Bareksa.com - Dua lembaga pemeringkat internasional, yakni Fitch Ratings dan Moody's Investors Service (Moody's) merilis peringkat peringkat kredit (credit rating) atas surat utang yang akan diterbitkan pemerintah Indonesia dalam dolar Amerika Serikat (AS).
Kedua lembaga pemeringkat tersebut menyebutkan hal yang sama mengenai alasan dari rencana pemerintah menerbitkan surat utang dimaksud, yakni untuk membantu penanganan dan mengatasi dampak pandemi COVID-19 atau virus corona.
Fitch Ratings
Fitch Ratings menetapkan peringkat kredit (credit rating) atas obligasi dolar Amerika Serikat (AS) yang diterbitkan Indonesia pada peringkat BBB (EXP). Keterangan tertulis Fitch Ratings yang diterima Bareksa, Selasa (7/4/2020) menyebutkan rencana penerbitkan obligasi dalam dolar AS, ditujukan untuk membiayai keperluan anggaran umum termasuk mendanai sebagian upaya penanganan dan pemulihan karena dampak corona virus.
Pemberian peringkat di atas, diharapkan sejalan dengan Indonesia's Long Term Foreign Currency Issuer Default Rating (IDR) dari BBB dengan outlook stabil. Fitch menegaskan IDR jangka panjang mata uang asing dan lokal Indonesia, sebelumnya pada 24 Januari 2020.
Disebutkan, faktor-faktor yang dapat secara individu atau kolektif mengarah ke tindakan atau peningkatan positif peringkat, antara lain:
- Pengurangan kerentanan eksternal, misalnya, melalui peningkatan berkelanjutan dalam cadangan devisa, mengurangi ketergantungan pada aliran portofolio atau paparan yang lebih rendah terhadap volatilitas harga komoditas.
- Peningkatan rasio pendapatan pemerintah, misalnya dari kepatuhan pajak yang lebih baik atau basis pajak yang lebih luas, yang akan memperkuat fleksibilitas keuangan publik.
- Perbaikan berkelanjutan indikator struktural, seperti standar tata kelola, lebih dekat sejalan dengan orang-orang dari rekan-rekan kategori BBB.
Di sisi lain faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penurunan peringkat disebutkan antara lain :
- Penurunan buffer cadangan devisa yang berkelanjutan, akibat guncangan eksternal yang tajam terhadap kepercayaan investor.
- Peningkatan cepat dalam keseluruhan beban utang publik, misalnya akibat defisit anggaran jauh melebihi batas tertinggi 3 persen saat ini atau akumulasi utang entitas publik.
- Melemahnya kerangka kebijakan yang dapat merusak stabilitas ekonomi makro.
Moody's
Sementara itu seperti dikutip CNBC Indonesia, Moody's menetapkan peringkat utang Baa2, atau layak investasi (investment grade), bagi Surat Utang Negara (SUN) yang bakal diterbitkan di luar negeri untuk membantu mengatasi dampak krisis COVID-19.
Dalam rilis hari ini, Moody's menyebutkan bahwa SUN tersebut akan diterbitkan dalam mata uang dolar AS dengan masa jatuh tempo (tenor) selama 10 tahun hingga 50 tahun. Outlook surat utang tersebut diganjar dengan predikat stabil untuk jangka panjang.
Penerbitan akan dilakukan sebagai bagian dari emisi surat utang berkelanjutan (shelf registered bond) senilai total US$10 miliar (Rp160 triliun). Skema ini memungkinkan penerbitan obligasi beruntun dengan sekali pendaftaran.
"Menurut syarat dan ketentuan yang diperoleh Moody's, surat utang itu akan diterbitkan lewat program surat utang berkelanjutan yang sudah ada di otoritas bursa AS, yang mencakup kewajiban langsung, tanpa syarat maupun non-subordinasi dari pemerintah Indonesia selaku penerbit," tulis Moody's dalam keterangan resminya Selasa (7/4/2020).
Disampaikan, obligasi tersebut memiliki rating yang bersifat pro rata dengan surat utang berdenominasi asing milik pemerintah Indonesia yang sudah maupun yang akan diterbitkan. "Hasil emisi obligasi itu ditujukan sebagai pembiayaan belanja pemerintah secara umum termasuk di antaranya untuk membantu mengendalikan dampak krisis COVID-19 dan pemulihan perekonomian," lanjut Moody's.
Menkeu
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan surat utang yang diterbitkan terkait pandemi virus corona, ada tiga jenis dengan tenor terpanjang mencapai 50 tahun. Adapun nilainya mencapai US$4,3 miliar atau Rp 61,92 triliun (kurs asumsi makro APBN 2020 yakni Rp 14.400 per dolar AS).
"Ini adalah penerbitan terbesar dalam US bond dalam sejarah RI. Dan Indonesia juga jadi negara pertama yang menerbitkan sovereign bond sejak pandemi covid-19 terjadi," kata Sri Mulyani seperti dikutip CNBC Indonesia, Selasa (7/4/2020).
Penerbitan tenor 50 tahun, kata Sri Mulyani menjadi yang pertama kali juga di Indonesia dengan tenor terpanjang. Menurut Sri Mulyani cukup baik. "Ini menunjukkan kepercayaan investor dari pengelolaan keuangan negara. Kita memanfaatkan 50 tahun dari preferensi tenor bond jangka panjang cukup kuat," katanya.
Ketiga global bond berdenominasi dolar AS terbagi dalam tiga tenor yang berbeda. Pertama, Global Bond USD bertenor 10,5 tahun dengan total US$1,65 miliar dan kelebihan permintaan (oversubscribed) 2 kali atau US$3,53 miliar. Surat utang ini jatuh tempo 15 Oktober 2030, dan memiliki kupon 3,85 persen yang dibayarkan dua kali dalam setahun (semi annually).
Kedua, Global Bond USD bertenor 30,5 tahun dengan total US$1,65 miliar yang oversubscribed hingga US$3,33 miliar dan jatuh tempo pada 15 Oktober 2050. Surat utang ini memiliki kupon 4,25 persen yang dibayarkan dua kali dalam setahun.
Ketiga, Global Bond USD bertenor 50 tahun dengan nilai penerbitan US$1 miliar, dan oversubscribed 2,5 kali atau US$2,59 miliar. Surat utang ini jatuh tempo 15 April 2070, dengan kupon yang ditawarkan 4,45 persen yang dibayarkan dua kali dalam setahun.
Global Bond dimaksud akan tercatat di Singapore Exchange dan Frankfurt Stock Exchange, dengan rating Baa2 dari Moody's, BBB dari S&P, dan BBB dari Fitch. Sementara untuk Joint Lead Manager (JLM) Citigroup Global Market lnc, Deutsche Bank, Goldman Sachs, Standard Chartered Bank, The Hongkong and Shanghai Banking Corporation Limited, serta Co-manager Danareksa Sekuritas dan Trimegah Sekuritas. (hm)
***
Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa Fund Academy. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.