Bareksa.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai ada sekitar 100 juta orang dari golongan yang belum tersentuh atau belum mendapat pelayanan dari bank. Mereka yang terutama berasal dari golongan pekerja informal diharapkan bisa mendapat layanan finansial dari financial technology (fintech) peer-to-peer lending.
Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hendrikus Passagi menjelaskan mereka yang berprofesi sebagai petani, pengrajin, hingga nelayan masih belum bisa tersentuh oleh layanan perbankan (underbanked). Padahal, golongan ini memberikan sekitar 70 persen pendapatan nasional dalam bentuk produk domestik bruto (PDB) dan merupakan 90 persen jumlah tenaga kerja di Indonesia.
Hendrikus menyebut, dari seluruh populasi Indonesia 260 juta jiwa, baru sekitar 15 juta orang yang bisa menikmati layanan perbankan. Ada 100 juta orang Indonesia yang masih membutuhkan layanan keuangan dalam bentuk pinjaman sehingga fintech lending bisa menjadi satu jawaban untuk mereka yang belum tersentuh bank.
Di juga menyebutkan sekitar US$70 miliar (Rp98,7 triliun) pendanaan dibutuhkan. Dari 100 juta orang yang membutuhkan, baru sekitar 50 juta orang yang telah mendapatkan pendanaan dari fintech.
"Mempertimbangkan kebutuhan pembiayaan yang besar dan 100 juta orang masih underbanked, kami mendorong partisipasi dalam fintech lending di Indonesia. Masyarakat bisa menjadi investor saham, atau superlender (pemberi pinjaman)," ujar Hendrikus dalam diskusi panel di Indonesia Fintech Summit & Expo 2019 di Jakarta, 24 September 2019.
Menurut data OJK, saat ini baru 127 fintech lending yang telah beroperasi dan mendapatkan izin resmi dari OJK untuk memberikan pendanaan. Total kapasitas yang dimiliki mereka baru US$3 miliar.
Dampak Fintech Lending
Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) juga mencatat masih banyak masyarakat yang belum terlayani perbankan. Maka dari itu, kehadiran fintech lending diharapkan memberikan dampak yang besar bagi ekonomi Indonesia.
Ketua AFPI Adrian Gunadi menjelaskan menurut riset yang dilakukan bersama dengan INDEF 2019, fintech lending bisa memberikan sumbangsih dalam bentuk PDB, lapangan kerja dan pengurangan kemiskinan.
"Fintech lending memberikan kontribusi Rp60 triliun terhadap PDB nasional, membuka sekitar 362.000 lapangan kerja dan mengurangi kemiskinan sebanyak 177.000 orang," ujar Adrian dalam kesempatan yang sama.
Dia berharap bahwa ke depan fintech lending terus memberikan dampak bagi Indonesia. Hal ini bisa dilakukan dengan adanya kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan (stakeholders) dalam industri.
"Kami berharap bisa berkolaborasi dengan bank dan pemain lain dalam industri. Harapannya adalah terjadi kooptasi, bukan kompetisi. Tidak seperti di China yang hanya 1 pelaku industri membuat 1 ekosistem," ujarnya.
Saat ini, 127 fintech lending yang tercatat di OJK masuk ke dalam AFPI. Sementara AFPI sendiri merupakan bagian dari Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH).
(*)