Bareksa.com - Berikut adalah perkembangan penting di isu ekonomi, pasar modal dan aksi korporasi, yang disarikan dari media dan laporan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Kamis, 3 September 2020 :
Harga Emas
Harga emas berjangka turun tajam pada akhir perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB 8/9/2020), tertekan kenaikan dolar AS dan rebound yang kuat di sektor manufaktur Amerika Serikat (AS) sehingga memicu harapan pemulihan yang cepat di ekonomi terbesar dunia yang dilanda Virus Corona itu.
Dilansir Antara, kontrak harga emas paling aktif untuk pengiriman Desember di divisi COMEX New York Mercantile Exchange, anjlok US$34,2 dolar atau 1,73 persen menjadi ditutup pada US$1.944,70 per ounce. Sehari sebelumnya (2/9/2020), harga emas berjangka naik tipis US$0,3 atau 0,02 persen menjadi US$1.978,9 dolar.
Harga emas berjangka menguat US$3,7 atau 0,19 persen menjadi US$1.978,6 pada Senin (1/9/2020), setelah melambung US$42,3 atau 2,19 persen menjadi US$1.974,9 pada Jumat (28/8/2020), dan jatuh US$19,9 atau 1,02 persen menjadi US$1.932,60 pada Kamis (27/8/2020).
"Faktor utamanya adalah dolar yang lebih kuat. (Emas) bergerak dalam arah yang sepenuhnya berlawanan dengan dolar hari ini," kata Edward Meir, seorang analis ED&F Man Capital Markets. Ia menambahkan angka pesanan pabrik AS yang baik untuk Juli juga membebani logam mulia.
Dolar menguat 0,5 persen, pulih lebih lanjut dari level terendah lebih dari dua tahun di sesi terakhir.
Di dalam negeri, dilansir Kontan, harga emas 24 karat Antam keluaran Logam Mulia PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) turun Rp2.000 per gram pada Rabu (2/9). Mengutip situs Logam Mulia, harga pecahan 1 gram emas Antam pada Rabu (2/9) berada di Rp1.024.000 per gram. Harga emas Antam ini turun Rp2.000 per gram dari harga Selasa (1/9) di Rp1.026.000 per gram. Adapun harga pembelian kembali atau buyback emas Antam menjadi Rp923.000 per gram.
SBN
Harga obligasi pemerintah melemah pada penutupan perdagangan Rabu (2/9/2020). Pelemahan ini hampir terjadi di semua tenor, hanya tenor jangka pendek 1 tahun yang mengalami penguatan harga.
Dilansir CNBC Indonesia, Surat Berharga Negara (SBN) berjatuh tempo menengah hingga panjang dilepas investor kemarin, hanya SBN bertenor 1 tahun yang tercatat dikoleksi. Yield (imbal hasil) SBN tenor 1 tahun tercatat turun 2 basis poin ke 3,900. Sementara itu, yield SBN dengan tenor 10 tahun yang merupakan acuan yield obligasi negara mengalami kenaikan ke level 6,91 persen. Yield berlawanan arah dari harga, sehingga kenaikan yield menunjukkan harga obligasi yang turun. Demikian juga sebaliknya.
Kenaikan yield tertinggi dicatatkan SBN acuan tenor 10 tahun, sebesar 5 basis poin ke 6,91 persen. Sedangkan, kenaikan yield terendah terjadi pada SBN bertenor 20 tahun sebesar 0,7 basis poin ke 7,44 persen. Satu basis poin setara dengan 1/100 dari 1 persen.
Tokopedia
Senior Lead Fintech Tokopedia Marissa Dewi menyatakan, hingga saat ini tren pembelian reksadana melalui berbagai platform kian meningkat. Ia menjelaskan, ada kenaikan transaksi reksadana di Tokopedia, yakni tumbuh hampir 27 kali lipat selama dua tahun ke belakang. Dia menyebut pada masa pandemi, terjadi peningkatan dana kelolaan reksadana 30 persen dibandingkan bulan biasa.
