China Kembali Buka Izin Impor Batu Bara, Saham Sektor Tambang Berlanjut Menguat?

Bareksa • 07 Jan 2019

an image
Kapal Tongkang pembawa batu bara melintasi aliran Sungai Batanghari di Muarojambi, Jambi, Jumat (8/6). (ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan)

Pada periode Januari - September 2018, ADRO menjual 13 persen produksi ke China, ITMG 19 persen, dan PTBA 14 persen

Bareksa.com - Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 0,86 persen atau 53,53 poin ke level 6.274 pada perdagangan hari akhir pekan kemarin, Jumat (4/1/2019).

Sebanyak 213 saham menguat, 193 saham melemah, dan 216 saham stagnan dari 622 saham yang diperdagangkan.Penguatan nilai tukar rupiah yang cukup tajam hingga menembus level 14.200-an per dolar, turut mendorong optimisme pasar modal.

Enam sektor ditutup menguat, di mana sektor mining dan finance memimpin penguatan secara sektoral, berikut detailnya :

Sumber : Bareksa.com

Mengapa Sektor Tambang Menguat Signifikan?

Seperti dikutip dari Bloomberg, beberapa pelabuhan di China telah memulai kembali izin impor batu bara. Tetapi sebagian besar pasokan batubara untuk pembangkit listrik masih terbatas.

Menurut analisis Bareksa, sentimen ini akan memberikan katalis positif untuk sektor tambang dalam jangka pendek, terutama untuk produsen batu bara dengan kualitas rendah (seperti ADRO dan INDY) dan produsen batu bara dengan exposure besar ke China.

Namun dalam jangka panjang, sentimen terhadap sektor energi masih lemah setelah harga minyak turun kurang dari US$50 per barel. Sehingga berpotensi berdampak pada pendapatan yang kurang optimal di 1Q19 sebagai akibat dari penurunan tajam harga batu bara berkualitas rendah di 4Q18.

Sekedar informasi, Per 9M18, ADRO menjual 13 persen produksinya batu bara ke China, sementara ITMG 19 persen, dan PTBA 14 persen.

(KA02/AM)

DISCLAIMER

Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui saham mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami kinerja keuangan saham tersebut.