Rupiah Ambrol, Menkeu Sri Mulyani Ungkap Strategi Hadapi Gejolak Ekonomi Global

Bareksa • 05 Sep 2018

an image
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berbincang dengan wartawan di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta, Rabu (6/6)

Antara lain melalui penguatan sektor industri manufaktur penghasil devisa

Bareksa.com - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memiliki beberapa strategi yang sudah dimasukkan ke dalam Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun (RUU APBN) 2019.

Strategi untuk menjaga kondisi perekonomian nasional tetap stabil di tengah gejolak perubahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD).

Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) kemarin rupiah diperdagangkan di level Rp14.840 per dolar AS atau melemah 73 poin dibandingkan Senin Rp14.767 per dolar AS.

Di pasar spot, berdasarkan data Reuters kemarin rupiah ditutup di level Rp14.930 per dolar AS dan data Bloomberg Rp14.935 per dolar AS. Berdasarkan data Investing.com, di pasar spot kemarin bahkan rupiah sempat menyentuh Rp15.029 per dolar AS.

Pada pagi ini di pasar spot, rupiah sempat menyentuh level Rp15.023 per dolar AS pada pukul 07.45, berdasarkan data Investing.com. Kemudian rupiah menguat jadi Rp14.957 pada pukul 09.00.

Kurs Rupiah terhadap Dolar AS di Pasar Spot 5 September 2018


Sumber : Investing.com

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan strategi tersebut antara lain melalui penguatan sektor industri manufaktur penghasil devisa, mengurangi impor, mendukung sektor pariwisata, dan perbaikan iklim investasi.

Kesemuanya diharapkan bisa terlaksana secara maksimal dan nantinya mendukung penguatan nilai tukar rupiah.

Dengan menggunakan seluruh instrumen kebijakan, lanjut Ani, sapaan akrabnya, pemerintah baik menggunakan instrumen fiskal maupun instrumen kebijakan struktural akan terus melakukan penguatan struktur perekonomian Indonesia melalui memperkuat sektor industri manufaktur yang mampu menghasilkan devisa, dan mengurangi impor.

"Terutama impor barang konsumtif dan juga untuk mendukung pariwisata sehingga neraca perdagangan dan transaksi berjalan menjadi menguat," kata Ani, di Jakarta, Selasa, 4 September 2018.

Selain itu, lanjut mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini, pemerintah akan fokus untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif sehingga diharapkan dapat menarik investor baik dari luar maupun dalam negeri.

"Perbaikan iklim investasi agar dapat menarik arus modal dari luar juga terus diperbaiki untuk memperkuat neraca modal di neraca pembayaran sehingga neraca pembayaran semakin kokoh untuk menopang stabilitas nilai tukar rupiah," tutur Ani.

Dari sisi internal, lanjutnya, pemerintah akan memperkuat basis investor dalam negeri dan melakukan pendalaman pasar keuangan sehingga stabilitas nilai surat berharga pemerintah tetap terjaga.

Dari sisi moneter dan peran intermediasi lembaga-lembaga keuangan, Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan terus menjaga sistem keuangan.

Selain itu, kata Ani, BI dan OJK akan memaksimalkan fungsi intermediasi tetap stabil dan tahan terhadap guncangan global yang diakibatkan antara lain oleh perang dagang Amerika Serikat dan China serta kebijakan normalisasi moneter dan kenaikan suku bunga Federal Reserve.

Target Pertumbuhan Ekonomi

Di sisi lain, Ani berharap target pertumbuhan ekonomi Indonesia yang ditargetkan mencapai 5,3 persen di 2019 bisa menjadi sinyal positif bagi para pelaku usaha. Hal itu sejalan dengan adanya ketidakpastian ekonomi yang dipicu dari konflik perdagangan.

"Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2019 diperkirakan 5,3 persen. Asumsi tersebut cukup realistis dan optimistis. Pemerintah memandang perlu untuk memberikan sinyal optimisme kepada pelaku usaha di saat perekonomian dunia menunjukkan gejolak yang lebih besar," kata Ani.

Ani menjelaskan penetapan asumsi pertumbuhan ekonomi 2019 tersebut didasarkan pada perhitungan konsumsi rumah tangga, stabilitas harga bahan pokok, konsumsi pemerintah dan kemudahan investasi, serta peningkatan ekspor.

Selain itu, lanjutnya, konsumsi pemerintah diproyeksikan tumbuh 5,4 persen dengan anggaran belaja yang semakin efisien dan produktif serta mendukung program prioritas pembangunan. Diharapkan pula investasi dan ekspor di 2019 akan menjadi faktor pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Pembatasan Impor

Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto menambahkan upaya untuk merespons kondisi perekonomian yang berkembang saat ini, maka pemerintah segera memfinalisasi kebijakan pembatasan impor terhadap ratusan produk atau bahan baku.

"Finalisasinya besok, bisa lebih bisa kurang dari 900 (produk)," kata Airlangga.

Selain itu, ia menegaskan, pemerintah juga sedang mengkaji kemampuan industri untuk melakukan substitusi bahan. Hal ini karena untuk membuat pabrik di dalam negeri perlu waktu beberapa tahun. Karena itu, lanjutnya, perlu benar-benar dipilah dan dipilih jenis produk termasuk bahan baku, barang antara, atau barang hilir yang akan dibatasi impornya.

"Kalau ada bahan di dalam negeri pasti dibeli industri. Ini working capital maupun dari segi efisiensi," terangnya.

Namun demikian, Airlangga mengisyaratkan belum akan ada sanksi bagi industri yang belum memakai bahan lokal.

"Kita enggak akan berikan sanksi. Kalau investasi justru insentif yang didorong," pungkas Airlangga.

(K03/AM)