"Kami melihat tren investasi seperti reksadana itu terus meningkat. Karena sekarang semua investasi sudah ada di gadget semua, prosesnya instan dan dalam hitungan menit," ujarnya dalam jumpa pers virtual Tokopedia, Rabu (2/9/2020) dilansir Kompas.com.
Menurut dia, adanya layanan di beberapa platform dan melalui ponsel membuat masyarakat lebih semakin tertarik untuk berinvestasi. Apalagi tawaran harga untuk berinvestasi sekarang, kian bervariasi dan memberikan harga yang cukup murah. Seperti di Tokopedia, yang hanya dengan harga Rp10.000, masyarakat sudah bisa membeli produk reksa dana.
Menurut Marissa, modal Rp10.000 tergolong kecil, tapi apabila dilakukan pembelian secara terus-menerus, keuntungan pasti akan diraih. "Kecil memang tapi enggak akan kerasa, lama-lama akan semakin membukit dan itu menguntungkan," ucapnya.
Selain itu, menurut Marissa, pembeli reksadana adalah mayoritas dari golongan anak muda. Kesadaran anak muda untuk berinvestasi, kian hari kian meningkat. Dari sisi jumlah pengguna yang membeli reksadana di Tokopedia juga telah meningkat. Tercatat sejak layanan ini diluncurkan, lebih dari 57 kali lipat pengguna yang telah membeli reksadana dari angka ini, tidak sedikit yang berasal dari generasi muda.
Tak hanya transaksi investasi reksadana yang mengalami peningkatan, transaksi pembelian untuk produk investasi emas pun juga mengalami hal yang sama. Marisa mengatakan selama produk layanan pembelian emas diluncurkan di tahun 2018 yang lalu, ada peningkatan transaksi yang terjadi hampir 30 kali lipat. Sementara dari sisi penggunanya selama 1 tahun belakangan ini, juga tumbuh hampir 20 kali lipat.
Dengan adanya peningkatan dua investasi ini, Tokopedia terus berkomitmen untuk memberikan layanan terbaik mereka, baik melalui fitur yang bersahabat, kemanan transaksi dan berbagai promo-promo lainnya.
Reksadana
Dana kelolaan reksadana secara industri terus menunjukkan tren menanjak dan kian mendekati level prapandemi. Dilansir Bisnis.com, tercatat, nilai aktiva bersih NAB kembali meningkat sepanjang Agustus 2020.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per 31 Agustus 2020, dana kelolaan reksadana sepanjang Agustus mencapai Rp520,83 triliun, naik 3,34 persen dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai Rp504 triliun.
Realisasi tersebut hanya terpaut sedikit dari posisi dana kelolaan sebelum pandemi yakni Rp525,27 triliun pada Februari 2020 dan Rp537,32 triliun pada Januari 2020. Adapun, pemerintah menetapkan virus corona masuk ke Indonesia pada 2 Maret 2020. Artinya, hingga saat ini, Rabu (2/9/2020) sudah genap 6 bulan pandemi tersebut menjangkiti.
Tren kenaikan nilai aktiva bersih juga dialami oleh pengelola reksadana alias manajer investasi, salah satunya PT Avrist Asset Management (Avrist AM). Head of Investment Avrist Asset Management Farash Farich mengatakan sepanjang Agustus dana yang mereka kelola meningkat 6 persen dibandingkan bulan sebelumnya, begitu pula dari sisi unit penyertaan naik sekitar 5 persen.
PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI)
PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) menggelar RUPSLB kemarin (2/9/2020) dengan agenda perubahan pengurus. Kehadiran pemegang saham menjadi perhatian perseroan dengan tetap menerapkan dan menjaga kesehatan serta keamanan para pemegang saham tersebut.menggelar RUPSLB dengan agenda perubahan pengurus. Kehadiran pemegang saham menjadi perhatian perseroan dengan tetap menerapkan dan menjaga kesehatan serta keamanan para pemegang saham tersebut.
