Bareksa.com - Berikut adalah perkembangan penting di isu ekonomi, pasar modal dan aksi korporasi, yang disarikan dari media dan laporan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Rabu, 29 Juli 2020 :
Harga Emas
Harga emas terus melanjutkan rally dan kembali mencetak rekor baru pada Rabu (29/7). Dilansir Kontan, pada pukul 07.15 WIB, harga emas untuk pengiriman Desember 2020 di Commodity Exchange ada di US$1.966,20 per ons troi, atau naik 0,12 persen dari sehari sebelumnya yang ada di US$1.963,90 per ons troi.
Harga emas naik didorong oleh ekspektasi The Fed yang akan memutuskan untuk memberikan lebih banyak stimulus moneter bagi ekonomi AS dalam pertemuan kebijakan yang digelar pekan ini. Kemarin, emas sempat terkoreksi akibat aksi ambil untung investor dan rebound dolar AS.
"Ketika Anda mendapatkan momentum yang kuat untuk masuk, Anda mendapatkan banyak spekulan yang ingin menghasilkan keuntungan cepat," kata Michael Matousek, kepala pedagang di Global Investors AS seperti dikutip Reuters."Tidak ada yang berubah secara fundamental sama sekali, defisit dan suku bunga yang lebih rendah memicu inflasi masih akan ada di sini, jadi tidak ada alasan untuk tidak memiliki emas."
Kini investor tengah menanti hasil pertemuan The Fed setelah bank sentral AS mengumumkan perpanjangan beberapa fasilitas pinjaman hingga akhir tahun. Goldman Sachs memperkirakan harga emas akan naik ke level US$2.300 per ons troi selama 12 bulan ke depan. Lembaga ini menambahkan bahwa kekhawatiran tentang keberlanjutan dolar AS karena mata uang cadangan telah mulai muncul.
Ancaman Resesi
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan skenario terbaru pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini. Indonesia bisa lolos dari jurang resesi dengan sejumlah catatan. Dia menyampaikan ekonomi Indonesia diperkirakan pemulihan akan sangat tergantung dengan penanganan Covid-19, terutama pada semester II, yaitu kuartal ketiga dan keempat tahun ini.
Apabila penanganan Covid-19 efektif dan berjalan seiring dengan pembukaan aktivitas ekonomi, tutur Sri Mulyani, kondisi ekonomi akan pulih pada kuartal III dengan pertumbuhan positif 0,4 persen dan pada kuartal IV akan akselerasi ke 3 persen. “Kalau itu terjadi maka pertumbuhan ekonomi kita secara seluruh tahun akan bisa tetap di zona positif,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers usai Rapat Kabinet via video conference, Selasa (28/7/2020) dilansir Bisnis.com.
Menurut dia, hal tersebut yang tengah diupayakan oleh pemerintah agar Indonesia tetap ada dalam skenario pertumbuhan positif atau tidak jatuh pada zona resesi. “Di mana pemulihan ekonomi tetap bisa berjalan pada zona positif pada kuartal IV antara 0 hingga 0,4 persen dan IV pada zona positif lebih tinggi, yaitu antara 2 persen hingga 3 persen. Sehingga total perekonomian kita masih bisa tumbuh positif di atas 0% untuk tahun ini,” tuturnya.
Apabila skenario tersebut berjalan, maka ekonomi Indonesia bisa lepas dari zona resesi. Dengan asumsi pertumbuhan ekonomi tercatat negatif hanya pada kuartal II 2020. Seperti diketahui ekonomi berada pada pertumbuhan negatif selama dua kuartal berturut-turut maka dikatakan masuk zona resesi.
Karena itu, lanjut Sri Mulyani, desain dari APBN 2021 sekarang cenderung mengakomodir ketidakpastian dan kemungkinan pemulihan ekonomi yang masih sangat dipengaruhi oleh kecepatan penanganan Covid-19 sehingga desifit ditingkatkan dari yang sudah disepakati dalam pembahasan awal dengan DPR.
Kementerian Keuangan
Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mematok angka defisit dalam Rancangan Postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2021 sebesar 5,2 persen dari produk domestik bruto (PDB). Angka defisit yang diputuskan pemerintah bertambah dari yang sebelumnya disepakati antara Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di rentang 3,21 persen hingga 4,17 persen dari PDB.
Berbicara usai rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi), Sri Mulyani mengatakan pemerintah akan mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam merancang strategi pembiayaan untuk tahun depan dengan kondisi defisit yang melebar.
"Kita akan tetap lakukan langkah hati-hati. Seperti apa? Kita akan gunakan sumber pembiayaan yang kita perkirakan dampak kepada stabilitas SBN kita sendiri," kata Sri Mulyani, Selasa (28/7/2020) dilansir CNBC Indonesia.
