Bareksa.com - Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menyepakati postur Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2019 untuk disahkan menjadi APBN 2019 dalam rapat paripurna. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebut APBN 2019 memiliki postur yang sehat, adil, dan mandiri.
"Penerimaan negara juga terus meningkat, ambisius namun tetap realistis. Belanja negara semakin produktif dan negara akan memperkuat belanja untuk bencana alam," ungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dalam Konferensi Pers RUU APBN TA 2019, di Jakarta, Rabu, 31 Oktober 2018.
Ani, sapaan akrabnya menambahkan APBN adalah instrumen pembangunan untuk mempersiapkan dan memperkuat Indonesia dalam menghadapi tantangan dan dinamika perekonomian global. Dirinya berharap pelaksanaan APBN 2019 dilakukan dengan menjaga teguh tata kelola dan bebas korupsi, baik pada pemerintah pusat dan daerah maupun pada DPR.
"Sehingga rakyat Indonesia mendapatkan manfaat maksimal dari sumber daya APBN 2019 ini," ungkap mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini.
Secara lengkap asumsi makro di APBN 2019 menetapkan pertumbuhan ekonomi 5,3 persen, inflasi 3,5 persen, lifting minyak bumi 775 ribu barel per hari dari sebelumnya 750 ribu barel per hari, dan lifting gas bumi 1.250 barel setara minyak per hari. Sementara tingkat bunga SPN 3 bulan 5,3 persen dan harga minyak mentah Indonesia US$70 per barel.
Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2019
Sumber :Kementerian Keuangan
Adapun Banggar DPR RI akhirnya menetapkan asumsi makro APBN 2019, setelah menyelesaikan rapat maraton selama hampir sebulan terakhir bersama dengan pemerintah. Asumsi di APBN 2019 diharapkan bisa memacu pertumbuhan ekonomi yang lebih berkualitas lagi di masa mendatang.
"Yang paling krusial adalah penetapan nilai tukar rupiah sebesar Rp15.000 terhadap dolar Amerika Serikat (USD) dari sebelumnya dalam RAPBN 2019 sebesar Rp14.400 per USD," ungkap Wakil Ketua Banggar DPR RI Ahmad Rizki Sadig, saat Rapat Paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPR RI Agus Hermanto, di Gedung DPR, Jakarta.
Menurut Sri Mulyani, target pendapatan negara tahun 2019 merupakan target optimal namun tetap realistis. Di antaranya penerimaan perpajakan ditargerkan Rp1.786,4 triliun atau tumbuh 15,4 persen dari outlook APBN 2018 dengan tax ratio sekitar 12,2 persen.
Kontribusi penerimaan perpajakan terhadap total pendapatan negara ditargetkan naik menjadi 82,5 persen. Kemudian target penerimaan kepabeanan dan cukai tahun 2019 sebesar Rp208,8 triliun atau tumbuh 5,7 persen dari outlook APBN 2018.
Adapun penerimaan negara bukan pajak tahun 2019 ditargetkan Rp378,3 triliun atau tumbuh 8,3 persen. "Kenaikan itu akan didorong peningkatan kualitas dan volume layanan, perbaikan tata kelola dan peningkatan kontribusi PNBP dari sumber daya alam," ujar Sri Mulyani.
Untuk belanja pemerintah pusat dalam APBN 2019 ditetapkan Rp1.634 triliun atau meningkat Rp27 triliun dari usulan RAPBN 2019. Jumlah itu terdiri dari belanja kementerian/lembaga Rp856,4 triliun dan non K/L Rp778,9 triliun.
"Alokasi belanja pemerintah pusat tersebut dimanfaatkan untuk meningkatkan daya saing bangsa melalui peningkatan kapasitas sumber daya manusia, penguatan infrastruktur, peningkatan efektifitas program perlindungan sosial, dan lainnya," ungkap Sri Mulyani.
Untuk bidang pendidikan, pemerintah tetap mengalokasikan 20 persen dari APBN atau senilai Rp492,5 triliun.
Secara ringkas postur APBN 2019 sebagaimana tercantum dalam tabel berikut :
Postur Ringkas APBN 2019
Sumber : Kementerian Keuangan
(K03/AM)