Dilansir Kontan, RUPSLB BNI memutuskan untuk susunan Dewan Komisaris dan Direksi BNI adalah sebagai berikut.
Dewan Komisaris:
1 . Komisaris Utama/Komisaris Independen : Agus Dermawan Wintarto Martowardojo
2. Wakil Komisaris Utama : Pradjoto
3. Komisaris Independen : Sigit Widyawan
4. Komisaris Independen : Asmawi Syam
5. Komisaris Independen : Septian Hario Seto
6. Komisaris Independen : Iman Sugema
7. Komisaris : Joni Swastanto
8. Komisaris : Askolani
9. Komisaris : Ratih Nurdiati
10. Komisaris : Susyanto
Dewan Direksi:
1. Direktur Utama : Royke Tumilaar
2. Wakil Direktur Utama : Adi Sulistyowati
3. Direktur Keuangan : Novita Widya Anggraini
4. Direktur Manajemen Risiko : David Pirzada
5. Direktur Tresuri dan Internasional : Henry Panjaitan
6. Direktur Bisnis Konsumer : Corina Leyla Karnalies
7. Direktur Bisnis UMKM : Muhammad Iqbal
8. Direktur IT dan Operasi : Y.B Hariantono
9. Direktur Human Capital dan Kepatuhan : Bob Tyasika Ananta
10. Direktur Hubungan Kelembagaan : Sis Apik Wijayanto
11. Direktur Corporate Banking : Silvano Winston Rumantir
12. Direktur Layanan dan Jaringan : Ronny Venir
Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan dalam situasi pandemi seperti saat ini fungsi pengawasan sektor jasa keuangan secara terintegrasi sangat diperlukan, terutama bila berbicara dalam aspek konglomerasi keuangan. Sejatinya, fungsi pengawasan mengenai pengawasan konglomerasi keuangan (KK) memang sudah disusun oleh OJK dan tertuang dalam Peraturan OJK No.17 Tahun 2014.
Berkaca pada kondisi konglomerasi keuangan yang kini terus mengalami perkembangan, Staf Ahli OJK Ryan Kiryanto mengatakan pihaknya akan memperkuat pengawasan tersebut. "Setidaknya, ada beberapa poin penting menurut OJK yang mengharuskan konglomerasi keuangan untuk diawasi lebih dalam," ujar Ryan dilansir Kontan.
Pertama, sektor keuangan punya perang signifikan dalam pembangunan perekonomian nasional. Kedua, pentingnya peran konglomerasi keuangan di Tanah Air. Ketiga, konglomerasi keuangan saat ini cenderung melakukan excessive risk taking produk. Keempat, produk/layanan jasa keuangan dari konglomerasi terjadi di lintas sektor, hal ini tentu menjadi sangat kompleks dan dinamis dan punya potensi meningkatkan eksposur risiko.
Kelima, sumber kerentanan krisis pada sektor keuangan tentu sekarang menjadi sangat beragam, sehingga pengawasan diperlukan untuk mencegah timbulnya risiko sistemik dalam sektor keuangan. "Best practice yang dipakai OJK saat ini adalah suatu yang tidak terhindarkan atau kemutlakan. Kita belajar dari krisis moneter tahun 1998 dan 2008," katanya dalam Video Conference di Jakarta, Rabu (2/9).
Sekadar informasi, merujuk pada data OJK tahun 2018, di Indonesia ada 48 konglomerasi keuangan yang menguasai Rp6.930 triliun aset jasa keuangan atau 65,8 persen dari total aset jasa keuangan di Indonesia Rp10.539 triliun.
Nah, dari angka tersebut 34 konglomerasi di antaranya berasal dari industri perbankan, yang per 2018 menguasai 84 persen dari total aset perbankan secara industri. Sementara sisanya, sebanyak 11 konglomerasi merupakan perusahaan industri keuangan non bank (IKNB) dan 3 konglomerasi dari pasar modal.
(*)