Bareksa.com - Inflasi bulan November melonjak menjadi 1,5 persen akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Bagaimana efeknya pada pergerakan harga obligasi?
Pergerakan harga obligasi dipengaruhi oleh pergerakan inflasi. Investor berharap yield yang dihasilkan dari obligasi melebihi nilai inflasi. Artinya jika inflasi naik maka yield obligasi juga mengalami kenaikan atau harga obligasi mengalami penurunan.
Penyesuaian antara inflasi pada tingkat bunga tercermin dari nilai tingkat bunga riil. Mengutip dari Investopedia, tingkat suku bunga riil adalah tingkat bunga yang telah disesuaikan dengan menghilangkan pengaruh inflasi.
Dengan demikian, jika suku bunga riil negatif akan memberi dampak buruk bagi pertumbuhan harga surat utang atau obligasi seiring dengan turunnya imbal hasil bagi pemberi pinjaman (kupon obligasi). Tetapi sebaliknya jika hasilnya positif justru berdampak baik bagi pergerakan obligasi.
Berdasar pada data Bareksa.com, tingkat suku bunga riil setelah peningkatan harga BBM pada periode sebelumnya selalu negatif. Yang terbesar terjadi pada bulan Oktober 2005 dimana suku bunga riil negatif 6,9 persen.
Grafik. BI Rate, Inflasi & Suku Bunga Riil
Sumber: BI
Namun berbeda dengan kenaikan BBM pada tahun ini karena pertama kalinya tingkat suku bunga riil bernilai positif yakni sebesar 1,5 persen. Kondisi ini tidak lepas dari langkah antisipasi yang dilakukan BI dengan menaikkan suku bunga hampir berbarengan dengan langkah pemerintah meningkatkan harga BBM.
Rangga Cipta, Ekonom Samuel Sekuritas menilai kenaikan harga BBM bersubsidi tahun ini dan tahun 2013 terjadi bukan akibat dari meningkatnya harga minyak dunia melainkan lebih disebabkan oleh membengkaknya konsumsi masyarakat sehingga memberatkan anggaran. Hal ini tercermin dari membesarnya defisit APBN.
Konsumsi yang tinggi ini tidak diimbangi dengan peningkatan produksi sehingga berakibat tingginya impor minyak mentah yang akhirnya membuat neraca berjalan Indonesia menjadi defisit dan melemahnya nilai tukar rupiah.
Langkah antisipatif BI untuk berada "a head of the curve" yang menyebabkan suku bunga riil menjadi positif tidak hanya untuk mengkompensasi inflasi tetapi juga untuk memperlambat pertumbuhan supaya konsumsi BBM turun dan impor melambat.
"Obligasi di Indonesia menjadi salah satu tujuan investasi karena yieldnya yang tinggi bersama beberapa negara berkembang lainnya. Tentu itu juga karena faktor global dimana yield obligasi negara maju seperti Amerika dan Zona Eropa terus turun. Ini juga jadi insentif pemegang obligasi" katanya.
Berkurangnya beban subsidi, likuiditas domestik yang lebih baik, serta faktor global tersebut akan memberikan capital gain dari pertumbuhan harga obligasi ke depan.
Aldian Tolaputra, ekonom Mandiri Sekuritas mengatakan bahwa investor obligasi masih cenderung melihat pertumbuhan inflasi beberapa bulan ke depan, tidak hanya bulan ini. Ia mengatakan langkah pemerintahan Jokowi mengurangi subsidi energi dengan meningkatkan harga BBM dan mengalihkannya ke pembangunan infrastruktur akan mengurangi inflasi Indonesia di masa mendatang.
Aldian memperkirakan yield obligasi akan kembali mengalami penurunan. (np)
*Selengkapnya data makro dapat di akses pada Indikator Ekonomi