Bareksa.com – Wabah Covid-19 yang bermula dari kota Wuhan, Tiongkok, telah memengaruhi berbagai lini sektor perekonomian dunia. Pandemik Covid-19, seperti yang telah ditetapkan oleh PBB pada bulan Maret ini, menyebar secara cepat ke seluruh dunia sehingga bukan hanya sektor transportasi serta sektor pariwisata saja yang terpengaruh melainkan merambat ke beberapa sektor lainnya seperti perdagangan, kesehatan dan lainnya.
Kebijakan “lockdown” diambil oleh berbagai negara untuk mencegah penyebaran lebih lanjut Covid-19, sehingga kegiatan pekonomian terhambat dan memberi tekanan pada pertumbuhan ekonomi dunia ke depan termasuk pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Pemerintah mendorong Kementerian dan Lembaga (K/L) serta Pemerintah Daerah (Pemda) untuk dapat mengakselerasi belanja terutama pada jadwal Kuartal I 2020. Hal ini dilakukan untuk mengurangi tekanan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia akibat pandemik Covid-19, serta penurunan harga-harga komoditas. Pemerintah juga melakukan re-focusing penganggaran dan meluncurkan paket stimulus fiskal jilid I dan jilid II yang diharapkan mendukung bergeraknya sektor riil.
“Saya telah berkoordinasi dengan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan HAM, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, dan Menteri Kesehatan, untuk menggoordinasikan langkah-langkah di pusat dan daerah. Salah satunya, nanti akan dibuat Keputuran Presiden, karena seluruh K/L dan Pemda fokus menangani Covid-19 dan di dalam APBD maupun anggaran K/L selama ini tidak ada pos untuk Covid-19, maka akan dilakukan perubahan realokasi di anggaran K/L dan daerah,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat Konferensi Pers APBN KiTa Bulan Maret 2020 (18/3/2020).
Menurut Sri Mulyani, secara umum prioritas utama pemerintah saat ini adalah dukungan untuk sektor kesehatan, penguatan jaring pengaman sosial dan penyelamatan sektor dunia usaha.
Tekanan Pada Penerimaan Negara
Pada Februari 2020, kata Sri Mulyani, penerimaan negara telah menunjukkan perbaikan dari Januari 2020. Realisasi pendapatan negara dan hibah per akhir Februari 2020 telah mencapai Rp216,61 triliun atau 9,7 persen dari target APBN 2020.
Realisasi tersebut didukung oleh penerimaan perpajakan yang tercatat tumbuh positif yaitu mengalami pertumbuhan 0,3 persen. Dengan kondisi itu, sampai akhir Februari 2020 realisasi penerimaan perpajakan tercatat Rp177,96 triliun atau telah mencapai 9,54 persen dari target yang ditetapkan dalam APBN, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) mencapai Rp38,62 triliun (10,52 persen dari target), dan hibah Rp0,03 triliun (5,73 persen dari target).
Pertumbuhan penerimaan pajak didorong oleh pertumbuhan dari penerimaan pajak bumi dan bangunan (PBB) dan pajak lainnya, yang masing-masing tumbuh 95 persen (YoY) dan 5,67 persen (YoY). Untuk PPh Nonmigas, capaian realisasi penerimaannya masih ditopang oleh penerimaan dari PPh 21 yang tumbuh 10,08 persen, PPh 25/29 badan, dan PPh final.
Sri Mulyani mengatakan capaian realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai mencapai 11,22 persen dari target pada APBN 2020 dan mampu tumbuh 51,52 persen (YoY). Secara nominal realisasi penerimaan tersebut ditopang oleh penerimaan dari cukai dan bea masuk (BM). Pertumbuhan penerimaan kepabeanan dan cukai utamanya masih berasal dari pertumbuhan penerimaan cukai yang tercatat 89,2 persen (YoY).
Realisasi PNBP sampai dengan akhir Februari 2020 mencapai Rp38,62 triliun atau 10,52 persen terhadap target dalam APBN 2020. Pencapaian realisasi PNBP tersebut terutama didominasi oleh realisasi PNBP SDA dan PNBP Lainnya, dimana masing-masing Rp20,92 triliun dan Rp15,98 triliun. Realisasi PNBP SDA migas Indonesian Crude Price (ICP) periode Januari-Februari 2020 yang tercatat US$61 per barel atau lebih tinggi US$2,07 per barel dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya US$58,93 per barel.
Peningkatan Belanja Produktif
Sri Mulyani menjelaskan realisasi belanja negara sampai dengan akhir Februari 2020 mencapai Rp279,41 triliun (11 persen dari pagu APBN 2020), secara nominal meningkat 2,79 persen (YoY) dari periode yang sama dibanding tahun sebelumnya. Realisasi belanja negara tersebut meliputi realisasi belanja pemerintah pusat Rp161,73 triliun (9,61 persen dari pagu APBN) dan realisasi transfer ke daerah dan dana desa Rp117,68 triliun (13,73 persen dari pagu APBN).
Secara nominal, realisasi belanja pemerintah pusat sampai dengan Februari 2020 tumbuh 11,01 persen (YoY) dari tahun sebelumnya. Meningkatnya kinerja realisasi belanja pemerintah pusat tersebut utamanya dipengaruhi realisasi belanja modal yang mengalami peningkatan 51,3 persen (YoY) dan bantuan sosial yang mengalami peningkatan 35,21 persen (YoY) jika dibandingkan tahun sebelumnya.
