Bareksa.com - Berikut adalah intisari perkembangan penting di isu ekonomi, pasar modal, dan aksi korporasi, yang disarikan dari media dan laporan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Senin, 25 Februari 2019 :
PT Bank Central Asia Tbk (BBCA)
Perseroan memastikan aksi akuisisi satu bank kecil akan rampung Juni 2019. Direktur Utama BCA Jahja Setiaatmadja mengatakan, aksi ini perlu meminta persetujuan rapat umum pemegang saham (RUPS).
Jahja mejelaskan akuisisi ini berdasarkan peraturan otoritas termasuk tindakan yang relatif material yang bisa mempengaruhi saham perusahaaan. Walhasil, "Kami harus persetujuan RUPS dulu, baru sesudah itu kami umumkan ke pasar," ujar Jahja.
Sebenarnya bank dengan sandi saham BBCA ini menjadwalkan RUPS pada April 2019. Namun Jahja memprediksi proses akuisisi belum akan rampung pada April. Sehingga manajemen bank milik Grup Djarum ini akan mengadakan rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPS-LB) pada Juni 2019.
Sebelumnya Kepala Eksekutif Perbankan OJK Heru Kristiyana sempat menyebutkan bakal calon nama bank yang akan diambil oleh BCA yaitu Bank Royal Indonesia.
Harga Batu Bara
Penundaan izin bea cukai untuk impor batu bara Australia ke China masih menjadi penyokong utama harga batu bara. Harga batu bara kontrak pengiriman April 2019 di ICE Futures naik 0,05 persen menjadi US$93,80 per metrik ton.
Dalam sepekan, harga si hitam sudah melesat 2,51 persen. Harga batu bara sebenarnya mulai stabil di pekan lalu. Namun saat bea cukai pelabuhan Dalian di China Utara menyampaikan larangan impor batu bara asal Australia, harga batu bara jadi fluktuatif.
"Hal ini mencemaskan pasar," kata Direktur Utama Garuda Berjangka Ibrahim seperti dikutip Kontan.
Pelaku pasar jadi khawatir karena China merupakan negara tujuan ekspor terbesar kedua bagi batu bara Australia. Biasanya, batu bara asal Australia berjenis kalori tinggi atawa coking coal.
Batu bara kalori tinggi biasanya dimanfaatkan untuk memproduksi baja. Untungnya, kedua negara menenangkan kekhawatiran pelaku pasar. Pemerintah China menyangkal telah mengeluarkan larangan tersebut.
Pemerintah Negeri Kanguru juga mengungkapkan hal yang sama. Mengutip Bloomberg, Menteri Perdagangan Australia Simon Birmingham menyebut, yang terjadi saat ini lebih karena rencana China memangkas kuota impor batu bara. Nah, bea cukai di pelabuhan Dalian mengungkapkan kuota impor batu bara tahun ini dipangkas jadi 12 juta ton saja.
PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS)
Perseroan mulai menjual saham simpanan hasil pembelian kembali (buyback) saham pada 2017 silam. Aksi pertama penjualan kembali saham simpanan alias treasury stock dilakukan pada 13 Februari 2019 lalu.
Perusahaan ritel ini menunjuk Maybank Kim Eng Sekuritas sebagai pihak yang membantu dalam penjualan saham hasil buyback. Aksi tersebut berhasil mengalihkan 20 juta saham treasury milik RALS.
Direktur Ramayana Suryanto mengatakan dari penjualan saham treasury tersebut telah menambah dana kas Ramayana Rp35,37 miliar. Ini artinya, Ramayana menjual saham treasury di harga Rp1.768 per saham. Harga tersebut lebih rendah 0,65 persen dari harga di pasar sekunder saat penjualan, yakni 13 Februari 2019 yakni di Rp1.780 per saham.
Tapi jika ditilik dari harga buyback 2017 lalu, emiten ini untung besar, yakni sekitar 95 persen. RALS buyback sebanyak 373,18 juta saham dengan harga rata-rata di Rp909 per saham di periode 25 Agustus 2015 hingga 15 Maret 2017.
PT Bank OCBC NISP Tbk (NISP)
Perseroan ingin naik kelas menjadi BUKU IV pasca 2021 mendatang. Presiden Direktur NISP Parwati Surjaudaja mengatakan hal tersebut bisa dilakukan jika hingga 2020 OCBC NISP bisa menjaga pertumbuhan kredit dan laba bersih di level 10-15 persen.
"Dari pertumbuhan saat ini memang secara organik jumlah modal kami akan mencapai BUKU IV pada 2021. Jadi targetnya, bukan untuk menjadi BUKU IV, tapi target kami adalah tumbuh sehat secara berkelanjutan," katanya seperti dikutip Kontan.
Target tersebut sejatinya tak berlebihan, sebab sepanjang 2018, laba bersih OCBC NISP tumbuh 21,23 persen secara year on year (yoy) menjadi Rp2,63 triliun dari Rp2,17 triliun. Portofolio kredit perseroan ini sepanjang 2018 pun masih dapat tumbuh 10,80 (yoy) pada 2018 menjadi Rp117,83 dibandingkan 2017 senilai Rp106,34 triliun.
Sementara modal inti perseroan ini hingga akhir 2018 telah mencapai Rp23,59 triliun, tumbuh 11,19 yoy dari Rp21,21 triliun di 2017.
PT PP Properti Tbk (PPRO)
Perseroan terus memperbesar kontribusi pendapatan berulang atawa recurring income. Anak usaha PT PP Tbk (PTPP) ini menargetkan, pada tahun depan, pemasukan dari pendapatan berulang setara dengan 15 persen dari total pendapatan perusahaan. Saat ini, pendapatan berulang PP Properti terbilang masih mini, yakni 7 persen terhadap total pendapatan.
Untuk mencapai target tersebut, emiten bersandi saham PPRO di Bursa Efek Indonesia (BEI) itu bakal membangun hotel dan mal. Indaryanto, Direktur Keuangan PT PP Properti Tbk menjelaskan pendapatan berulang perusahaan berasal dari segmen mal dan hotel.
"Kontribusi recurring income perusahaan dari hotel dan mal. Sejauh ini masih sangat kecil, sekitar 7 persen," tuturnya seperti dikutip Kontan.
Indaryanto menyebutkan target kontribusi pendapatan berulang pada tahun 2020 sebesar 15 persen. Adapun target tahun ini tidak jauh berbeda dengan tahun lalu. Nah, untuk memperbesar recurring income, PPRO bakal terus menambah jumlah pusat dan hotel yang mereka kelola.
Pada tahun lalu, kontribusi segmen pendapatan berulang senilai Rp200 miliar terhadap total pendapatan PP Properti. "Makanya, kami akan terus menggenjot kontribusi pendapatan berulang dengan menambah portofolio mal dan hotel di masa yang akan datang," ungkap dia.
Manajemen PPRO memproyeksikan total pertumbuhan bisnis di atas 10 persen pada tahun ini. "Realisasi penjualan pemasaran sepanjang tahun lalu Rp3,4 triliun dan tahun ini diharapkan naik di atas 10 persen menjadi Rp3,8 triliun," ungkap Indaryanto.
(AM)