Bareksa.com – Hampir seluruh indeks saham global terkoreksi dalam sebulan terakhir akibat potensi default Yunani. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Jakarta pun juga turun signifikan.
Secara month-to-date, IHSG telah terkoreksi 6,4 persen ke level 4.888 pada perdagangan kemarin (Senin, 29 Juni 2015).
Tabel Penurunan Indeks Saham Dunia Periode 1 Bulan Terakhir (month-to-date (mtd))
Sumber: Bareksa.com
Kondisi ini disebabkan oleh ulah pelaku pasar, terutama investor asing yang lebih memilih menaruh uangnya ke dalam instrumen lebih aman lainnya seperti dolar AS.
“Investor pilih save haven currency seperti dolar AS,” ujar Kepala Riset Universal Broker Indonesia Satrio Utomo, dikutip Kontan.
Padahal, sejumlah pengamat dan ekonom telah menekankan bahwa exposure Yunani terhadap pasar keuangan Indonesia sebenarnya tidak besar.
“Krisis yang dihadapi Yunani saat ini tidak akan banyak berdampak langsung pada perekonomian negara-negara emerging market yang sebagian besarnya merupakan negara berkembang,“ ujar Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara menjelaskan kepada media pada akhir pekan lalu.
Kekhawatiran Rupiah Kembali Melemah
Namun, hal yang perlu diwaspadai adalah pengalihan alokasi investasi pelaku pasar ke dolar AS. Jika hal ini terus terjadi, dikhawatirkan akan membuat Rupiah kembali tertekan.
Terlebih, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS saat ini sudah berada di level Rp13.300. Imbasnya, perekonomian Indonesia akan kembali terkontraksi.
“Kalau Rupiah melemah, pasar domestik akan ter-adjust turun,” ujar Arifin Hasudungan, pengamat pasar modal kepada Bareksa.
Arifin juga menilai bahwa meski exposure Indonesia kecil terhadap Yunani, tetapi pasar modal Indonesia masih akan merasakan pengaruhnya juga.
Dia pun mencontohkan bahwa IHSG juga sempat mengalami koreksi saat Krisis Yunani pada 2010-2011. Saat itu, IHSG sempat terkoreksi 16,85 persen menjadi 3.473,94 pada periode Agustus - September 2011. Padahal, kondisi ekonomi Indonesia saat itu masih bertumbuh 6,49 persen.