Bareksa.com – Fluktuasi harga saham PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN), perusahaan milik konglomerat Hary Tanoesoedibjo, terus terjadi dalam setahun terakhir, bak roller coaster.
Dalam setahun terakhir harga saham MNCN tersisa hampir setengah saja.
Hingga penutupan perdagangan 6 Juli 2018, harga saham MNCN berada di level 910 atau anjlok 49 persen jika dibandingkan harga saham pada 6 Juli 2017 yang berada di level Rp1800.
Untuk diketahui, Media Nusantara Citra atau MNC, merupakan grup perusahaan media terintegrasi.
Perseroan didirikan pada 17 Juni 1997 dan mengoperasikan empat stasiun free-to-air (FTA) televisi yakni RCTI, MNCTV, GTV dan iNews.
Perusahaan juga memproduksi konten, memiliki radio, media cetak di antaranya Koran Sindo, talent management serta perusahaan produksi TV.
Apa saja yang terjadi selama naik turunnya harga saham MNCN dalam 1 tahun terakhir?
Grafik Pergerakan Harga Saham MNCN
Sumber: Bareksa.com
Isu PHK Karyawan Koran Sindo
Pada Juli 2017, terdapat berita negatif, terkait pemutusan hubungan kerja (PHK) sejumlah karyawan di bawah bendera Grup MNC
MNC Group membantah kabar terjadinya gelombang PHK besar-besaran terhadap para pekerjanya. Kelompok usaha yang dikomandani oleh Hary Tanoesoedibjo itu bahkan mengklaim masih berencana ekspansi sumber daya manusia (SDM).
Sekretaris Perusahaan MNC Group, Syafril Nasution, mengatakan seiring dengan ekspansi grup, perusahaan akan menambah sekitar 2.000 orang pekerja baru pada tahun ini. Saat ini, jumlah pekerja perusahaan berkisar 37.000 orang.
Terkait isu PHK karyawan Koran Sindo di sejumlah daerah, Syafril melanjutkan, sebagai ekses kebijakan manajemen yang melakukan perubahan strategi. Perubahan disebut-sebut demi pertumbuhan bisnis Koran Sindo dan adaptif dengan perkembangan pembaca yang dinamis.
BMTR kurangi kepemilikan saham di MNCN
Pada 16 November 2017, perusahaan investasi di bidang media milik Grup MNC, PT Global Mediacom Tbk (BMTR), telah mengurangi kepemilikannya di MNCN. Meski demikian, Global Mediacom masih menjadi pemegang saham pengendali di pengelola stasiun televisi RCTI tersebut.
Terbaru, berdasarkan keterbukaan informasi di Bursa Efek, Global Mediacom kembali menjual saham MNCN sebanyak 769.000 lot dengan harga rata-rata senilai Rp1.505 per saham.
Dari hasil penjualan tersebut diperopleh Rp115,755 miliar. Penjualan dilakukan pada 6 November 2017.
Penjualan yang dilakukan oleh Global Mediacom bukan yang pertama. Menurut penelusuran Bareksa, sejak Agustus 2016- September 2017, emiten yang dikendalikan taipan Hary Tanoesoedibjo itu tercatat telah mengurangi kepemilikannya di saham MNCN sebanyak 3,78 juta lot saham menjadi 58,1 persen dari sebelumnya 60,75 persen.
Pada periode 15 bulan tersebut, tercatat harga rata-rata saham MNCN Rp1.474 per saham. Dengan asumsi dijual di harga rata-rata, berarti BMTR memperoleh sekitar Rp557 miliar.
Jika diakumulasikan hingga 6 November 2017, BMTR berhasil melepas 4,55 juta lot saham dengan perkiraan perolehan dana Rp672,7 miliar.
Keluar dari Index MSCI
Akhir November 2017, Morgan Stanley Capital International (MSCI) mengubah komposisi daftar saham-sahamnya (rebalancing).
Dalam daftar baru tersebut, sejumlah saham emiten asal Indonesia keluar dari MSCI Global Standard Index dan MSCI Global Small Cap Index untuk periode November 2017 hingga Mei 2018.
Dugaan adanya transaksi ilegal
Perusahaan sempat meminta perdagangan sahamnya dihentikan sementara oleh Bursa, seiring adanya dugaan saham MNCN telah digelapkan oleh sindikat yang berasal dari luar negeri.
Manajemen MNC mengatakan, saham MNCN yang disimpan oleh kustodian Citibank atas nama Nomura Pb Nominees Ltd sejumlah 254 juta saham dicurigai diperjualbelikan di pasar saham dari 7 Desember 2017 hingga 13 Desember 2017.
Sehingga Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) juga sempat memblokir saham MNCN yang terdaftar di bank kustodian Citibank atas rekening Nomura PB Nominees Ltd.
Pemblokiran saham tersebut dilakukan usai KSEI memperoleh instruksi pemblokiran dari Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya pada Kamis, 14 Desember 2017, malam.
Akibat pemblokiran itu maka perusahaan sekuritas (broker) yang berposisi menjual saham MNCN yang diakui milik Global Mediacom harus menyelesaikan transaksi menggunakan skema uang pengganti (alternate cash settlement/ ACS) yang dibayar broker itu Rp16 miliar.
Hasil Laporan Keuangan Tahun 2017
Pada April 2018, laporan keuangan MNCN diumumkan dengan laba bersih Rp1,56 triliun pada 2017, meningkat 6,85 jika dibandingkan dengan laba pada 2016 sebesar Rp1,46 triliun. Akan tetapi, pendapatannya turun 19,5 persen menjadi Rp7,05 triliun dari Rp8,7 triliun.
Pertumbuhan laba MNCN pada 2017 karena manajemen perseroan berhasil menerapkan program efisiensi biaya operasional perusahaan. Itu terlihat dari penurunan beban pokok penjualan pada 2017 menjadi Rp2,6 triliun dibandingkan pada tahun sebelumnya sebesar Rp2,8 triliun.
Buyback Saham
Pada akhir Juni 2018 MNCN, meminta persetujuan pemegang saham untuk melakukan aksi beli saham kembali (buyback) senilai Rp508,65 miliar atau 35 persen dari perolehan laba 2017.
Direktur Utama MNC David Fernando Audy menjelaskan, tujuan dari buyback yang dilakukan adalah untuk menjaga harga saham MNC.
"Buyback dilakukan pada 2018 dengan mekanisme voting, karena harga saham murah dan rendah, jadi kurang lebih begitu," kata dia .
Sedangkan untuk patokan harga buyback, MNC belum menentukan maksimal di harga berapa. "Selama di bawah harga, akan beli terus," ucap dia.
Sementara untuk perolehan laba bersih pada 2017, perseroan mencatat Rp1,43 triliun. Selain untuk penggunaan buyback, perseroan menggunakan laba bersih tersebut untuk dana cadangan sebesar Rp1 miliar dan 15 persen dibagikan sebagai dividen dengan harga Rp15 per saham.
Dengan adanya rencana ini seharusnya bisa menjadi sentimen positif bagi pergerakan harga saham MNCN.
(AM)
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui saham mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami kinerja keuangan saham tersebut.