Bareksa.com – Pemerintah akan merilis saving bond ritel (SBR) seri 007 dan akan mulai masa penawaran pada 11 Juli 2019. Tingkat kupon SBR007 ditetapkan sebesar minimal 7,5 persen per tahun dengan sistem floating with floor.
Jenis Surat Berharga Negara (SBN) untuk investor ritel ini kelihatannya menawarkan kupon yang lebih rendah dari seri sebelumnya. Namun bagi Anda peminat produk SBR007 tak perlu khawatir, karena sistem kupon floating with floor atau kupon mengambang memungkinkan ada peningkatan.
Dengan sistem kupon mengambang seperti itu, maka pemerintah akan menyesuaikan tingkat kupon SBR007 pada suku bunga acuan BI-7 day reverse repo rate (BI-7DRRR) ditambah spread tetap 150 bps (1,50 persen).
Nah, menanggapi tingkat kupon SBR007, Kepala Riset Fixed Income Mandiri Sekuritas Handy Yunianto menuturkan, penentuan kupon (pricing) SBR tentunya juga memperhatikan alternatif investasi lainnya. Hal ini disebabkan tren suku bunga rendah yang memengaruhi instrumen surat utang negara (SUN), yang sudah pasti bebas risiko karena dijamin oleh pemerintah.
“Kenapa lebih rendah? Karena tren risk free yield SUN juga turun dibandingkan dengan issuance SBR sebelumnya di Januari dan April 2019. Jadi wajar menurut saya,” kata Handy kepada Bareksa, Rabu, 10 Juli 2019.
Untuk itu, Handy menilai, instrumen SBR ini seyogyanya punya segmen investor tersendiri, yakni yang memang mempunyai dana menganggur (excess cash) yang bisa disimpan hingga dua tahun, sehingga tidak terpengaruh dengan risiko likuiditas (liquidity risk). Handy menambahkan, dengan tren suku bunga yang turun, jika investor tidak ingin trading di obligasi, maka SBR bisa dijadikan alternatif investasi yang menarik terutama ada floor rate-nya yakni di 7,5 persen.
“Saya perkirakan demand-nya kurang lebih akan mirip dengan SBR006,” imbuh Handy.
Mengacu pada penetapan kupon SBR007, Handy menyampaikan, tren kupon SBR dan Sukuk Tabungan atau obligasi ritel selanjutnya akan sangat tergantung dari outlook risk free yield SUN dan BI 7DRRR. “Perkiraan saya tren penurunan yield SUN masih berpotensi berlanjut seiring dengan ekspektasi penurunan suku bunga BI 7DRRR dan sejalan dengan dovish bank sentral dunia lainnya seiring dengan adanya perlambatan ekonomi global,” tutur dia.
Sementara itu, mengenai peluang penjualan SBN ritel di tengah kondisi pasar obligasi saat ini, Handy lebih melihat dari sisi dari kondisi likuiditas rupiah dan yield alternatif investasi lainnya. Dia menjelaskan, dengan BI menjaga kecukupan likuiditas rupiah di pasar, dan semakin banyaknya seri obligasi ritel yang diterbitkan, seringnya sosialisasi dan semakin banyak nasabah ritel yang kenal dengan instrumen ini, maka dirinya termasuk yang percaya potensinya masih akan bagus ke depannya.
“Net buying obligasi pemerintah khusus untuk investor ritel masih sangat rendah, jadi potensinya masih sangat terbuka,” tambahnya.
Proyeksi Semester II-2019
Adanya ekspektasi penurunan suku bunga BI dan suksesnya pemerintah melakukan front loading policy atau penerbitan di awal tahun dalam menerbitkan obligasi untuk menutupi defisit anggaran tahun ini, sehingga supply SUN lebih rendah di semester II, akan berpotensi mendorong harga obligasi masih bisa naik atau yield turun.
Handy menerangkan, dari global, jika ternyata the Fed tidak melakukan penurunan suku bunga seperti yang diduga oleh pasar, yang mungkin akan bisa memicu kenaikan US Treasury yield, penguatan US dollar dan keduanya tentu berdampak negatif ke pasar obligasi. “Dari domestik tentunya masih faktor bagaimana pemerintah dan BI bisa melakukan balancing antara stabilitas dan pertumbuhan ekonomi, dan supaya tidak terjadi capital outflow yang signifikan,” kata Handy.
Sementara mengenai obligasi korporasi, menurut Handy jika terjadi penurunan suku bunga BI 7DRRR, ada potensi penerbitan obligasi korporasi lebih marak. “Perlu diingat bahwa transmisi perubahan suku bunga BI di pasar obligasi lebih cepat dibandingkan bunga kredit perbankan,” ujar dia.
Dengan kondisi-kondisi yang ada, Handy menyarankan, berinvestasilah sesuai dengan tujuan investasinya. Obligasi ritel memberikan beberapa struktur, ada yang tradable dan non tradable. Jika ingin trading motif pilih yang tradable karena ada potensi capital gain jika terjadi penurunan suku bunga.
“Meskipun demikian, non tradable seperti SBR layak dipilih sebagai investasi yang bisa dijadikan hedging jika terjadi pembalikan kenaikan suku bunga. Karena market timing tidak mudah, maka saran saya belilah secara reguler obligasi ritel yang diterbitkan oleh pemerintah,” jelasnya.
***
Ingin berinvestasi sekaligus bantu negara?
Pembelian produk investasi yang dijamin pemerintah ini hanya bisa dilakukan pada periode penawaran SBR007, yakni 11-25 Juli 2019.
Meski masa penawaran belum dibuka, kita sudah bisa mendaftar terlebih dahulu untuk memesan SBR007 di Bareksa. Belum memiliki akun Bareksa tetapi ingin berinvestasi SBR007? Segera daftar di sbn.bareksa.com sekarang, gratis hanya dengan menyiapkan KTP dan NPWP. Baca panduannya di sini.
Bagi yang sudah pernah membeli SBR atau Sukuk di Bareksa sebelumnya, Anda bisa menggunakan akun di sbn.bareksa.com untuk memesan SBR007.
Bila sudah memiliki akun Bareksa untuk reksadana sebelumnya, segera lengkapi data Anda berupa NPWP dan rekening bank yang dimiliki.
Kalau belum punya NPWP, tapi mau beli SBR007? Kita juga bisa meminjam NPWP punya orang tua atau suami.
PT Bareksa Portal Investasi atau bareksa.com adalah mitra distribusi resmi Kementerian Keuangan untuk penjualan Surat Berharga Negara (SBN) ritel secara online. Selain proses registrasi dan transaksi sangat cepat dan mudah, Anda juga dapat memantau investasi Anda dari mana saja dan kapan saja.
(hm)