Bareksa.com - Berikut sejumlah berita dan informasi terkait ekonomi, investasi dan perkembangan pasar modal yang disarikan dari berbagai media dan keterbukaan informasi, Selasa 22 September 2020.
Pilkada Tidak Ditunda
Pemerintah dan Komisi II DPR menyepakati pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 sesuai jadwal 9 Desember 2020 dengan pengaturan tahapan Pilkada dengan ketat mengingat dilakukan di tengah pandemi virus corona (Covid-19). Oleh karena itu, diperlukan aturan baru yang mengatur hal tersebut.
"Apakah dilakukan dengan Perppu atau revisi PKPU kami sepakat melalui revisi PKPU," ujar Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dikutip Kontan.co.id, Senin (21/9).
Nantinya revisi tersebut akan mengatur teknis mengenai pelaksanaan Pilkada. Sehingga aturan mengenai pencegahan kerumunan dapat masuk dalam PKPU tersebut.
Namun, aturan tersebut perlu dengan cepat diterbitkan. Mengingat salah satu tahapan yang berpotensi muncul kerumunan yakni pengumuman penetapan calon akan dilakukan Rabu (23/9) besok.
"Saat ini yang dibutuhkan adalah kecepatan, kecepatan untuk membuat revisi tersebut secepat mungkin," terang Tito.
Meski begitu, terdapat aturan terkait Pilkada yang tak bisa diubah dalam PKPU. Salah satunya mengenai waktu pemungutan suara yang tak bisa diperpanjang dikhawatirkan menimbulkan kerumunan.
Masalah tersebut disampaikan Tito dapat diatasi dengan cara lain. Antara lain adalah menambah jumlah bilik suara hingga menambah Tempang Pemungutan Suara (TPS). "Masih ada waktu sampai 9 Desember untuk negosiasi anggaran," jelas Tito.
Perbankan Syariah
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut perkembangan industri perbankan syariah semakin cepat. Hal ini dibuktikan dengan semakin banyaknya jumlah lembaga keuangan syariah.
Menurut catatan OJK di sektor perbankan saat ini sudah terdapat 14 bank umum syariah (BUS), 20 unit usaha syariah (UUS) dan 162 Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Selain itu, aset keuangan syariah di Tanah Air juga terus tumbuh.
Per Juli 2020 nilai aset keuangan syariah sudah mencapai Rp 1.639,08 triliun, naik sebesar 20,61 persen secara year on year (yoy) dengan market share 9,68 persen.
"Hal ini menunjukkan bahwa keuangan syariah memiliki daya tahan dan semangat yang tinggi untuk dapat bertahan," ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, dikutip Kontan.co.id Senin (21/9).
Wimboh menambahkan, dalam masa pandemi ini bisa menjadi momentum bagi kebangkitan ekonomi dan keuangan syariah untuk dapat mengambil peran lebih besar dalam proses pemulihan ekonomi nasional.
Asing di Pasar Obligasi Negara
Kepemilikan investor asing di Surat Berharga Negara (SBN) pada tenor pendek meningkat. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (DJPPR), kepemilikan asing di SBN tenor di bawah 1 tahun meningkat jadi 6,8 persen per 9 September. Porsi tersebut jadi yang paling tinggi selama lima tahun terakhir.
Analis Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) Roby Rushandie mengatakan permintaan pada tenor pendek meningkat karena ketidakpastian pasar keuangan masih tinggi di tengah pandemi. Tenor pendek investor buru karena memiliki keuntungan, yaitu dapat lebih mudah dilikuidasi. "Tenor pendek lebih cepat jatuh temponya jadi lebih cepat cair," seperti dikutip Kontan.co.id.
Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Indonesia Ramdhan Ario Maruto memproyeksikan selama ketidakpastian pasar keuangan akibat pandemi masih terjadi, maka tren minat pada tenor pendek akan terus meningkat.
Di satu sisi, kepemilikan asing di tenor panjang atau di atas 10 tahun justru meningkat dari 34,8 persen di akhir tahun lalu menjadi 37,5 persen per 9 September. Roby mengamati tenor panjang kerap dijadikan alternatif bagi investor dalam mempertahankan yield yang diperoleh sebelum adanya pandemi. Untuk sebagian investor saat ini tengah mengalami risiko reinvestasi, yaitu sulit mendapatkan instrumen dengan yield tinggi di tengah tren penurunan yield akibat aksi quantitative easing bank sentral.
Roby mengatakan bagi investor yang melakukan jual beli SBN secara aktif (trading) maka mereka cenderung memilih tenor pendek. Sedangkan, bagi investor yang tujuannya investasi jangka panjang maka mereka tetap masuk ke tenor panjang didukung yield yang lebih tinggi.
Ramdhan mengatakan investor domestik seperti dana pensiun dan asuransi juga gemar memburu SBN bertenor panjang untuk mengejar yield tinggi.
Secara umum, Ramdhan memproyeksikan yield Surat Utang Negara (SUN) tenor acuan masih berpotensi turun ke 6,7 persen di akhir tahun. Ramdhan yakin karena potensi asing untuk kembali masuk ke pasar obligasi dalam negeri masih terbuka.
Jika asing kembali masuk maka yield bisa menurun dan capital gain tenor panjang tentunya akan lebih tinggi dari tenor pendek. Namun, kembali lagi, volatilitas yang meningkat membuat likuiditas pasar lebih banyak masuk ke tenor pendek.
FinCEN Files
Bocoran laporan yang dirilis Financial Crimes Enforcement Network (FinCEN) menyebutkan ada 20 bank di Indonesia yang diduga menjadi tempat lalu lalang transaksi mencurigakan.
FinCEN sendiri merupakan lembaga intelijen keuangan di bawah Departemen Keuangan Amerika Serikat. FinCEN Files ini mencatat bagaimana bank-bank dunia diduga meloloskan triliunan dolar Amerika transaksi mencurigakan.
Dilansir Tempo.co pada Senin (21/9/2020), dalam dokumen FinCEN tercatat ada 20 bank di Indonesia, baik swasta maupun milik pemerintah, yang diduga menjadi tempat lalu lalang 496 transaksi mencurigakan sejak 22 Desember 2008 hingga 3 Juli 2017.
Total nilai transaksi janggal di perbankan nasional itu mencapai US$504,6 juta atau setara Rp7,5 triliun—dengan kurs Rp 14.800 per dolar Amerika. Lebih dari separuhnya berupa duit yang ditransfer dari bank-bank dalam negeri.
Salah satu bank pelat merah, misalnya, tercatat menjadi sarana lalu lintas 111 transaksi mencurigakan bersama sejumlah bank asing. Total pengiriman dana dari bank ini yang diidentifikasi FinCEN sebagai transaksi mencurigakan mencapai US$ 250,39 juta atau senilai Rp3,7 triliun.
Sebaliknya, bank juga terekam menerima transaksi mencurigakan sebesar US$42,34 juta atau sekitar Rp626 miliar.