Bareksa.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan kembali mengenai kode etik yang perlu dipatuhi para pelaku financial technology (fintech). Terutama mengenai larangan jual beli data dan cara penagihan pinjaman yang beretika.
Pernyataan tersebut disampaikan Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso di Indonesia Fintech Summit & Expo 2019, Jakarta, Senin, 23 September 2019. Wimboh menyampaikan, ada beberapa kode etik yang harus dipatuhi para pelaku fintech. Kode etik itu sendiri dibentuk oleh asosiasi penyelenggara fintech.
“Misalnya, tidak boleh jual beli data nasabah, tidak boleh menagih secara semena-mena, harus transparan, tidak boleh memberi bunga mahal,” ujar Wimboh.
Wimboh bilang, kode etik itu sudah disepakati oleh penyedia platform fintech. Jika ada yang melanggar, katanya, bisa dilaporkan ke OJK untuk nantinya ditindak dengan penutupan platform.
Wimboh menyebut, sejauh ini sudah menutup 1.300 platform fintech. “Saya harap itu efektif,” imbuh Wimboh.
Meski begitu, Wimboh tidak lupa untuk mengigatkan kepada masyarakat agar tetap beretika dalam memanfaatkan layanan fintech. “Misalnya kalau mengajukan pinjaman, jangan sampai sekali pinjam langsung ke 20 fintech,” ungkap Wimboh.
Saat ini, asosiasi sudah bersinergi dalam hal pengumpulan data pinjam meminjam. “Sehingga, nanti jika ada masyarakat yang pernah pinjam uang ke fintech dan tidak bayar, maka data itu sudah ada. Jadi sampai kapan pun tidak boleh pinjam lagi,” tegas Wimboh.
Namun Wimboh menegaskan, secara garis besar proteksi data individu yang selama ini diatur undang-undang hanya data customer perbankan. Dari undang-udang yang ada, siapa pun yang melanggar atau menyalahi akan dipidana.
Sementara, data-data individu fintech asuransi dan pasar modal ini belum jelas. “Sehingga, kita harapkan agar data nasabah tadi yang dishare ke orang lain dianggap melanggar, bisa pidana jika ada undang-undangnya,” kata Wimboh.
(AM)