Berita / / Artikel

Analis: Kenaikan Inflasi 1,5% di Bulan November, Tekan Obligasi dan Rupiah

• 02 Dec 2014

an image
Pedagang melayani pembeli bahan makanan di Pasar Senen, Jakarta (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)

Rilis inflasi yang diatas perkiraan analis menyebabkan investor melakukan profit taking

Bareksa.com – Perdagangan obligasi pemerintah jangka panjang kembali melemah setelah rilis data inflasi bulan November 2014 yang meningkat 1,5 persen menjadi 6,23 persen. Sementara, neraca perdangan bulan Oktober mencatatkan surplus tipis $23,2 juta.  

Hampir semua benchmark obligasi pemerintah—kecuali obligasi bertenor 10 tahun (seri FR0070) — mengalami penurunan yang tercermin dari kenaikan yield. Dengan kenaikan yield sebesar 5,35 basis poin, obligasi bertenor 5 tahun (seri FR0069) memimpin pelemahan ke level 7,63 persen.

Analis fixed income SuccorInvest Gani Ariawan menilai data inflasi yang lebih tinggi dibandingkan perkiraan menyebabkan investor melakukan aksi profit taking. Sebelumnya, diperkirakan inflasi Oktober akan naik 0,35-0,4 persen dibandingkan bulan sebelumnya.

“Data inflasi yang dirilis lebih tinggi dibandingkan proyeksi menyebabkan investor untuk melakukan profit taking. Selain itu, obligasi pemerintah juga telah mengalami kenaikan yang terlalu tinggi pada beberapa hari kemarin.”

Inflasi bulan November 2014 tercatat sebesar 6,23 persen secara tahunan (year-on-year) atau naik 1,5 persen (month-on-month) akibat meningkatnya sektor Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan.

Ariawan menambahkan, investor akan kembali melihat data inflasi bulan depan serta neraca pedagangan bulan November.

“Investor akan melihat pengaruh kenaikan harga BBM pada inflasi dan neraca perdagangan bulan depan. Efeknya akan terlihat pada data tersebut karena BBM dinaikkan pada pertengahan bulan.”

Selain obligasi pemerintah, nilai tukar rupiah pun tercatat melemah 75 poin ke level Rp12.280,5 per dolar Amerika. Sementara, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) malah ditutup menguat 14 poin ke level 5.164,3. (np)

Tags: