cum date 1 Desember. Sehingga, total perolehan dana yang akan diperoleh sebanyak-banyaknya Rp 329,157 miliar.

Sebelumnya, pada tanggal 05 Agustus 2016 perseroan telah melaksanakan PUT IV dengan menerbitkan saham biasa sebanyak-banyaknya 35.416.600.785 lembar saham dengan harga penawaran sebesar Rp18,35 per lembar saham dengan rasio setiap pemegang 1000 lembar saham seri A berhak mendapatkan 3293 HMETD. Total target dana yang diperoleh sekitar Rp 650 miliar yang akan digunakan untuk modal kerja tambahan perseroan.

Kinerja Fundamental

Sejak 2013, perseroan terus mencatatkan penurunan kinerja secara fundamental. Hingga kuartal III 2016 (Q3-'16), BEKS selalu mencatat penurunan top line. Data terakhir yang Bareksa dapat, perusahaan membukukan penurunan pendapatan bunga (interest income) sebesar 55 persen dalam setahun terakhir.

Grafik: Perbandingan Kinerja Pendapatan BEKS Q3'13 - Q3'16 (Rp miliar)

Sumber: Bareksa.com

Tak hanya itu saja, dalam 2 tahun terakhir BEKS justru mencatatkan rugi bersih sebesar Rp 220,9 miliar dan Rp 283,8 miliar. Kondisi paling parah terjadi pada tahun 2016, di mana laba operasional turun signifikan sebesar 77 persen dibandingkan periode sama tahun lalu. Kondisi tersebut semakin menekan bottom line perusahaan.

Grafik: Perbandingan Margin Laba BEKS Q3'13 - Q3'16 (Rp miliar)

Sumber: Bareksa.com

Dari sisi Neraca, BEKS juga terus mencatatkan penurunan nilai aset dalam 3 tahun terakhir. Hal tersebut juga seiring dengan penurunan utang dan ekuitas perusahaan. Meskipun demikian, perseroan pada kuartal ketiga tahun ini baru saja melakukan penerbitan saham baru sehingga dampaknya terjadi peningkatan signifikan dalam sisi ekuitas per akhir kuartal ketiga.

Grafik: Perbandingan Neraca BEKS Q3'13 - Q3'16 (Rp miliar)

Sumber: Bareksa.com

Adanya kerugian bersih yang dialami oleh perusahaan membuat rasio laba dalam 2 tahun terakhir berada di zona minus, meski di Q3’16 terlihat mulai ada perbaikan dari sisi ROE perusahaan yang disebabkan oleh mulai meningkatnya ekuitas perusahaan.

Grafik: Perbandingan Rasio Laba BEKS Q3'13 - Q3'16 (%)

Sumber: Bareksa.com

Dampak dari menurunnya pendapatan bunga yang terbilang signifikan membuat marjin bunga bersih (net interest margin/NIM) perusahaan tergerus sangat dalam, terutama dalam 2 tahun terakhir. Tak hanya itu, perbandingan biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) meningkat signifikan disebabkan oleh merosotnya pendapatan operasional perusahaan sebesar 77,4 persen. Rasio pembiayaan terhadap simpanan (loan to deposit ratio/LDR) cenderung stabil di range 80-90 persen.

Grafik: Perbandingan Rasio Efisiensi BEKS Q3'13 - Q3'16 (%)

Sumber: Bareksa.com

Terakhir, meski rasio kredit macet (non-performing loan/NPL) perusahaan berhasil ditekan dalam 3 tahun terakhir, penurunan tersebut lebih disebabkan oleh turunnya total kredit pihak ketiga yang cukup drastis sehingga berdampak pada penurunan NPL. Meski begitu, NPL BEKS masih berisiko karena berada di atas rata-rata industri yang dalam kisaran 3 persen.

Grafik: Perbandingan Rasio Risiko BEKS Q3'13 - Q3'16 (Rp miliar)

Sumber: Bareksa.com

Dari beberapa data fundamental yang belum stabil seperti dipaparkan di atas, tak heran apabila Banten Global Development (BGD) ingin mengambil alih perusahaan secara bertahap melalui HMETD di bawah harga Rp 50. Tak hanya itu, penerbitan saham baru dalam right issue yang akan dieksekusi oleh mayoritas pemegang saham, juga menyebabkan pemegang saham lama terdilusi.

Tags: