Bareksa.com - Analis senior Deutsche Bank Heryanto Irawan mengingatkan, Indeks Harga Saham Gabungan bisa melaju menuju 5.700 asalkan pemerintah memperbaiki pola komunikasi selama ini yang kerap kali malah membuat indeks rontok (Baca: Deutsche Bank: Ekonomi Indonesia Mulai Pulih, IHSG Menuju 5.700).
Peringatan Heryanto agaknya tidak berlebihan. Dalam catatan analis Bareksa, berbagai pengumuman pemerintah bukan cuma memantik kontroversi, bahkan juga menciptakan kepanikan di kalangan investor. Imbasnya, harga saham di sektor yang terkait langsung ambrol. Yang memprihatinkan, fenomena ini tidak terjadi sekali dua.
Berikut adalah serentetan pengumuman pemerintah yang direspons dengan sangat negatif oleh pasar modal.
1. Presiden: Harga semen BUMN dipangkas Rp3.000 per sak, 16 Januari 2015
Di sela-sela pidatonya, Presiden mengumumkan harga semen diturunkan Rp3.000 per sak. Yang jadi masalah, pemerintah tidak secara terang menjelaskan apa yang melatari kebijakan ini. Hanya disampaikan, pemotongan harga ini dilakukan agar bisa dinikmati oleh masyarakat. Cilakanya, meskipun Presiden mengatakan penurunan harga ini adalah untuk semen produksi BUMN, investor langsung melepas saham emiten-emiten semen. Investor mengantisipasi pendapatan produsen semen bakal amblas dihantam kebijakan populis ini.
Grafik: Pergerakan Saham Intraday PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) dan PT Indocement Tunggal Prakasa Tbk (INTP), 16 Januari 2015
Sumber: Bareksa
Dampaknya, tanpa ampun lagi, saham-saham produsen semen terjun bebas pada hari itu. Yang paling parah dialami SMGR. Saham BUMN ini langsung terpenggal 6,48 persen menjadi Rp15.150 per lembar.
2. Menteri Perindustrian: Harga gas industri diusulkan turun 10-40 persen, 15 April 2015
Selang beberapa bulan setelah harga semen diintervensi, pemerintah kembali merilis pengumuman yang membuat panik investor. Kali ini menyangkut harga gas industri. Menteri Perindustrian Saleh Husin menyatakan pemerintah mengusulkan agar harga gas untuk industri diturunkan 10-40 persen. Lagi-lagi, pemerintah tidak menjelaskan secara memadai bagaimana langkah ini akan ditempuh. Menteri Saleh hanya mengatakan kebijakan ini akan meningkatkan penerimaan pajak dan perkembangan ekonomi.
Buntutnya, harga saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) anjlok 4,3 persen menjadi Rp4.375 per lembar.
Grafik: Pergerakan Intraday Harga Saham PGAS, 15 April 2015
Sumber: Bareksa
Pemerintah baru menjelaskan skema penurunan harga gas pada akhir Desember 2015, setelah harga saham PGAS terpangkas lebih dari separuh dibandingkan harga di hari saat pengumuman itu dirilis.
3. Sekretaris Kabinet: Presiden akan mendorong harga obat menjadi lebih murah, 8 Desember 2015
Pada awal bulan Desember 2015, pemerintah kembali merilis pernyataan yang mengguncang pasar modal. Kali ini, sumbernya adalah pernyataan Sekretaris Kabinet Pramono Anung di konferensi pers bahwa pemerintah akan mendorong harga obat-obatan menjadi lebih murah dan lebih terjangkau bagi masyarakat. Masalahnya, lagi-lagi, pemerintah tidak menjelaskan secara jernih dan terperinci kebijakan ini.
Kembali, pernyataan ini direspons dengan sangat negatif oleh pelaku pasar. Investor pun berbondong-bondong melepas saham-saham farmasi seperti PT Kalbe Farma Tbk (KLBF), PT Kimia Farma Tbk (KAEF), dan dan PT Indofarma Tbk (INAF). Ketiga emiten ini mengalami tekanan jual cukup hebat selama tiga hari perdagangan di minggu kedua Desember 2015.
Grafik: Pergerakan Saham KLBF dan KAEF, 7-10 Desember 2015
Sumber: Bareksa
Kepanikan investor bukan tanpa alasan. Farmasi merupakan salah satu industri yang berbiaya mahal. Tingginya biaya bahan baku dan tenaga kerja membuat marjin keuntungan industri farmasi tergolong tipis. Bahkan, rata-rata marjin laba yang diperoleh perusahaan farmasi Indonesia masih lebih rendah dibandingkan rata-rata perusahaan farmasi di Asia.
Grafik: Perbandingan Marjin Laba Perusahaan Farmasi di Asia
Sumber: Bareksa
Pemerintah baru menjelaskan secara memadai prosedur penurunan harga obat-obatan empat bulan setelahnya, pada awal April 2016, bertepatan dengan dirilisnya Paket Kebijakan Ekonomi XI. Di salah satu poin pembahasan, dijelaskan bahwa pemerintah akan mendorong pengembangan industri bahan baku farmasi di dalam negeri sehingga harga obat-obatan bisa lebih terjangkau masyarakat.
4. Menteri BUMN: Target penurunan NIM sampai 3% dalam 3 tahun, 19 Februari 2016
Gelombang panik investor akibat pengumuman pemerintah terus berlanjut. Kali ini, datang dari Menteri BUMN Rini Soemarno yang menyatakan pemerintah menginginkan marjin bunga bersih (NIM) perbankan turun ke level 3 persen dalam tiga tahun ke depan. Sama seperti sebelumnya, pernyataan ini tidak dibarengi dengan penjelasan yang klir bagaimana kebijakan itu akan ditempuh.
Kepanikan makin menjadi, setelah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengamini pernyataan tersebut. Saham perbankan langsung terjungkal, dengan penurunan terparah dialami PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI).
Grafik: Perbandingan Koreksi Harga Saham Perbankan Secara Intraday, 19 Februari 2016
Sumber: Bareksa
Yang lebih membingungkan investor, seminggu kemudian pemerintah mengoreksi pernyataan yang sudah terlanjur memicu kepanikan itu. Kementerian BUMN melalui Deputi Bidang Jasa dan Keuangan Kementerian BUMN Gatot Trihargo mengatakan instansinya tidak berencana menurunkan NIM bank BUMN. Yang akan dilakukan, sebatas mendorong penurunan biaya dana melalui penurunan bunga deposito perbankan yang selanjutnya diikuti dengan penurunan bunga kredit perbankan. (kd)