Bareksa.com - Berikut ini adalah intisari perkembangan penting di pasar modal dan aksi korporasi, yang disarikan dari media dan laporan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Kamis, 19 Desember 2019 :
PT Asuransi Jiwasraya (Persero)
Kejaksaan Agung menyatakan terdapat kerugian negara lebih dari Rp13,7 triliun akibat tindak pidana korupsi di tubuh PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Hal tersebut disampaikan oleh Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin dalam konferensi pers perkembangan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi Jiwasraya di Gedung Kejaksaan Agung, dikutip Bisnis Indonesia.
Dia menjabarkan terdapat tindakan yang melanggar prinsip tata kelola, terkait pengelolaan dana yang dihimpun melalui produk asuransi atau saving plan. Pelanggaran tersebut menimbulkan kerugian negara.
"Jiwasraya sampai Agustus 2019 menanggung kerugian negara hingga Rp13,7 triliun, ini baru perkiraan awal. Diduga [nilai aslinya] akan lebih dari itu," ujar Burhanuddin.
Kerugian tersebut muncul akibat penempatan 22,4 persen dari aset finansial atau Rp5,7 triliun pada instrumen saham. Dari portofolio tersebut, 5 persen saham tercatat memiliki kinerja baik dan 95 persen di antaranya memiliki kinerja buruk.
"Lalu, reksadana sebanyak 59,1 persen dari total aset finansial atau Rp14,9 triliun, dari jumlah tersebut 2 persen dikelola oleh manajer investasi yang baik, 98 persen dikelola oleh manajer invesasi dengan kinerja buruk," ujar dia.
E-Proxy
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan, pembahasan rancangan peraturan OJK (RPOJK) yang memanyungi pelaksanaan platform e-proxy dalam rapat umum pemegang saham (RUPS) akan selesai akhir 2019. Jika RPOJK disahkan menjadi peraturan OJK (POJK), maka para pemegang saham perusahaan tercatat dapat mengikuti RUPS tanpa kehadiran fisik.
Pasalnya, platform ini memungkinkan investor untuk memproses pemberian kuasa atau hak suara secara elektronik dalam RUPS. Hal tersebut tertuang dalam rancangan peraturan OJK tentang perubahan kedua atas POJK Nomor 32/POJK.04/2014 tentang rencana penyelenggaraan RUPS.
Dikutip Kontan, Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II OJK Fakhri Hilmi mengatakan, saat ini pihaknya sedang dalam tahap finalisasi untuk menjadikannya POJK.
"Diharapkan tahun ini jadi. Mudah-mudahan dua kali pertemuan lagi kelar," kata dia.
Meskipun begitu, aturan ini tidak akan langsung diterapkan awal 2020, sebab ada masa transisi (grace period) selama enam bulan. Penerapannya akan dilakukan secara beriringan dengan sosialisasi dari PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) ke para emiten. Memang, KSEI ditunjuk sebagai penyedia infrastruktur sistem tersebut.
PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI)
Perseroan bekerjasama dengan perusahaan rintisan atau startup, PT Investree Radhika Jaya (Investree). Pada tahap awal Bank Mandiri menyediakan dana sebesar Rp200 miliar untuk kredit kepada pelaku usaha kecil dan menengah (UKM).
Senior EVP Bisnis & Jaringan Bank Mandiri, Aquarius Rudianto mengatakan kersa sama tersebut untuk memperluas pasar penyaluran kredit usaha kecil dan menengah (UKM). Kolaborasi perbankan dengan perusahaan finansial berbasis teknologi (tekfin) sangat strategis.
“Bank Mandiri akan memanfaatkan sinergi dengan Investree untuk meningkatkan akses pembiayaan kepada para pelaku UMKM yang selama ini belum tersentuh oleh perbankan konvensional, namun memiliki skala usaha yang memadai” kata Aquarius dikutip Bisnis Indonesia.
Co-Founder & CEO Investree Adrian Gunadi, mengatakan, pihaknya sangat optimistis bahwa kerja sama dengan Bank Mandiri akan memberikan banyak manfaat pinjaman produktif bagi para UKM.
“Semoga kerja sama ini menjadi inspirasi tambahan bagi perbankan di Indonesia untuk semakin banyak berkolaborasi dengan industri fintech di Indonesia,” kata Adrian.
PT Akseleran Keuangan Inklusif Indonesia (Akseleran)
Perseroan resmi memperoleh izin usaha final dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai Perusahaan Penyelenggara Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi atau biasa dikenal dengan nama peer to peer (P2P) lending, setelah sebelumnya di tahun 2017 memperoleh status terdaftar dari OJK.
Izin menjalankan usaha sebagai Perusahaan Penyelenggara Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi tersebut tertuang dalam Keputusan OJK dalam surat tanda berizin KEP-122/D.05/2019 pada tanggal 13 Desember 2019.
Ivan Tambunan, CEO & Co-Founder Akseleran, mengatakan peningkatan status terdaftar ke berizin di OJK telah melengkapi izin usaha yang dimiliki oleh Akseleran dari regulator. Dengan telah berizinnya Akseleran, dia menyampaikan, semakin meningkatkan kredibilitas Akseleran dan memperkokoh serta mempercepat laju bisnis Akseleran dalam mendorong pertumbuhan UKM yang bertujuan mewujudkan inklusi keuangan di Tanah Air.
“Kami mengapresiasi seluruh jajaran OJK yang sudah memberikan izin usaha kepada Akseleran. Ini memompa semangat dan komitmen kami untuk terus memperkuat kepercayaan para pemangku kepentingan, khususnya kepada para pemberi pinjaman (Lender) dan penerima pinjaman (Borrower) yang terdaftar di platform Akseleran serta memastikan user experience Akseleran tetap baik dan terpuaskan secara maksimal,” ujar Ivan.
Daftar Positif Investasi
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemko Perekonomian) menargetkan perubahan daftar sektor usaha yang dibolehkan bagi investasi asing atau Daftar Positif Investasi atau Positive Invesment List bisa rampung Januari 2020.
Aturan ini akan merevisi aturan lama yakni Peraturan Presiden (Perpres) No 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal yang saat ini lebih dikenal dengan peraturan Daftar Negatif Investasi alias DNI.
Aturan ini berisi klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia (KBLI) yang menjadi prioritas pemerintah dan terbuka untuk investasi asing. Menteri Perekonomian, Airlangga Hartarto menyebutkan, bidang-bidang usaha yang tidak akan masuk dalam daftar positif nantinya akan dimuat dalam Omnibus Law.
"Rencananya positive invesment list akan (dirilis) di Januari nanti," ujar Airlangga dikutip Kontan.
(AM)