Bareksa.com - Lembaga pemeringkat Standard and Poor’s (S&P) meningkatkan Sovereign Credit Rating Republik Indonesia dari BBB-/OutlookStabil menjadi BBB/Outlook Stabil pada 31 Mei 2019. Revisi rating utang Indonesia ini dinilai akan berpengaruh positif terhadap investasi di Indonesia.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menjelaskan kenaikan rating ini menjadi berkah karena akan mempengaruhi kepercayaan investor yang akan berinvestasi di Indonesia.
"Dengan kepercayaan lebih bagus ini dan dengan competitiveness index yang lebih tinggi, artinya risiko kita bisa dipersepsikan lebih rendah," kata dia di Jakarta, Senin (10/6).
Hal ini akan tentunya akan membuat kepercayaan investor untuk berinvestasi di Indonesia. Investasi yang diharapkan terutama adalah foreign direct investment (FDI) ke sektor-sektor pendorong inovasi baru.
"Kami inginnya agar bisa mendorong ekspor terutama untuk produk-produk natural resources Indonesia agar bisa diolah lagi dan memperluas tenaga kerja untuk produk ekspor," papar dia.
Sektor lain yang perlu dikembangkan adakah sektor perikanan karena potensinya cukup besar. Demikian juga sektor agrikultur dengan pengalengan buah dan sayur untuk diekspor.
Kemudian sektor pariwisata dengan mendorong pembangunan akses menuju tempat wisata. Infrastruktur tersebut bisa kereta api, jalan tol ataupun bandara.
"Kita berusaha mendorong bagaimana para turis asing mau masuk ke Indonesia,"kata dia.
Dengan meningkatnya ekspor tentunya bisa mengurangi ketergantungan impor. Selama ini meningkatnya impor memberikan tekanan terhadap cadangan devisa..
S&P sebelumnya mempertahankan peringkat Indonesia pada level BBB-/outlook Stabil (Investment Grade) pada 31 Mei 2018. Namun, kemudian S&P menaikkan peringkat Indonesia karena beberapa faktor.
S&P menegaskan salah satu faktor kunci yang mendukung keputusan tersebut adalah prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang kuat dan dukungan kebijakan otoritas yang diyakini akan tetap berlanjut pasca-terpilihnya kembali Presiden Joko Widodo dalam Pemilu 2019. Selain itu, perbaikan sovereign credit rating Indonesia juga didukung oleh utang pemerintah yang relatif rendah dan kinerja fiskal yang cukup baik.
Ekonomi Indonesia tumbuh lebih baik dibandingkan negara-negara lain yang memiliki tingkat pendapatan yang sama (peers). Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah telah efektif mendukung pembiayaan publik yang berkelanjutan dan pertumbuhan ekonomi yang berimbang.
Secara rata-rata dalam 10 tahun terakhir, pendapatan riil per kapita Indonesia tumbuh meyakinkan 4,1 persen, jauh lebih tinggi daripada negara peers yang tercatat rata-rata 2,2 persen. Hal ini menunjukkan dinamika ekonomi Indonesia yang konstruktif di tengah lingkungan eksternal yang penuh tantangan dalam beberapa tahun terakhir.
Lebih lanjut, menurut S&P konsumsi merupakan kontributor utama terhadap pertumbuhan PDB diikuti oleh investasi sebagai kontributor yang cukup besar selama lima tahun terakhir. Tren ini dinilai akan terus berlanjut jika pemerintahan Presiden Joko Widodo melanjutkan komitmennya untuk meningkatkan investasi di bidang infrastruktur dan sumber daya manusia.
Di sisi fiskal, rasio utang Pemerintah diperkirakan stabil selama beberapa tahun ke depan sebagai cerminan dari proyeksi keseimbangan fiskal yang juga stabil. Rasio utang pemerintah terhadap PDB diperkirakan tetap sehat di bawah 30 persen seiring dengan terjaganya defisit fiskal dan pertumbuhan PDB.
Di sisi eksternal, keputusan Bank Indonesia menaikkan suku bunga kebijakan 175 bps dianggap sebagai kebijakan yang pro aktif sehingga Indonesia mampu mengatasi risiko yang bersumber dari kerentanan eksternal.
Selain itu, S&P juga meyakini bahwa Indonesia tidak menghadapi extraordinary risk terhadap pemburukan pembiayaan eksternal karena didukung oleh akses terhadap pasar keuangan yang kuat dan berkelanjutan serta arus masuk PMA dalam beberapa tahun terakhir di tengah volatilitas eksternal yang cukup tajam.
(AM)