Tips Manfaatkan Momentum Pandemi untuk Investasi ala Sucor AM

Bareksa • 24 Apr 2020

an image
Petugas kebersihan melintas di depan layar yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang merah melemah di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (19/3/2020). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

Investor sebenarnya tidak perlu khawatir bila berinvestasi jangka panjang

Bareksa.com - Sudah lebih dari sebulan berjalan, wabah virus corona Covid-19 ditetapkan sebagai pandemi oleh World Health Organization. Status yang menghantam sektor kesehatan masyarakat sekaligus ekonomi ini memang terlihat menyeramkan, tetapi bisa menjadi peluang untuk berinvestasi.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), yang menjadi acuan pasar modal Indonesia, masih dalam tren melemah. Sejak awal tahun hingga 23 April 2020, IHSG turun 27,08 persen dengan kapitalisasi pasar tinggal Rp5.311 triliun atau menyusut 27 persen dari akhir 2019.

Kinerja pasar modal yang tertekan ini juga menyeret performa investasi berbasis saham, seperti reksadana saham. Indeks Reksadana Saham Bareksa juga turun 27,68 persen secara year to date hingga 23 April 2020.

Toufan Yamin, Investment Specialist Sucor Asset Management, menilai bahwa kondisi ini banyak membuat investor panik, terutama mereka yang terbilang baru mengenal pasar modal. Namun, kondisi krisis seperti ini pernah terjadi sebelumnya dan ekonomi masih bisa kembali pulih.

"Investor sebenarnya tidak perlu khawatir. Bila berinvestasi jangka panjang, kondisi ini akan pulih kembali," ujarnya dalam video conference dengan Bareksa, 21 April 2020.

Sebagai contoh, secara historis, dulu IHSG juga pernah tertekan krisis keuangan global pada 2008. Krisis tersebut dipicu oleh kejatuhan pasar subprime mortgage, yakni KPR dengan debitur peringkat buruk yang mengalami gagal bayar, di Amerika Serikat dan kemudian menular ke perbankan di seluruh dunia hingga menjadi perlambatan ekonomi global.

Pada tahun 2008, IHSG turun sebesar 50,64 persen. Namun, setahun sesudahnya, IHSG bisa menguat hingga 86,98 persen. Kemudian, pada 2010, pertumbuhan IHSG mencapai 46,13 persen dan bisa melampaui level lebih tinggi daripada sebelum krisis.

Grafik Return IHSG Pada 2008-2010

Sumber: Bareksa.com

Toufan memandang bahwa IHSG saat ini secara valuasi sudah murah, bahkan mendekati level pada 2008. Hal ini bisa dilihat dari price to earning ratio (P/E Ratio) dan price to book value (P/BV).

Menurutnya, secara umum IHSG sudah murah dengan P/E di kisaran 11 kali, di bawah rata-rata 20 tahun. Kemudian, nilai buku (P/BV) juga sudah mendekati level pada 2008 di kisaran 1,3 kali.

"Sekarang market sudah murah, banyak pilihan antara saham, obligasi atau reksadana. Semua harganya sudah turun 30-40 persen, itu menarik. Akan tetapi, kita harus cermat, taktis dan konsisten dengan pilihan investasi baik itu di saham, obligasi atau reksadana untuk melewati pandemi," lanjutnya.

Dia pun membagi tiga tips utama bagi investor, khususnya generasi muda, agar dapat memanfaatkan momentum ini untuk berinvestasi. Berikut ulasannya.

1. Cashflow

Sebelum berinvestasi, di saat darurat seperti ini kita harus melihat kondisi keuangan kita. Ada kemungkinan kondisi sekarang membuat penerimaan (cashflow) turun sehingga mengganggu keuangan.

"Jangan buru-buru. Perhatikan cashflow buat investasi, setelah biaya pokok bulanan terpenuhi. Tidak usah dipaksakan dulu," katanya.

Akan tetapi, mereka yang sudah memiliki dana darurat dan punya dana lebih bisa mengalokasikannya untuk menambah porsi investasi. Sebaiknya, menambah porsi investasi ini tidak sekaligus, tetapi bertahap dan menjadi rutin sesuai penerimaan bulanan.

2. Kualitas

Memang kita melihat valuasi pasar sedang murah, tetapi kita tidak boleh mengabaikan kualitas. Contohnya, untuk saham, pilih yang masuk dalam kategori blue chip dengan kapitalisasi pasar yang besar (big caps).

Untuk reksadana saham, pemilihan saham dalam portofolio juga sebaiknya masuk dalam kategori blue chip dan big caps. Selain itu, dari sisi kinerja juga harus konsisten bila dibandingkan dengan indeks acuan atau benchmarknya.

"Lihat kinerja historis, kalau produk itu konsisten terhadap pergerakan indeks, berarti cukup aman," kata Toufan.

Untuk reksadana pendapatan tetap yang berbasis obligasi, pilih yang memiliki portofolio banyak di surat utang negara (SUN) karena risikonya rendah. Kemudian, pilih tenor yang tidak terlalu panjang, seperti FR dengan tenor 10 tahun.

Obligasi Negara Ritel Indonesia (ORI) juga bisa jadi pilihan. Obligasi khusus investor ritel ini dari segi imbal hasil cukup menarik dan risikonya kecil, serta jangka waktunya 3 tahun, tidak terlalu panjang.

3. Jangka Waktu

Taufan mengingatkan bahwa kondisi pandemi ini tidak bisa diprediksi kapan akan berakhirnya. Oleh sebab itu, lebih baik siapkan waktu dan mental seperti layaknya investor yang menunggu jangka panjang.

"Siap-siap hold (tahan) 1-2 tahun karena kita enggak tahu pandemi akan mereda dalam 1-2 tahun," katanya.

Namun, untuk jangka pendek, reksadana pasar uang bisa menjadi pilihan menarik. Sebab, sifatnya mirip dengan deposito bank dengan return yang potensinya lebih tinggi, dan bisa ditarik sewaktu-waktu.

Selain itu, profil risiko investor juga perlu diperhatikan untuk kenyamanan investasi. Bagi yang masih pemula disarankan untuk memilih reksadana dengan risiko rendah seperti reksadana pasar uang. Kemudian, bila sudah memahami investasi bisa pilih yang risikonya lebih tinggi seperti reksadana saham.

Sebagai informasi, reksadana adalah kumpulan dana investor yang dikelola oleh manajer investasi untuk dimasukkan ke dalam aset-aset keuangan. Adapun reksadana saham mayoritas portofolionya adalah saham, yang berisiko fluktuatif dalam jangka pendek tetapi berpotensi imbal hasil tinggi dalam jangka panjang.

***

Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?

- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa Fund Academy. GRATIS

DISCLAIMER

Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.