Bareksa.com - Berikut adalah intisari perkembangan penting di isu ekonomi, pasar modal, dan aksi korporasi, yang disarikan dari media dan laporan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Senin, 21 Januari 2019 :
PT ABM Investama Tbk (ABMM)
ABMM memproyeksi kinerjanya bakal cemerlang sepanjang tahun ini. Pasalnya, rencana akuisisi tambang batubara yang digadang-gadang dari beberapa tahun lalu segera terealisasi. Direktur Keuangan ABM Investama Adrian Erlangga mengungkapkan, transaksi akuisisi tambang batubara ini akan selesai paling lambat akhir kuartal I 2019.
“Sekarang sedang proses due diligence, kami harapkan selesai secepatnya,” kata Adrian.
Sebelumnya, ABMM juga mengajukan permohonan perubahan surat utang atau consent solicitation kepada pemegang obligasi atau bond holder. Hal ini dilakukan untuk memuluskan rencana ABM Investama mengakuisisi tambang batu bara yang berlokasi di Kalimantan.
Perubahan surat utang ini diajukan kepada pemegang obligasi tahun 2022 senilai US$350 juta. ABM Investama harus meminta persetujuan para pemegang obligasi agar dapat melakukan investasi minoritas strategis di tambang batubara yang dibidik ini. Adrian belum dapat menyampaikan mengenai detail nilai transaksi akuisisi tambang batubara ini.
PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN)
BBTN mengincar fundraising atau pendanaan untuk sepanjang tahun 2019 ini Rp14 triliun. Direktur Keuangan BBTN Iman Nugroho Soeko mengatakan instrumen pendanaan yang akan dipilih tahun 2019 ini paling banyak berupa utang.
Menurut dia, saat ini BBTN masih belum memerlukan pendanaan dari ekuitas di tengah kondisi suku bunga acuan yang cukup tinggi ini.
“Jadi masih ke produk lain, seperti yang pertama sekuritisasi KPR sintetik, itu karena ratingnya 1 notch di atas rating corporate BBTN jadi bisa hemat sedikit di besaran kuponnya,” ujar Iman.
Evaluasi Indeks LQ45
BEI merilis daftar saham-saham perusahaan hasil evaluasi mayor dalam Indeks LQ45 untuk periode perdagangan Februari-Juli 2019. Dalam evaluasi tersebut, selain merevisi saham-sahamnya bursa juga menambahkan indikator jumlah saham free float saham sebagai perhitungan pembobotan.
Saham-saham yang masuk dalam kriteria LQ45 yakni PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN), PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA), PT Pakuwon Jati Tbk (PWON), PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk (TKIM).
Sementara, saham-saham yang terdepak dari indeks ini antara lain PT BPD Jawa Barat dan Banten Tbk (BJBR), PT Sentul City Tbk (BKSL), PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR), dan PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS).
Evaluasi Indeks IDX30
BEI juga melakukan evaluasi atas indeks paling likuid yang dimilikinya, yakni IDX30. Revisi ini dilakukan setiap dua kali dalam setahun dan indeks baru ini akan diperdagangkan untuk periode Februari-Juli 2019.
Dalam evaluasi yang dilaksanakan awal tahun ini, selain merevisi saham-sahamnya bursa juga menambahkan indikator jumlah saham free float saham sebagai perhitungan pembobotan.
Saham-saham yang masuk dalam kriteria IDX30 yakni PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN), dan PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG).
Sementara, saham-saham yang terdepak dari indeks ini antara lain PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE), serta PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP).
10 Perusahaan Antre IPO Hingga Juni 2019
BEI menargetkan jumlah perusahaan yang akan menawarkan saham melalui mekanisme penawaran umum perdana saham atau initial public offering (IPO) tahun ini sebanyak 75-100 perusahaan.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna Setia, mengatakan berdasarkan hasil koordinasi bursa dengan penjamin efek (underwriter) tercatat 45 perusahaan yang akan melakukan IPO tahun ini.
"Di pipeline underwriter yang biasa aktif sudah ada sekitar 45 di akhir tahun 2018. Kami akan validasi lagi. Tim sudah koordinasi dengan mereka sehingga kami tahu potensi mereka ada berapa," kata Yetna.
Berdasarkan data BEI sampai Desember 2018, masih ada 10 perusahaan yang mengantre dan memproses aksi korporasi sampai Juni 2019.
Perusahaan itu di antaranya bergerak di sektor trade, service, dan investment yakni PT Envy Technologies Indonesia, PT Bersatu Sejahtera Mandiri, PT Arkha Jayanti Persada, dan PT Menteng Heritage Realty.
Kemudian perusahaan yang bergerak di sektor infrastruktur, utilitas, dan transportasi adalah PT Armada Berjaya Trans dan PT Jasnita Telekomindo, perusahaan di sektor konsumer yakni PT Wahana Interfood Nusantara, serta yang bergerak di sektor properti, real estat, building yakni PT Capri Nusa Satu Properti, PT DMS Propertindo, dan PT Meta Epsi.
PT Mayora Indah Tbk (MYOR)
PT Mayora Indah Tbk (MYOR) menargetkan pendapatan dan laba bersih naik 10-11 persen tahun ini. Sekretaris Perusahaan MYOR Yuni Gunawan menyatakan target penjualan dan laba bersih tahun ini bertambah Rp2,6 triliun.
"Sementara laba bersih juga akan naik secara paralel sekitar 10 - 11 persen. Lalu untuk kinerja tahun 2018 sedang dalam proses penyusunan," ujarnya seperti dikutip Kontan.
Emiten yang bergerak di bidang makanan dan minuman tersebut meraup laba bersih Rp1,1 triliun atau naik 18,55 persen year on year (yoy) dari Rp927,85 miliar pada periode September 2017.
Peningkatan laba bersih MYOR sejalan dengan peningkatan penjualan bersih periode Januari-September 2018 sebesar 21,33 persen menjadi Rp17,35 triliun.
PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA)
Emiten unggas, PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) mengantongi pendapatan sementara sekitar Rp34 triliun pada 2018 atau tumbuh 15,5 persen year on year.
Direktur Japfa Comfeed Indonesia Koesbyanto Setyadharma mengatakan angka tersebut sesuai dengan konsensus dan masih sejalan dengan harapan perseroan. "Perkiraan sementara, angka penjualan kami senilai Rp34 triliun. Apabila dibandingkan dengan 2017 maka terjadi peningkatan 15,5 persen," katanya seperti dikutip Bisnis.
Realisasi pendapatan yang dikantongi JPFA pada 2017 senilai Rp29,6 triliun, atau naik 9,38 persen secara tahunan. Pertumbuhan pendapatan pada 2018 tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan 2017.
Berdasarkan konsensus Bloomberg, proyeksi pendapatan emiten unggas ini senilai Rp34 triliun, atau tumbuh 14,87 persen sepanjang 2018.
(AM)