Bareksa.com - PT United Tractors Tbk (UNTR) menargetkan bisnis perseroan di pertambangan emas bisa mulai melakukan produksi pada akhir tahun 2017. Di tengah lesunya penjualan alat berat, bisnis tambang emas ini merupakan upaya diversifikasi yang dijalani perseroan melalui anak usaha PT Pamapersada Nusantara dan PT Sumbawa Jutaraya (SJR).
Direktur Keuangan United Tractors, Iwan Hadiantoro, mengungkapkan saat ini pihaknya sedang menjalankan eksplorasi di 1 blok dari total 8 blok tambang emas.
"Dari hasil eksplorasi tersebut, kami temukan cadangan 350-400 ribu ounce emas,” katanya dalam acara Workshop Wartawan Pasar Modal Astra Grup, di Bogor, Jumat 4 November 2016.
Iwan melanjutkan, pihaknya berharap akan menemukan tambahan cadangan emas lagi di blok-blok lainnya yang belum dieksplorasi secara bertahap. Saat ini perseroan masih fokus membangun jalan dan infrastruktur pertambangan lainnya.
Ia berharap pada tahun 2017 akhir perseroan sudah menyelesaikan semua proses pembangunan di blok pertama. Perseroan sendiri belum mempunyai rencana kapan blok-blok selanjutnya mulai digarap.
“Capex kita sekitar Rp60 juta, diharapkan kita bisa mulai berproduksi akhir 2017 atau di awal tahun 2018,” ujarnya.
SJR telah diakuisisi oleh UNTR melalui anak usahanya, Pamapersada Nusantara. Nilai dari akuisisi yang telah dilakukan pada bulan Februari 2015 lalu tersebut sebesar $2,57 juta.
Pasca akuisisi tersebut, Pamapersada yang bergerak di bidang kontraktor penambangan batu bara, resmi menjadi saham pengendali dengan total kepemilikan saham SJR sebesar 75,5 persen. Perseroan telah melakukan kegiatan tambang di kabupaten Sumbawa yakni di blok Meas, Kecamatan Ropang dan Gapit kecamatan Empang seluas 10 ribu hektare.
Sejak awal tahun hingga kuartal ketiga 2016, penjualan alat berat yang menjadi bisnis utama perseroan masih lemah akibat industri tambang khususnya batu bara global tertekan. Hal ini pun menekan kinerja UNTR yang juga membebani pendapatan induk perseroan, PT Astra International Tbk (ASII).
Laba bersih UNTR pada Januari-September 2016 turun 44 persen ke angka Rp3,1 triliun dibandingkan periode sama tahun lalu. Hal ini dikarenakan lemahnya penjualan alat berat di sektor pertambangan karena rendahnya harga batubara. (hm)