Bareksa.com - Berikut adalah intisari perkembangan penting di isu ekonomi, pasar modal dan aksi korporasi, yang disarikan dari media dan laporan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Jumat, 20 Agustus 2019 :
PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN)
Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) yang diselenggarakan Kamis (29/8/2019) memutuskan untuk mengangkat Suprajarto sebagai direktur utama (dirut) baru menggantikan Maryono.
Suprajarto yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) menolak dan langsung mengundurkan diri setelah ditunjuk Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai Dirut BBTN.
Dia beralasan tak pernah diajak bicara terkait pergeseran tersebut. Penolakan Suprajarto mendapat dukungan dari serikat pekerja kedua bank BUMN. Serikat pekerja kedua bank pelat merah tersebut menilai keputusan itu sebagai pelecehan profesi yang berpotensi menimbulkan kemarahan bagi ribuan alumni BRI dan BTN.
Kemarin Suprajarto menyelenggarakan konferensi pers menanggapi hal tersebut. Dikutip dari CNBC Indonesia, berikut pernyataan lengkapnya :
Assalammualaikum WRWB
Rekan media yang sangat saya sayangi dan banggakan, hasil Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Bank BTN siang ini yang sudah diketahui bersama dan saya sendiri baru tahu setelah membaca berita dari media, bahwa saya ditetapkan sebagai Direktur Utama BTN.
Saya tidak pernah diajak bicara mengenai penatapan ini sebelumnya apalagi diajak musyawarah, oleh karena itu atas penetapan RUPLSB BTN hari ini saya tidak dapat menerima keputusan itu dan saya memutuskan untuk mengundurkan diri dari hasil keputusan RUPSLB BTN
Kepada rekan media yang hadir terima kasih atas dukungannya ke saya sebagai Dirut BRI dan membantu saya sehingga BRI menjadi seperti sekarang ini. Pada kesempatan ini saya mohon doa pada Sabtu nanti 31 Agustus 2019, saya ada acara resepsi pernikahan anak saya paling kecil mohon doanya semoga lancar, di Ritz Carlton sekali lagi terima kasih.
Bank Indonesia
Untuk memperkuat sistem pembayaran di era digitalisasi bidang keuangan dan finansial, Bank Indonesia mendorong integrasi perbankan dan teknologi finansial atau fintech. Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan kemunculan digitalisasi layanan perbankan melalui fintech membutuhkan respons bank sentral untuk mencegah shadow banking.
"Munculnya digitalisasi layanan itu oleh fintech. Crowdfunding juga melalui P2P sistem keuangan ada uang elektronik ini perlu direspons tidak hanya perbankan tapi juga pengambil kebijakan yaitu bank sentral," terang Perry di The Anvaya Hotel, dikutip bisnis.com (29/8/2019).
Adapun peran bank sentral adalah memanfaatkan era digitalisasi guna mendorong ekonomi dan menjaga stabilitas. Salah satunya dengan memperkuat visi sistem pembayaran 2025. "Jadi fintech perlu disambungkan dengan digitalisasi perbankan. Agar tak jadi shadow," tutur Perry.
Otoritas Jasa Keuangan
Otoritas Jasa Keuangan mengakui salah satu indikator profitabilitas bank yakni margin bunga bersih (NIM) menurun hingga Juni 2019. Namun OJK menilai industri perbankan telah menyiasati kondisi itu dengan menggenjot pendapatan berbasis komisi (FBI).
"Kami melihat NIM yang sebelumnya di atas 5 persen jadi di bawah 5 persen. Tapi tanpa mengurangi untung bank, karena bank-bank masih banyak andalkan pendapatan komisi," ujar Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso di Komisi XI DPR RI dikutip Antara (29/8/2019).
Wimboh menyatakan penurunan NIM karena bank harus menaikkan suku simpanannya menyusul kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia 7-Day Reverse Repo Rate 175 basis poin sepanjang 2018. Namun kenaikan beban bunga itu tidak diimbangi dengan penaikkan suku bunga kredit. Akibatnya, margin bunga dan pendapatan bunga bank menurun.
Wimboh menegaskan akan menjaga suku bunga kredit perbankan agar terus rendah. "Suku bunga kredit akan kita jaga di momentum rendah. Bahwa sejak 2018, suku bunga kredit tidak pernah naik meski suku bunga deposito naik," ujarnya.
Kementerian Keuangan
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memprediksi pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun 2019 akan berada level 5,08 persen. Angka tersebut jauh di bawah target APBN 5,3 persen yang dikoreksi kembali pada Juli
"Total 2019 dibulatkan satu digit 5,1 persen atau 5,08 persen itu adalah forecasting berarti outlook 5,2 persen masih kami taruh di sana tapi internal kita lihat di 5,08 persen," katanya di ruang rapat Komisi XI DPR RI, dikutip liputan6.com (29/8/2019).
Menurut Sri Mulyani, hal tersebut karena faktor-faktor pendorong ekonomi pada semester II 2019 diperkirakan akan melambat jauh dibanding realisasi yang terjadi pada semester I 2019. Dari sisi konsumsi, pada semester II 2019 diperkirakan hanya berada di kisaran bawah 5 persen, yakni 4,97 persen.
Angka tersebut lebih rendah dari kinerja konsumsi masyarakat pada semester I 2019 yang mencapai 5,3 persen. "Kami harap masih ada akselerasi dari belanja pemerintah untuk belanja modal di beberapa kementerian lambat bahkan baru 34 persen. Belanja barang dan pegawai mungkin enggak masalah, bansos bahkan sudah cujup besar di awal," ungkap Sri Mulyani.
PT Lippo Karawaci Tbk
PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR0 mengumumkan laporan keuangan semester I 2019. LPKR melaporkan total pendapatan semester 1 2019 sebesar Rp5,3 triliun, atau stagnan dari Rp5,3 triliun pada periode yang sama tahun lalu.
Perubahan triwulanan didorong oleh pertumbuhan pendapatan recurring yang kuat terutama dari segmen bisnis healthcare LPKR (PT Siloam Hospitals Tbk/SILO) yang diimbangi oleh penurunan dari segmen bisnis properti dari tahun lalu.
"Jika kami tidak memasukkan penjualan tanah yang tidak berulang Rp450 miliar di semester I 2018, maka pendapatan semester I 2018 turun menjadi Rp4,9 triliun, sehingga pendapatan semester I 2019 naik 8,5 persen YoY. Marketing sales pada semester I tahun ini mencapai Rp835 miliar, meningkat 84 persen dari Rp453 miliar di semester I 2018," ujar manajemen LPKR dalam keterangan tertulisnya (30/8/2019.
LPKR membukukan laba bruto lebih rendah, yaitu Rp2 triliun di semester I 2019 dibandingkan dengan Rp2,4 triliun semester I 2018 karena laba bruto sektor properti yang lebih rendah. EBITDA turun 39,4 persen menjadi Rp534 miliar dari sebelumnya Rp882 miliar YoY. Rugi bersih semester I 2019 Rp1,45 triliun, dibandingkan laba bersih Rp486 miliar setahun yang lalu.
(*)