Berita / / Artikel

Sektor Mana Saja yang Biasanya Menikmati January Effect?

• 06 Jan 2016

an image
Petugas beraktivitas di sekitar monitor yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (18/6). IHSG ditutup melemah 0,25 point atau 0,01 persen menjadi 4.945,49 pada perdagangan bursa saham awal ramadan. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

Dalam 5 tahun terakhir, 3 indeks sektoral ini hanya mengalami 1 kali penurunan.

Bareksa.com - Investor biasanya menjadikan momentum awal tahun untuk meraih untung di pasar saham. Fenomena peningkatan harga saham yang signifikan pada awal tahun atau biasa disebut January Effect, pun berpotensi muncul pada 2016 ini. (Baca juga: Terbukti Dalam 6 Tahun Terakhir, 'January Effect' Hanya Gagal 1 Kali.)

Lantas, sektor saham mana saja yang biasanya meningkat pada Januari?

Berdasarkan data Bareksa, ada tiga dari sembilan sektor saham di Bursa Efek Indonesia yang paling sering menguat pada Januari. Dalam lima tahun terakhir, ketiga sektor ini hanya menurun satu kali. Ketiga sektoral tersebut adalah sektor konsumer, keuangan dan properti. (lihat grafis)

Grafik: Perubahan Indeks Sektoral Januari 2011 - 2015


Sumber: Bareksa.com

Pada periode Januari 2015, indeks properti berhasil naik sebesar 5,83 persen. Nilai tersebut merupakan kenaikan indeks sektoral terbesar pada periode tersebut.

Saham pendorong naiknya sektor properti adalah  PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) yang mencatat kenaikan paling tinggi. Sepanjang Januari 2015, harga saham LPKR berhasil naik 10,2 persen menjadi Rp1.135 dari sebelumnya Rp1.030.

Sementara itu, saham dari sektor konsumer naik sebesar 4,17 persen sepanjang Januari 2015. Saham pendorong kenaikan indeks tersebut adalah PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) yang dalam waktu satu bulan naik 10,15 persen menjadi Rp35.825 dari sebelumnya Rp32.525.

Pada saat yang sama, sektor keuangan pada Januari 2015 naik 0,28 persen. Saham yang menjadi pendorong kenaikan indeks sektor keuangan pada saat itu adalah  PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) dengan peningkatan 2,5 persen menjadi Rp6.6250 dari sebelumnya Rp6.100.

Adapun pada Januari 2011 pasar saham tertekan, dan dirasakan oleh semua sektor saham. Penurunan seluruh sektor pada 2011 dipicu pengumuman angka inflasi Desember 2010 yang berada di level 6,95 persen year-on-year (YoY), atau tertinggi sejak awal 2010. Inflasi Desember mengerek angka inflasi tahunan menjadi 6,96 persen, melonjak dari tahun sebelumnya yang hanya 2,78 persen.

Lonjakan inflasi pada akhir 2010 meningkatkan kekhawatiran akan terjadinya peningkatan inflasi lanjutan pada 2011. Pasalnya, harga minyak dunia saat itu masih terus meningkat di atas kisaran $100 per barel. Sementara di sisi lain, Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBN) Pemerintah masih dibebani oleh subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang cukup tinggi.

Tags: