Bareksa.com - Pemerintah, Bank Indonesia (BI), OJK dan LPS mengumumkan kondisi stabilitas sistem keuangan tetap terjaga, meskipun potensi risiko dari makin meluasnya dampak penyebaran COVID-19 terhadap stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan perlu terus diantisipasi.
Dari awal tahun, kondisi sektor keuangan Indonesia yang sempat memburuk yang tercermin dalam penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), fluktuasi nilai tukar rupiah dan tingkat imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN), serta keluarnya arus modal asing, turut berpengaruh pada perekonomian secara umum.
Ke depan, sejalan dengan masih akan melemahnya perekonomian domestik, tekanan terhadap stabilitas sistem keuangan diperkirakan meningkat terutama bersumber dari memburuknya kinerja dunia usaha yang berdampak pada kualitas debitur.
"Dengan potensi risiko ini, pemerintah, BI, OJK, dan LPS terus melakukan langkah-langkah menjaga terpeliharanya stabilitas sistem keuangan dan pemulihan ekonomi," demikian tulis Kementerian Keuangan dalam keterangannya (18/5/2020).
Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)
Menyusul diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 (PP 23/2020) mengenai pelaksanaan program PEN, saat ini pemerintah tengah menyusun desain program pemulihan ekonomi nasional melalui modalitas yang diatur dalam PP 23/2020.
Program PEN diharapkan dapat membantu dunia usaha termasuk usaha kecil, mikro dan menengah (UMKM) dan usaha ultra mikro, serta sektor usaha strategis bagi perekonomian termasuk BUMN.
Berdasarkan PP 23/2020, program PEN dapat dilakukan melalui mekanisme penempatan dana, penjaminan, Penyertaan Modal Negara (PMN), dan investasi pemerintah. Selain itu, pemerintah juga dapat melakukan pemulihan ekonomi nasional melalui belanja negara pada tahap awal pelaksanaan program PEN.
Saat ini Pemerintah telah merampungkan desain dua program. Pertama, pemerintah akan memberikan fasilitas subsidi bunga kepada debitur perbankan, bank perkreditan/pembiayaan rakyat, dan perusahaan pembiayaan, juga kepada debitur kredit usaha rakyat (KUR), koperasi, dan lembaga penyalur kredit lainnya.
Kedua, pemerintah juga telah menyiapkan program pemberian dukungan restrukturisasi melalui penempatan dana pada perbankan yang telah melakukan restrukturisasi kredit dan memberikan tambahan modal kerja kepada debiturnya.
Subsidi Bunga
Untuk mendukung usaha ultra mikro dan UMKM, pemerintah mendukung penundaan pembayaran kredit dan menganggarkan subsidi bunga Rp34,15 triliun yang akan menjangkau 60,66 juta rekening.
Kebijakan subsidi bunga ini merupakan bantuan keringanan kepada ultra mikro dan UMKM yang memiliki pinjaman di lembaga keuangan, agar dapat bertahan meski peredaran usahanya menurun signifikan.
Subsidi bunga melalui lembaga keuangan (perbankan, perusahaan pembiayaan, lembaga penyalur kredit program pemerintah yang ada di BUMN, BLU, dan/atau koperasi) diberikan kepada debitur ultra mikro dan UMKM yang memenuhi kriteria, yaitu :
(i) memiliki plafon pinjaman paling tinggi Rp10 miliar.
(ii) tidak masuk Daftar Hitam Nasional pinjaman.
(iii) kualitas kredit sebelum Covid-19 (29 Februari 2020) kolektibiltas 1 dan kolektibilitas 2.
(iv) memiliki NPWP atau mendaftar NPWP.
(v) melakukan restrukturisasi, khususnya untuk debitur dengan pinjaman di atas Rp500 juta sampai dengan Rp10 miliar.
Subsidi diberikan selama 6 bulan, dengan tarif 6 persen untuk 3 bulan pertama dan 3 persen untuk bulan kedua. Sementara untuk debitur dengan pinjaman kredit Rp500 juta sampai Rp10 miliar diberikan subsidi bunga 3 persen untuk 3 bulan pertama dan 2 persen untuk 3 bulan kedua.
Sedangkan bagi debitur yang termasuk dalam program kredit pemerintah diberikan subsidi bunga 6 persen untuk 6 bulan.
Penempatan Dana
Selain memberikan subsidi bunga untuk mendukung perbankan dan lembaga pembiayaan yang melaksanakan restrukturisasi kredit UMKM dan menyalurkan tambahan kredit modal kerja baru, pemerintah juga akan melakukan penempatan dana di perbankan. Bank peserta maupun bank pelaksana merupakan bank yang sehat berdasarkan penilaian OJK.
Untuk mengajukan penempatan dana, bank pelaksana menyampaikan proposal penempatan dana kepada bank peserta berdasarkan restrukturisasi yang dilakukan, jumlah dana yang dibutuhkan, tenor, kondisi likuiditas dan posisi kepemilikan surat berharga. Manajemen dan pemegang saham pengendali memberi jaminan tentang kebenaran/akurasi dari proposal penempatan dana.
Bank peserta melakukan penelitian terhadap proposal bank pelaksana, dan dapat menggunakan Special Purpose Vehicle (SPV) untuk melakukan penelitian tersebut, termasuk verifikasi jaminan, administrasi jaminan, penagihan dan collection dalam hal terjadi kredit macet.
Berdasarkan penelitan proposal tersebut apabila disetujui, bank peserta mengajukan penempatan dana kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Kemenkeu meminta hasil penelitian OJK mengenai status kesehatan bank pelaksana, jumlah surat berharga yang belum direpokan dan data restrukturisasi bank pelaksana yang telah dilakukan.
Kemenkeu menempatkan dana kepada bank peserta berdasarkan hasil penelitian OJK dan proposal dari bank peserta yang memenuhi persyaratan dalam PP 23/2020 Pasal 11 (4).
Kemudian bank peserta atau SPV yang ditunjuk oleh bank peserta melakukan penyaluran dana kepada bank pelaksana sesuai dengan proposal yang disetujui. Bank pelaksana menggunakan dana dari bank peserta untuk menunjang kebutuhan restrukturisasi kredit/pembiayaan dan pemberian modal kerja. LPS menjamin dana pemerintah yang ditempatkan di bank peserta.
Dalam hal bank pelaksana tidak dapat memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo, BI dapat mendebit rekening giro bank pelaksana untuk pembayaran kembali kepada bank peserta.
"BPKP, OJK dan LPS melakukan pengawasan terhadap bank peserta dan bank pelaksana. Pemerintah pada saat ini sedang menyusun detil program PEN dan peraturan-peraturan teknis terkait sesuai dengan ketentuan PP 23/2020," ungkap Kemenkeu.
(*)