Bareksa.com - Harapan pemerintah untuk mendapatkan status layak investasi (Investment Grade) dari lembaga pemeringkat kredit Standard & Poor's (S&P) kembali pupus. Status belum layak investasi ini dikhawatirkan akan membuat investor asing menunda investasinya. Sebab, posisi peringkat yang rendah mengindikasikan risiko investasi yang lebih tinggi dari suatu negara dibandingkan negara lain.
Indonesia terakhir kali mendapatkan status layak investasi dari tiga lembaga pemeringkat dunia (The Big Three)--yakni S&P, Moody's dan Fitch--pada akhir tahun 1997. Sayangnya, peringkat tersebut lalu terus dimelorotkan setelah Indonesia terseret pusaran krisis ekonomi 1997. Yang paling rendah, Indonesia mendapatkan peringkat CCC dari S&P pada tahun 2001; dinyatakan sebagai negara yang tidak layak investasi dan masuk kategori sangat spekulatif.
Peringkat Indonesia mulai membaik seiring keberhasilan berbagai langkah restorasi ekonomi yang diambil pemerintahan Megawati--yang dipimpin Boediono--di tahun 2002-03. Dalam periode ini, The Big Three kompak mengerek peringkat Indonesia di kuartal III 2003. Tren positif ini dimulai oleh Moody's yang menaikkan rating utang Indonesia menjadi B2 dari sebelumnya B3, disusul S&P yang menjadi B dari sebelumnya B-, dan Fitch yang juga menjadi B+ dari sebelumnya B.
Berdasarkan data Bareksa, merespons fenomena ini, investor asing secara masif lalu membeli obligasi Indonesia.
Grafik: Aliran Dana Asing di Pasar Obligasi, 2003-04
Sumber: Bareksa
Tidak hanya obligasi, investor asing pun melakukan pembelian bersih (nett buy) di pasar saham. Dalam kurun waktu dua tahun tersebut, investor asing mencatatkan pembelian senilai Rp28,22 triliun. Padahal, transaksi asing relatif sepi sebelum Indonesia dinyatakan naik kelas.
Grafik: Aliran Dana Asing di Pasar Saham, 2003-04
Sumber: Bareksa
Setelah itu, pada periode September 2009 - Maret 2010, The Big Three kembali menaikkan peringkat Indonesia. Moody’s mengawali langkah dengan menaikkan rating menjadi Baa3 dari sebelumnya Ba3 pada bulan September 2009. Ini lalu disusul oleh Fitch yang memberi stempel BB+ dari sebelumnya BB-. Dan terakhir, S&P menaikkan peringkat menjadi BB dari sebelumnya BB-, pada pertengahan Maret 2010.
Perbaikan ini merefleksikan kondisi finansial Indonesia yang dinilai mampu bertahan di tengah tekanan finansial global pada tahun 2008-09. Kondisi ini didukung oleh langkah-langkah perbaikan fundamental dan kondisi keuangan Indonesia, serta meredanya berbagai hambatan menyangkut pembiayaan eksternal.
Investor asing kembali merespons positif, dengan melakukan nett buy di pasar obligasi.
Grafik: Aliran Dana Asing di Pasar Obligasi, Juli 2009 - Maret 2010
Sumber: Bareksa
Secara keseluruhan, investor asing mencatatkan pembelian bersih Rp54,76 triliun sejak perbaikan peringkat diumumkan oleh Moody’s. Pembelian secara bertahap ini mendorong yield obligasi pemerintah menurun.
Grafik: Perubahan Yield Obligasi 10 Tahun Pemerintah, Juli 2009 - Maret 2010
Sumber: Bareksa
Namun demikian, respons investor asing di pasar saham tidak seragam; ada yang beli, ada yang jual. Pada kurun waktu pertengahan September hingga awal November, investor asing tercatat melakukan aksi jual sebesar Rp5,33 triliun.
Grafik: Aliran Dana Asing di Pasar Saham, Juli 2009 - Maret 2010
Sumber: Bareksa
Meski demikian, investor asing secara keseluruhan melakukan aksi beli (nett buy) sebesar Rp6,38 triliun di pasar saham. (kd)