Berita / / Artikel

Terkait Saham SIAP, Broker Reliance Sesalkan Sanksi Suspen dari BEI

• 12 Nov 2015

an image
Presiden Komisaris PT Reliance Securities Tbk (RELI) Anton Budidjaja (kedua kanan) dan Direktur RELI Esterlita Widjaja (kedua kiri) memberikan keterangan pers di Jakarta. (Bareksa/Hanum K. Dewi)

Manajemen berharap BEI segera mencabut larangan aktivitas perdagangan itu

Bareksa.com - PT Reliance Securities Tbk (RELI) menyatakan keputusan regulator Bursa Efek Indonesia (BEI) memberi sanksi larangan bertransaksi sementara (suspen) terhadap aktivitas perdagangan perseroan merupakan tindakan terburu-buru dan subyektif. Reliance sebagai perantara perdagangan (broker) mulai hari ini (11/11) terkena suspen terkait transaksi saham PT Sekawan Intipratama Tbk (SIAP).

Anton Budidjaja, President Commissioner dan Group CEO Reliance, mengatakan langkah dan tindakan yang sudah dilakukan perseroan sudah benar dan  sesuai dengan regulasi. Dia pun mengatakan pemeriksaan yang dilakukan oleh BEI masih terlalu awal.

"BEI baru saja mengirimkan tim pemeriksa atas kasus terkait pada Selasa (10/11) dan dijadwalkan akan tuntas pekan depan. Saya kaget tiba-tiba kami disuspen. Menurut kami belum ada bukti cukup. Jadi terburu-buru. Schedule pemeriksaan harusnya selesai Senin depan, tapi sudah diputus hari ini," ujarnya di depan wartawan pada Rabu (11/11).

Dia berharap BEI akan segera mencabut sanksi suspen tersebut dalam waktu dekat. Pasalnya, manajemen RELI sudah menghadap dan bertemu dengan direksi BEI untuk mengklarifikasi sanksi suspen pada pagi hari ini.

"Pertemuan telah berlangsung konstruktif, di mana baik BEI maupun RELI telah saling memahami penjelasan setiap pihak dan BEI berjanji akan segera mencabut surat suspen tersebut dalam waktu secepatnya," kata Anton.

BEI dalam pengumuman No. Peng-0061/BEI.ANG/11/2015 mengenakan larangan sementara melakukan aktivitas perdagangan di BEI terkait transaksi efek SIAP dengan alasan bahwa RELI: 1) tidak melakukan manajemen risiko secara andal, 2)tidak melakukan pemantauan terhadap aktivitas perdagangan efek yang dilakukan untuk kepentingan nasabah dan 3) tidak menjalankan prinsip mengenal nasabah (KYC) dengan baik.

Anton mengklaim bahwa salah satu nasabahnya yang melakukan transaksi saham SIAP sudah tiga tahun menggunakan layanan di RELI. Oleh sebab itu, dia menampik bahwa perseroan tidak menjalankan prinsip KYC dengan baik. "Kami disebut kurang andal, kurang baik. Hal itu subyektif sekali," katanya.

Seperti diberitakan sebelumnya, BEI menghentikan aktivitas perdagangan tiga broker, yakni PT Danareksa Sekuritas (OD), PT Reliance Securities (LS) dan PT Millenium  Danatama (SM). Ketiga broker yang kena suspensi tersebut merupakan penjual terbesar saham SIAP selama 14 bulan terakhir sebelum bursa mengambil tindakan ini.

Direktur Utama BEI Tito Sulistio juga mengungkapkan kekecewaannya terhadap ketiga broker anggota bursa tersebut. Akan tetapi, tindakan larangan sementara itu dibuat berdasarkan prinsip UU Pasar Modal dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menggarisbawahi soal kelalaian internal dan perbuatan yang merusak citra pasar modal.

"Buat saya hari ini, hari paling sedih karena seperti menghukum anak saya paling tua dan pinter sebenarnya. Danareksa yang paling tua," ujar Tito di Gedung BEI Jakarta (11/11).

Kerugian Nasabah

Meskipun terkena suspen akibat tiga poin kemungkinan pelanggaran regulasi tersebut, RELI mengklaim jauh dari dugaan gagal bayar. Pasalnya, perseroan mengaku memiliki modal cukup. Modal saat ini sebesar Rp800 miliar dan modal kerja bersih disesuaikan sekitar Rp100 miliar, jauh di atas batas minimal Rp25 miliar.

Selain itu, Anton juga mengatakan perseroan menerapkan kebijakan ketat bagi nasabah yang bertransaksi di pasar negosiasi. Salah satunya, aktivitas itu hanya dilakukan di kantor pusat, bukan di kantor cabang. Saat ini perseroan memiliki total 32 kantor cabang termasuk yang terintegrasi dengan Pojok Bursa.

"Transaksi terjadi kalau dua pihak setuju. Kami pasti sudah kontak pihak yang membeli dan menjual. Nasabah harus sudah punya modal," ujarnya

Di samping itu, perseroan juga menerapkan transaksi dengan skema Free of Payment (FoP). Skema FOP memungkinkan penyelesaian transaksi tanpa uang tunai, dan bisa saja berupa saham ditukar saham. Hal ini berbeda dengan Receive Versus Payment (RVP) yang mengharuskan ada uang ada barang.

"Kami memang ada FOP, di pasar nego tidak harus dengan cash, bisa juga saham ditukar saham," ujar Direktur RELI Esterlita Widjaja.

Ester juga menjelaskan bahwa dengan adanya suspen, perseroan berpotensi menderita kerugian karena tidak mendapat fee (komisi) sebagai perantara. Perseroan memiliki total 20 ribu nasabah dan sekitar 4.000 aktif berdagang setiap hari. "Rata rata transaksi Rp180 miliar per hari. Pangsa pasar kami 3,7 persen, termasuk yang terbesar di bursa," katanya.

RELI yang memiliki kode broker LS merupakan penjual terbesar kedua saham SIAP di pasar negosiasi selama 14 bulan terakhir. Posisinya tepat berada di bawah PT Danareksa Sekuritas (OD) bila dihitung selama periode 4 Agustus 2014 - 2 November 2015, sebelum saham SIAP disuspen.

Tabel Broker Pelaku Transaksi SIAP di Pasar Negosiasi 4 Agustus 2014-2 November 2015

Sumber: Data Perdagangan Bursa

Ester mengatakan setiap transaksi, nasabah dikenakan fee sebesar 0,25 persen nilai transaksi baik untuk jual maupun beli sebagai imbalan kepada broker. Khusus untuk transaksi jual, nasabah harus membayar pajak lagi 0,1 persen. Dengan potensi tidak dapat melakukan transaksi sehari ini yang biasanya Rp180 miliar, perseroan berpotensi tidak mendapatkan fee Rp450 juta sehari.

Namun, dapat dibayangkan fee yang didapat oleh broker untuk saham SIAP selama 14 bulan terakhir itu. Sejak 4 Agustus 2014, LS melakukan penjualan saham SIAP senilai Rp3,9 triliun dan pembelian Rp2,5 triliun di pasar negosiasi. Dengan angka tersebut, fee yang didapat sekitar Rp16 miliar hanya dari pasar negosiasi saja.

Saham SIAP, yang dimiliki oleh Rennier Latief, mencatatkan volume perdagangan fantastis selama setahun terakhir. Saking ramainya, bahkan volume perdagangan SIAP melampaui perdagangan sejumlah saham big caps seperti PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) yang tercatat di indeks MSCI.

Tags: