The Fed Naikkan Suku Bunga Acuan, Ini Imbasnya ke Ekonomi AS

Bareksa • 20 Dec 2018

an image
Ketua Dewan Gubernur The Federal Reserve, Jerome Powell. (Federal Reserve/Flickr)

The Fed juga menurunkan perkiraan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) dan inflasi

Bareksa.com - Bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve akhirnya benar-benar menaikkan suku bunga acuannya untuk keempat kalinya tahun ini. Hal ini dapat berdampak pada perlambatan ekonomi AS, dengan sejumlah indikator yang diproyeksikan lebih rendah dibandingkan sebelumnya.

Pada Rabu (19 Desember 2018), The Fed menetapkan kisaran target suku bunga acuannya naik sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 2,25 persen - 2,5 persen. Langkah pengetatan ini diperkirakan masih akan berlangsung lagi dua kali tahun depan, meski lebih sedikit dari tiga kali yang diproyeksikan sebelumnya.

Selain menurunkan proyeksi kenaikan suku bunga di 2019, dewan gubernur yang dipimpin oleh Jerome Powell itu juga menurunkan perkiraan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) dan inflasi dalam pertemuannya kemarin.

Kini, The Fed memandang bahwa PDB akan tumbuh 3 persen di 2018, turun 10 basis poin dibandingkan perkiraannya di September. Bank sentral memperkirakan pertumbuhan ekonomi AS akan mencapai 2,3 persen di tahun depan, lebih rendah 0,2 persen dari yang diproyeksikan sebelumnya.

Untuk jangka panjang, para pengambil kebijakan menaikkan proyeksi pertumbuhan menjadi 1,9 persen dari 1,8 persen yang diperkirakan di September. Pertumbuhan PDB AS mencapai rata-rata 3,3 persen per kuartal sepanjang tahun ini.

Namun, di saat pasar cemas AS mungkin tertular perlambatan ekonomi global, pernyataan Federal Open Market Committee (FOMC) menunjukkan hanya sedikit kekhawatiran. Para pejabat The Fed tetap menggambarkan pertumbuhan ekonomi "meningkat dengan tingkatan yang kuat" tanpa mengubah penjelasan mengenai sektor-sektor kegiatan ekonomi, dilansir dari CNBC International.

Inflasi diperkirakan bergerak lebih lambat daripada perkiraan di September, yaitu turun ke 1,9 persen dari sebelumnya 2,1 persen untuk 2018. Inflasi 2019 diperkirakan berada di sekitar 1,9 persen dari perkiraan sebelumnya 2 persen.

Inflasi jangka panjang ditargetkan tetap 2 persen. Dengan The Fed yang memberi sinyal akan terus menaikkan suku bunga secara bertahap dan tidak akan menghentikan upaya normalisasi neracanya, para pelaku pasar berpendapat para pembuat kebijakan dapat menghambat pertumbuhan ekonomi.

Sejak krisis keuangan global satu dekade lalu, The Fed memang rajin membeli surat-surat berharga untuk memberikan stimulus kepada perekonomian (quantitative easing). Sekarang ekonomi AS sudah jauh lebih baik, sehingga The Fed ingin merampingkan neracanya yang begitu gemuk akibat banyaknya koleksi surat berharga.

Investor menilai kala The Fed melepas kepemilikan surat-surat berharga, maka efeknya akan hampir sama dengan menaikkan suku bunga acuan yaitu menyedot likuiditas. Artinya, ke depan likuiditas akan masih cenderung ketat sehingga sepertinya perlambatan ekonomi akan sulit dihindari. (Baca juga: Fed Rate Naik Jadi 2,5 Persen, Rupiah dan IHSG Dibuka Langsung Melemah)

(KA02/hm)