Bareksa.com - Badan Pusat Statistik (BPS) merilis neraca perdagangan Mei 2018 kembali defisit US$ 1,52 miliar atau masih lebih baik dibanding defisit bulan sebelumnya US$1,62 miliar. Meski lebih baik, defisit ini di luar perkiraan sejumlah ekonom, sebab peningkatan angka impor jauh berada di atas ekspektasi konsensus.
Nilai ekspor pada Mei 2018 tercatat tumbuh 12,47 persen dibanding Mei 2017 menjadi US$16,12 miliar. Sementara nilai impor tercatat lebih tinggi US$17,64 miliar atau tumbuh 28,12 persen, padahal konsensus memperkirakan hanya akan terjadi peningkatan impor 13,8 persen.
Grafik : Historikal Neraca Dagang Indonesia (US$ Miliar)
Sumber : BPS, diolah Bareksa.com
Apa saja yang menyebabkan neraca dagang defisit signifikan?
Menurut analisis Bareksa, ada beberapa faktor yang menyebabkan neraca dagang pada Mei 2018 mencatat defisit signifikan.
Pertama, menurunnya angka ekspor lemak dan minyak nabati 15,66 persen.
Mengapa ekspor jenis ini terbilang penting? Sebab ekspor nonmigas mempunyai peran terhadap ekspor Indonesia secara nominal mencapai 90,86 persen dan ekspor lemak dan minyak nabati mempunyai peran 12,3 persen. Angka itu masih lebih tinggi jika dibanding peran migas (minyak mentah & gas) yang jika dijumlah hanya mempunyai kontribusi 9,14 persen.
Sumber : BPS
Kedua, nilai Impor secara nominal (US$ Juta) semuanya meningkat jika dibanding Mei 2017. Hal ini terjadi disebabkan oleh naiknya harga komoditas disertai meningkatnya volume yang diimpor.
Tabel Nilai Impor
Sumber : BPS
Ketiga, di sisi lain jika dilihat impor non migas, juga terjadi peningkatan impor mesin dan pesawat mekanik yang mencapai 31,97 persen, serta mesin dan peralatan listrik yang impornya melonjak 28,16 persen. Kedua variabel tersebut juga penting, sebab perannya terhadap impor nonmigas jika dijumlah mencapai 30,33 persen.
Tabel Nilai Impor Nonmigas
Sumber : BPS
Dengan beberapa faktor tersebut, sehingga wajar jika neraca dagang kembali mencatatkan defisit pada Mei 2018.
Defisit neraca dagang utamanya terjadi di tengah meningkatnya harga minyak dunia yang berdampak pada harga komoditas lainnya.
(AM)