Sri Mulyani menegaskan pemerintah akan tetap mengandalkan surat berharga negara sebagai sumber pembiayaan negara, baik itu melalui lelang domestik maupun global. Tak terkecuali, dengan instrumen pembiayaan lainnya. "Sehingga kita akan mendapatkan komposisi yang stabil. Ritel non ritel, konvensional dan syariah, rupiah dan non rupiah. Kita akan jaga," katanya.
"Dan BI sesuai dengan SKB pertama tetap bisa menjadi stand by buyer sesuai SKB yang diatur dalam UU 2/2020. Kita akan diskusi dengan BI bagaimana dia melaksanakan fungsi sebagai peserta lelang reguler," jelasnya.
Tak hanya itu, pemerintah juga akan masuk ke dalam pembiayaan multilateral agar mendapatkan pembiayaan yang relatif lebih murah. Hal ini dilakukan untuk tetap menjaga rasio utang dalam batas aman. "Kita akan terus mengelola outstanding utang tersebut hati-hati karena dengan defisit meningkat debt to GDP ratio bisa mendekati 40 persen," jelasnya.
Surat Utang Negara
Pemerintah mencatat partisipasi asing semakin meningkat dalam lelang Surat Utang Negara (SUN). Partisipasi asing dalam lelang SUN kemarin (28/7/2020) mencapai lebih dari 10 persen. Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan melaporkan hasil lelang tujuh seri surat utang negara (SUN) pada Selasa (28/7/2020). Hasilnya, total penawaran yang masuk senilai Rp72,78 triliun.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur SUN Direktorat Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Deni Ridwan mengatakan kepercayaan investor terhadap SUN terlihat semakin baik. Hal itu tercermin dari permintaan masuk atau incoming bids yang melewati target indikatif dengan oversubscribed sebanyak 3,6 kali.
Deni menggarisbawahi beberapa faktor yang mempengaruhi penawaran masuk. Salah satunya tingkat likuiditas perbankan nasional yang masih tinggi seiring masih relatif terbatasnya permintaan kredit.“Serta makin meningkatnya partisipasi asing yang di lelang kali ini senilai Rp12,71 triliun atau sebesar 12,47 persen dari total incoming bids,” jelasnya dilansir Bisnis.com (29/7/2020).
Deni mengungkapkan pemerintah memenangkan Rp22 triliun pada lelang SUN Selasa (28/7/2020). Nilai itu melebih target indikatif pemerintah Rp20 triliun. “Dengan mempertimbangkan kondisi likuiditas pemerintah yang masih cukup memadai,” imbuhnya.
Dalam lelang Selasa (28/7/2020), pemerintah memperoleh yield tertimbang rata-rata atau weighted average yield (WAY) seri acuan tenor 5, 10, 15, dan 20 tahun yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan sebelumnya.
Yield tertimbang rata-rata lelang Selasa (28/7/2020 untuk seri acuan 5,10, 15 dan 20 tahun yaitu FR0081 (5Y) = 5,94 persen (vs Lelang sebelumnya 6,29 persen), FR0082 (10Y)=6,81 persen (vs Lelang sebelumnya 7,05 persen), FR0080 (15Y)=7,28 persen (vs Lelang sebelumnya 7,54 persen), FR0083 (20Y)=7,40 persen (vs Lelang sebelumnya 7,56 persen).
Reksadana
Manajer investasi gencar menerbitkan reksadana terproteksi seiring dengan semakin maraknya korporasi yang menerbitkan surat utang atau obligasi di paruh kedua tahun ini. Berdasarkan data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) sepanjang 3 Juni hingga 28 Juli 2020, reksadana terproteksi mendominasi jenis reksadana yang ada dalam pendaftaran produk investasi di KSEI yakni 23 produk.
Adapun mengacu pada data Bursa Efek Indonesia (BEI) per 16 Juli 2020, ada 30 perusahaan yang siap mencatatkan 36 instrumen obligasi dan sukuk di pasar modal, dengan catatan ada perusahaan yang menerbitkan lebih dari satu obligasi. Direktur Panin Asset Management Rudiyanto mengatakan jelang pertengahan tahun suplai obligasi korporasi memang kembali marak dengan rating atau peringkat yang cukup baik seperti A, AA, hinga AAA.
Dia mengatakan bulan ini saja pihaknya telah menerbitkan dua reksadana terproteksi karena pilihan aset dasar yang tersedia mulai marak. Bahkan, hingga akhir tahun dia memasang target untuk menerbitkan satu reksadana terproteksi setiap bulan. “Kenapa ini kami lakukan? Karena kami lihat suplai dari obligasi sudah kembali dan ratingnya bagus-bagus,” katanya dilansir Bisnis.com (28/7/2020).
Head of Investment Avrist Asset Management Farash Farich juga mengatakan pihaknya telah menerbitkan reksadana terporteksi di akhir semester I 2020. Adapun dia kembali berniat untuk menerbitkan produk reksadana terproteksi baru di semester II 2020 ini. “[Akan menerbitkan] RDT Syariah bila ada underlying sukuk yang cocok dan masih mencari underlying yang tepat untuk reksadana terproteksi konvensional” ujarnya.
(*)