Bareksa.com - Berikut sejumlah berita dan informasi tentang ekonomi dan investasi yang disarikan dari berbagai media dan keterbukaan informasi Senin, 5 Oktober 2020.
Rancangan Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja (RUU Ciptaker) telah disetujui Badan Legislasi DPR dan pemerintah. Beleid Omnibus Law tersebut selanjutnya akan disahkan menjadi Undang-Undang (UU) dalam Rapat Paripurna DPR pada Kamis, 8 Oktober pekan depan.
Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan RUU Cipta Kerja dapat membuat debirokratisasi sehingga pelayanan pemerintah lebih cepat dan bermanfaat bagi masyarakat. "Yang lebih penting adalah manfaat yang akan didapat masyarakat setelah berlakunya UU Cipta Kerja," kata Airlangga Hartarto dikutip Detik.com, Minggu (4/10/2020).
Pembahasan RUU Cipta Kerja oleh pemerintah dan DPR ini terbilang kilat dibandingkan dengan pembahasan RUU lain. Bahkan awalnya RUU Cipta Kerja ditargetkan selesai sebelum 17 Agustus meskipun di tengah pandemi COVID-19. Sebelum akhirnya disetujui Baleg DPR dan Pemerintah, RUU Cipta Kerja Omnibus Law sudah menuai kontroversi dari asosiasi pekerja atau buruh, apalagi dibahas di tengah pandemi COVID-19. Namun tak semua fraksi di DPR sepakat dengan pengesahan RUU Cipta Kerja Omnibus Law.
Beberapa poin dari RUU Cipta Kerja yang merugikan membuat publik khawatir. Dari 11 klaster yang termaktub dalam RUU Cipta Kerja, ancaman terhadap pekerja kantoran datang dari klaster ketenagakerjaan. Beberapa pasal yang mengancam pekerja kantoran jika RUU Cipta Kerja disahkan yakni pemotongan waktu istirahat, pengupahan, rentan PHK, dan kontrak seumur hidup.
Sebanyak empat perusahaan bersiap menawarkan surat utang global (global bond) sebagai alternatif penggalangan dana ekspansi ataupun pelunasan utang. Perusahaan tersebut adalah Star Energy Geothermal (anak usaha PT Barito Pacific Tbk), PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF), PT Indika Energy Tbk, dan PT Alam Sutera Realty Tbk.
Presiden Direktur Barito Pacific Agus Salim Pangestu mengatakan, surat yang akan diterbitkan Star Energy bakal menjadi green bond investment grade pertama dari sektor swasta di Indonesia. Perseroan masih melakukan finalisasi terkait total nilai penerbitan, namun aksi ini dipastikan terealisasi tahun ini.
Sebelumnya, terdapat kabar jika nilai penerbitan green bond hingga US$ 1,1 miliar. “Saya belum dapat ungkap nilainya, diskusinya masih berjalan. Ini akan menjadi green bond ke-3 dari Barito Group,” jelas dia kepada Investor Daily, Minggu (4/10/2020).
Sementara itu, Moody’s Investor Service menyematkan peringkat investment grade yakni Baa3 untuk senior secured bond yang akan diterbitkan Star Energy Geothermal Darajat II Ltd dan Star Energy Geothermal Salak Ltd. Dua perusahaan ini merupakan anak usaha Star Energy Geothermal BV. Sedangkan outlook yang diberikan adalah stabil.
Pemerintah memberikan suntikan modal sebesar Rp22 triliun sebagai upaya menyelesaikan masalah yang ada di tubuh PT Asuransi Jiwasraya. Anggaran itu berasal dari Penyertaan Modal Negara (PMN) dan digunakan untuk menyehatkan keuangan sekaligus membayar tunggakan klaim polis nasabah.
"Total penanaman modal yang akan dilakukan pemerintah selaku pemegang saham melalui BPUI (Bahana Pembinaan Usaha Indonesia) adalah sebesar Rp22 triliun," kata Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya, Hexana Tri Sasongko, dikutip CNN Indonesia, Minggu (4/10) malam.
Hexana menuturkan kerugian yang dialami Jiwasraya berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang dijadikan pegangan Jaksa dalam penuntutan adalah sebesar Rp16,8 triliun. Namun, nilai itu belum mencakup keseluruhan kerugian yang dialami Jiwasraya.
Berdasarkan perhitungan pihaknya dengan dibantu konsultan independen, dibutuhkan dana sebesar Rp37,4 triliun untuk menyelamatkan seluruh pemegang polis. Hitungan itu dengan mengacu total ekuitas Jiwasraya saat ini.
Lebih lanjut, Direktur Utama PT BPUI, Robertus Bilitea menuturkan bahwa suntikan modal itu akan diberikan dengan dua tahap. Sebesar Rp12 triliun pada tahun 2021 dan Rp10 triliun pada tahun berikutnya.
PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) bersama PT Amarox Global Pharma (Amarox) memangkas harga Covifor (Remdesivir) di Indonesia. Harga obat yang biasanya diberikan untuk para pasien Covid-19 ini, dipangkas menjadi Rp 1,5 juta per vial.
Sebelumnya obat yang diproduksi oleh Hetero India, diimpor oleh Amarox, dan dipasarkan serta didistribusikan oleh Kalbe ini diumumkan Rp 3 juta per vial. “Setelah diskusi bersama antara Kalbe, Hetero India dan Amarox, kami sepakat untuk memberikan harga jual khusus Covifor,” ujar Vidjongtius, Presiden Direktur PT Kalbe Farma Tbk, dikutip Kompas.com akhir pekan lalu.
Dia menyebutkan, keputusan penurunan harga tersebut dilakukan setelah mempertimbangkan berbagai kondisi yang terjadi saat ini, seperti perkembangan kasus covid-19 di Indonesia, kebutuhan terhadap pengobatan covid-19 menggunakan obat Covifor yang besar, masukan dari pemerintah, tenaga kesehatan dan pasien, dan semakin banyak pasien yang mendapatkan manfaat obat Covifor untuk penyembuhan penyakit covid-19.
Vidjongtius pun mengatakan, penyesuaian harga ini sejalan dengan komitmen Kalbe bersama Amarox untuk mendukung pemerintah mengatasi pandemi Covid-19.
Sementara itu, Country Manager PT Amarox Global Pharma Sandeep Sur, mengatakan, pihaknya menyadari besarnya dampak pandemi ini. Oleh karena itu pihaknya memberikan dukungan dalam menangani Covid-19 ini.
Penguatan harga emas yang terus terjadi sejak merebaknya Covid-19 diproyeksi masih akan terus berlanjut selama beberapa bulan ke depan, seiring dengan penurunan imbal hasil obligasi, kurs dolar AS, dan potensi resesi.
Chief Investment Officer DBS, Hou Wey Fook mengatakan, meskipun vaksin Covid-19 tidak lama lagi akan segera ditemukan dan didistribusikan, investasi di instrumen berisiko rendah seperti emas masih menjanjikan. "Emas masih terus bergerak menguat, perkiraan 12 bulan berada pada 2,300 dollar AS per ons," ujarnya dalam keterangan tertulis, dikutip Kompas.com, Minggu (4/10/2020).
Menurut dia, harga emas akan didorong oleh tiga sentimen utama yaitu pelemahan imbal hasil obligasi, kurs dolar AS dan potensi resesi yang terjadi di berbagai negara dunia.
Emas sebagai diversifikasi risiko telah terbukti sebagai pelindung nilai efektif, mengungguli sebagian besar mata uang termasuk dolar. Oleh karena itu, Wey menyarankan kepada para investor untuk melakukan diversifikasi investasi. Emas masih bisa menjadi opsi utama untuk mencari keuntungan.
Alasan lain untuk mempertimbangkan investasi di aset berisiko rendah (safe havens), seperti emas, karena telah berkinerja baik dalam kondisi inflasi. Lebih lanjut Wey menjelaskan, satu-satunya momen harga emas sempat anjlok cukup dalam terjadi pada tahun 1980-an.
Pada saat itu, penurunan harga emas terjadi dipicu oleh inflasi, harga minyak tinggi, dan suku bunga acuan yang terus ditingkatkan. Namun, Wey meyakini hal serupa belum akan terjadi dalam waktu dekat.
'Perang' terjadi antara Arab Saudi dan Turki. Namun, bukan konfrontasi militer bersenjata, melainkan perdagangan.
Ketegangan politik kedua negara sepertinya akan meluas ke perdagangan. Arab Saudi menyerukan boikot terhadap semua produk Turki, mulai dari impor, investasi hingga pariwisata.
"Boikot semua dari Turki, baik dari level impor, investasi dan pariwisata. Ini adalah tanggung jawab semua orang Saudi (untuk memboikot)," Kepala Kamar Dagang Arab Saudi Al Ajan dikutip CNBC Indonesia dari Gulf News, Senin (5/10/2020).
Seruan boikot muncul setelah Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan beberapa negara Teluk menargetkan Turki dan menerapkan kebijakan yang membuat kawasan tidak stabil.
"Namun, kita akan terus mengibarkan bendera kami di wilayah ini selamanya, dengan izin Allah," kata Erdogan kepada Majelis Umum Turki pekan lalu.
Jika arahan itu diikuti, menurut Al Arabiya, ini akan mempengaruhi ribuan eksportir Turki. Apalagi pada saat ekonomi Turki sedang goyah.
Arab Saudi adalah pasar ekspor ke-15 negara itu. Negara Raja Salman itu juga titik transit untuk barang-barang Turki.
* * *