Budi Hikmat Bahana TCW: Investasi Seperti Menanam Keberuntungan

Bareksa • 08 Apr 2019

an image
Chief Economist and Director for Investor Relation at Bahana TCW Investment Management, Budi Hikmat. (Bareksa.com/ Alfin Tofler)

Dalam berinvestasi harus memperhatikan credit risk, inflation risk dan liquidity risk

Bareksa.com - Kadangkala kita merasa cemburu kepada orang-orang yang bisa menjadi kaya atau mendapatkan keuntungan dari investasi yang dilakukan. Sehingga terkadang keluar kata, ‘dia memang lagi beruntung’ tanpa tahu proses yang melatarbelakangi lahirnya sebuah keberuntungan tersebut.

Direktur Investasi dan Kepala Makro Ekonomi PT Bahana TCW Investment Management Budi Hikmat menjelaskan, dalam berinvestasi, penting halnya untuk memahami mengenai investasi sebagai menanam keberuntungan.

Menanam mengacu kepada proses yang dilakukan untuk menghasilkan buah seperti penentuan bibit, lahan, waktu tanam hingga jenis tanaman. Hal lain yang perlu diperhatikan ketika menanam ini adalah harga jual buah yang diyakini baik.

Sedangkan keberuntungan berarti hasil dari menanam pohon yang secara materi berarti peningkatan daya beli sepanjang waktu. Hasil ini bukan hanya ada, tetapi juga dirasakan keberadaannya.

Jadi, berinvestasi itu seperti menanam pohon sejak dari proses menanam benih, memupuk, merawat dan mengawasi. Tidak lupa juga mendoakan agar pohon yang ditanam berbuah banyak.

Setelah melalui proses tersebut, pohon lambat laun mulai kelihatan hasilnya dengan ukuran yang makin membesar dan akar yang kuat menghujam bumi. Pohon tersebut berbuah lebat dan berkualitas tinggi. Buahnya pun disukai banyak orang sehingga bisa dijual dengan keuntungan memuaskan.

Melihat hasil yang memuaskan, penanaman ini dilakukan secara berkala sehingga bisa menghasilkan panen yang relatif stabil. Proses menanam secara berkala ini juga penting dilakukan agar buah yang dipanen cukup umur, tidak terlalu tua hingga bisa busuk di pohon. Hal lain yang harus diperhatikan ketika memanen adalah cara memanen dengan cara yang berhati-hati, bukan dengan merusak pohonnya.

Sementara itu, keberuntungan dalam hal berinvestasi berarti peningkatan daya beli sepanjang waktu. Menurut Budi, ada tiga musuh daya beli yang harus dikendalikan, yakni pertama, kehilangan pokok (credit risk). Faktor kedua adalah risiko inflasi (inflation risk) yang berarti imbal hasil atau cuan harus mengalahkan inflasi. Faktor ketiga adalah kesulitan mengubah menjadi cash (liquidity risk).

Dengan prinsip ini seharusnya masyarakat bisa terhindar dari investasi bodong. Saat ini begitu banyak anggota masyarakat yang terjebak pada investasi bodong, sebab mereka hanya melihat angka cuan, tetapi tidak tahu bila pokok pohon sudah ditebang atau dicuri. Juga ketika dibutuhkan, investasi tersebut tidak dapat ditarik.

Prinsip-prinsip di atas juga bisa diterapkan ketika berinvestasi di pasar modal. Pasar modal selalu bergerak mendahului sektor rill baik dalam keadaan susah dan senang. Apabila investor meyakini ekonomi akan membaik sehingga berpengaruh positif terhadap laba, maka investor yang agresif mulai menambahkan alokasi sahamnya. Akibatnya, valuasi saham diharapkan meningkat.

Memang sering kali investor bersikap ekstrim. Investor yang terlalu agresif memicu situasi overvalued, dan investor yang panik bisa membuat kondisi undervalued. Namun dalam jangka panjang, kinerja saham ternyata selaras dengan sektor riil.

Begitu juga dengan instrumen surat utang, rata-rata imbal hasil surat utang negara (SUN) terlihat sangat baik, tidak hanya melebihi inflasi tetapi mendekati saham yang hakikatnya lebih berisiko. Bayangkan berinvestasi pada low credit risk asset tapi terbilang paling cuan.

Pertumbuhan ekonomi yang tercermin dari produk domestik bruto (GDP) bisa menjadi acuan sektor riil untuk melihat pergerakan saham.  Untuk periode yang cukup panjang seperti 10 tahun, ternyata imbal hasil saham sangat dekat dengan GDP nominal, yakni sekitar 11 persen atau tiga kali lipat dari GDP. Hal ini menunjukkan bahwa dalam jangka panjang kinerja saham ditentukan oleh fundamental ekonomi.

Setelah melihat prinsip di atas, investor juga perlu menerapkan cara memanen hasil yang baik. Yakni dengan memperhatikan waktu memanen, jangan biarkan buah yang ranum menjadi busuk di pohon artinya jangan segan-segan ambil untung. Apalagi bisa memungkinkan dari buah yang dipetik bisa menjadi pohon baru.

Ayo kita mulai mencari keberuntungan kita sendiri, dengan memulai berinvestasi di reksadana.

* * *

Ingin berinvestasi di reksadana?

- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa Fund Academy. GRATIS

DISCLAIMER

Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.