"Pemerintah juga secara konsisten terus melakukan pengelolaan belanja subsidi yang sangat penting dalam upaya menjaga daya beli masyarakat, dengan tetap memperhatikan realisasi asumsi ekonomi makro APBN dan kesinambungan pengelolaan keuangan negara," Sri Mulyani menambahkan.
Untuk realisasi transfer ke daerah dan dana desa (TKDD), kata dia, terdapat perbaikan realisasi penyaluran dana desa sebagai akibat kebijakan redesain penyaluran dana desa. Realisasi TKDD sampai dengan Februari 2020 mencapai Rp117,68 triliun atau 13,73 persen dari pagu APBN 2020, yang meliputi transfer ke daerah (TKD) Rp116,02 triliun (14,78 persen) dan dana desa Rp1,66 triliun (2,31 persen).
Stimulus Fiskal Untuk Menangkal Dampak Virus Covid-19
Dalam menghadapi dampak yang ditimbulkan dari pandemik Covid-19, menurut Sri Mulyani, pemerintah mengambil langkah-langkah melalui re-focusing penganggaran untuk sektor kesehatan dan bantuan sosial. Tindak lanjut re-focusing yaitu realokasi anggaran Kementerian/Lembaga Rp5-10 triliun.
Pemerintah akan lebih fokus kepada kegiatan prioritas. Untuk belanja barang yang tidak mendesak, direkomendasikan untuk direalokasi seperti perjalanan dinas dalam/luar negeri, pertemuan dan penyelenggaraan acara. Realokasi juga berlaku bagi belanja modal untuk kegiatan yang bukan prioritas dan belum ada perikatan dengan status masih diblokir, masih dalam proses tender dan sisa lelang.
"Selain itu langkah-langkah yang disiapkan lainnya adalah percepatan waktu revisi, penyampaian surat dan data dukung secara online (tidak secara fisik) serta penalaahan revisi yang juga dilakukan secara online," kata Sri Mulyani.
Pemerintah juga mengeluarkan kebijakan terkait transfer ke daerah (TKD) dalam rangka penanggulangan Covid-19 dengan estimasi anggaran mencapai Rp17,17 triliun. Kebijakan TKD yang pertama terkait dengan dirilisnya PMK No. 19/PMK.07/2020 berkenaan dengan Penyaluran dan Penggunaan Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Insentif Daerah TA 2020 dalam rangka Penanggulangan Corona Virus Disease (COVID-19) dengan perkiraan anggaran Rp8,6 triliun.
Selanjutnya kebijakan TKD yang kedua berkenaan dengan rilis KMK No. 6/KMK.7/2020 terkait dengan Penyaluran DAK Fisik Bidang Kesehatan dan Dana BOK dalam rangka Pencegahan dan/atau Penanganan Corona Virus Disease (COVID-19) dengan estimasi anggaran Rp8,5 triliun.
Pemerintah juga telah meluncurkan stimulus fiskal tahap I Rp8,5 triliun untuk sektor-sektor yang terdampak langsung akibat pandemik Covid-19 yaitu kenaikan indeks manfaat Kartu Sembako Rp50.000 per bulan selama 6 bulan dengan jumlah keseluruhan Rp4,56 triliun. Untuk sektor pariwisata, pemerintah memberikan insentif tiket untuk 10 destinasi wisata dengan jumlah Rp0,4 T, sementara untuk hotel dan restoran, kompensasi yang diberikan berupa kompensasi pajak hotel/restoran Rp3,3 triliun. Selain itu Pemerintah juga memberikan hibah sebesar Rp,0,1 triliun untuk pariwisata.
Pada Maret ini, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan Stimulus fiskal tahap II dalam rangka menjaga daya beli masyarakat dan keberlanjutan dunia usaha selama 6 bulan (bulan April sampai dengan bulan September 2020), yaitu :
a. Relaksasi PPh-21 ditanggung Pemerintah 100 persen atas pekerja dengan penghasilan maksimal Rp200 juta (besaran nilai yang ditanggung adalah Rp8,6 triliun) pada sektor industri pengolahan.
b. Pembebasan PPh-22 Impor pada 19 sektor tertentu, Wajib Pajak (WP) KITE, dan WP KITE IKM dengan perkiraan nilai Rp8,15 triliun.
c. Pengurangan PPh-25 sebesar 30 persen kepada 19 sektor tertentu, WP KITE, dan WP KITE IKM dengan perkiraan nilai Rp4,2 triliun.
d. Restitusi PPN dipercepat bagi 19 sektor tertentu, WP KITE, dan WP KITE IKM dengan perkiraan nilai Rp1,97 triliun. Kebijakan ini dilakukan untuk menjaga likuiditas pelaku usaha.
Selain itu, pemerintah juga mengeluarkan stimulus non-fiskal sebagai dorongan terhadap kegiatan ekspor-impor, antara lain penyederhanaan dan pengurangan jumlah larangan dan pembatasan (Lartas) untuk ekspor dan impor bahan baku, percepatan proses ekspor-impor untuk reputable traders serta peningkatan dan percepatan layanan eskpor-impor dan pengawasan melalui National Logistic Ecosystem (NLE) guna meningkatkan efisiensi logistik nasional.
Sementara itu di sektor keuangan, Sri Mulyani mengungkapkan pemerintah juga mengeluarkan stimulus sebagai kebijakan countercyclical, antar lain bank memberikan stimulus untuk debitur melalui penilaian kualitas kredit berdasarkan ketepatan membayar dan restrukturisasi untuk seluruh kredit tanpa melihat plafon kredit, serta restrukturisasi kredit UMKM dengan kualitas yang dapat langsung menjadi lancar.
(*)