Bareksa.com - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menilai, likuiditas perbankan masih akan berpotensi mengetat sampai akhir 2018. Hal ini dipengaruhi oleh pertumbuhan kredit yang lebih cepat dari pertumbuhan dana pihak ketiga.
Berdasarkan data Indikator Likuiditas yang dirilis oleh LPS, pertumbuhan kredit perbankan pada September 2018 mencapai 12,69 persen. Sementara pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) perbankan hanya 6,6 persen. Akibatnya LDR perbankan mencapai 93,39 persen. Padahal batas maksimal seperti diatur oleh Bank Indonesia berada di angka 92 persen.
“Pertumbuhan kredit yang lebih tinggi ini mencerminkan kondisi likuiditas perbankan yang cenderung mengetat,” ujar Direktur Group Surveilans dan Stabilitas Sistem Keuangan LPS Doddy Ariefianto berdasarkan data Indikator Likuiditas yang diterima pada Rabu (21/11/18).
LPS mencatat, LDR tertinggi perbankan tercatat di bank BUKU III, yakni sebesar 103 persen. Kondisi LDR yang tinggi ini memicu persaingan suku bunga antar bank.
Ke depan, menurut Doddy, kondisi pengetatan likuiditas masih akan terjadi. Pasalnya, pertumbuhan kredit yang tinggi masih akan bergerak naik, meski sedikit tertahan karena terbatasnya DPK dan kenaikan suku bunga kredit akibat kenaikan bunga acuan.
Di sisi lain, rendahnya pertumbuhan DPK masih akan terjadi, di tengah penyesuaian suku bunga simpanan yang dilakukan oleh bank. Karena itu, LPS memprediksi pertumbuhan kredit akan berada di angka 11,5 persen dan DPK 7,2 persen sehingga LDR perbankan berada di angka 93,2 persen.
Sementara itu, mengenai suku bunga simpanan bank, rata-rata suku bunga deposito rupiah bank benchmark LPS pada akhir Oktober 2018 mencapai 5,95 persen. Nilai tersebut meningkat 17 bps dari posisi September 2018.
Hal yang sama juga terjadi pada rata-rata suku bunga minimum yang meningkat 9 bps ke posisi 4,93 persen dan suku bunga maksimal yang meningkat 26 bps ke level 6,98 persen.
Begitu juga dengan suku bunga deposito valas pada periode yang sama mengalami kenaikan rata-rata 10 bps dan maksimal meningkat 15 bps. Kenaikan suku bunga simpanan terjadi pada seluruh kelompok bank umum dengan kenaikan paling tinggi terjadi pada BUKU III dan IV.
Ke depan, ruang kenaikan bunga simpanan masih ada, namun sudah mendekati batas optimal terutama untuk suku bunga maksimal. Akan tetapi, kenaikan ini akan berlanjut apabila bank sentral kembali menaikkan bunga acuan.
Di sisi lain, bunga simpanan valas diperkirakan akan ikut meningkat di tengah masih adanya gap antara simpanan onshore dan offshore serta potensi kelanjutan kenaikan Fed Rate di bulan Desember.
Sebelumnya, untuk melonggarkan likuditas, mengumumkan pelonggaran aturan Giro Wajib Minimum (GWM) Averaging dari 2 persen menjadi 3 persen. Dalam aturan tersebut, total kewajiban pemenuhan GWM rupiah sebesar 6,5 persen dari dana pihak ketiga (DPK), di mana 3 persen di antaranya harus dipenuh secara rata-rata dalam periode tertentu.
Selain itu, BI juga melonggarkan aturan Penyangga Likuiditas Makroprodunsial (PLM). Ini merupakan penyempurnaan dari aturan GWM sekunder. Dalam kebijakan ini PLM yang bisa repokan ke BI dari 2 persen menjadi 4 persen.
(K09/AM)