Bareksa.com - Lembaga pemeringkat internasional, Fitch Ratings menurunkan peringkat kredit PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) dari B ke CCC+ pada Jumat, 2 November 2018. Manajemen LPKR pun tak terima atas keputusan itu.
Lembaga pemeringkat global Fitch Ratings menyinggung kasus dugaan penyuapan di Grup Lippo sebagai salah satu pertimbangan penurunan rating. Menurut Fitch Ratings, kasus korupsi mencoreng brand Lippo.
Pekan lalu, Fitch Ratings menilai adanya dugaan penyuapan dan adanya penyelidikan terkait potensi korupsi yang dilakukan Lippo Group lewat PT Mahkota Sentosa Utama, semakin melemahkan profil kredit LPKR. Liabilitas keuangan perusahaan itu juga semakin besar.
Pernyataan KPK
Pada Kamis (1/11) Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menyatakan bahwa Grup Lippo tidak terlibat dalam kasus ini. Dalam pernyataannya, dijelaskan kelompok bisnis Lippo Group tidak memiliki andil dalam kasus tersebut.
Alexander, justru menyinggung tantangan yang lebih sulit dalam hal memperoleh perizinan. Sehubungan dengan alasan ini, KPK akan fokus pada peningkatan aspek birokrasi di daerah, khususnya di Kabupaten Bekasi.
Historikal Saham LPKR 1 Tahun Terakhir
Sumber : Bareksa.com
Sekedar informasi, dalam setahun terakhir pergerakan saham LPKR sudah anjlok 56,3 persen dari Rp645 menjadi Rp282 pada penutupan Jumat lalu.
Respons Manajemen
Perusahaan memandang keputusan Fitch Ratings tersebut tidak berdasar. Alasannya manajemen telah sukses menyelesaikan fase pertama dari rencana divestasi aset keseluruhan sejumlah Rp6 triliun. Perusahaan yakin arus kas dan neraca akan tetap tumbuh.
Dalam keterangan resmi di situs Bursa Efek Indonesia (BEI), manajemen LPKR mengatakan telah sukses melaksanakan rencana divestasi aset bersama Bowsprit Capital Corporation Limited dan First Reit dari Bridwater International Limited senilai Rp2,2 Triliun..
Manajemen menambahkan bila digabungkan dengan penjualan Lippo Mall Puri ke Lippo Mall REIT dan penjualan sisa unit kami di First Reit, serta saham investasi di Rumah Sakit di Myanmar, maka perseroan akan mengumpulkan dana tunai lebih dari Rp6 triliun.
Meski proyek-proyek divestasi aset ini sedang dalam tahap penyelesaian akhir, dan risiko dalam pelaksanaannya tetap ada, perusahaan yakin tingginya kualitas aset-aset akan memberikan tingkat kepastian penyelesaian yang tinggi di tengah-tengah volatilitas pasar pada saat ini.
"LPKR akan berada dalam posisi yang tepat untuk memenuhi kebutuhan likuiditasnya, dan bahkan dapat memanfaatkan peluang-peluang yang menarik yang sesuai dengan volatilitas pasar," tambah manajemen.
Dari sisi neraca keuangan, perseroan yakin dalam kondisi prima sebab beberapa profil utang jatuh tempo dalam jangka panjang. Ada obligasi US$75 juta yang akan jatuh tempo pada Juni 2020, obligasi US$410 juta pada 2022, dan sisanya obligasi US$425 juta pada 2026.
Seluruh utang itu sekitar Rp14 triliun dibandingkan dengan nilai aset perseroan Rp53 triliun, yang memiliki potensi 20-30 persen lebih tinggi jika dinilai kembali dengan mencerminkan harga pasar pada saat ini.
"Untuk alasan-alasan tersebut, kami menyesalkan keputusan Fitch yang menurunkan peringkat LPKR dari B ke CCC +. Keputusan ini tidak berdasarkan pada kondisi likuiditas, neraca, kualitas kredit atau model bisnis LPKR. LPKR tetap merupakan pengembang properti terkemuka dan paling dinamis di Indonesia," tutup manajemen.
(AM)