Bareksa.com - Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) terpantau menguat signifikan 5,15 persen ke level US$69,25 per barel pada perdagangan Jumat, 22 Juni 2018.
Kenaikan tersebut terjadi setelah Organisasi Negara Eksportir Minyak (Organization of Petroleum Exporting Countries/OPEC) memutuskan menaikkan produksi guna menekan harga, tetapi hanya menetapkan acuan nominal yang besarannya di lapangan bisa lebih kecil dari itu.
Sidang negara-negara eksportir minyak (OPEC) telah berakhir Jumat lalu, dengan keputusan menaikkan produksi demi mengontrol harga minyak dunia.
Dalam pertemuan di Wina, Austria, negara anggota OPEC telah mencapai kesepakatan untuk memproduksi minyak mentah 1 juta barel per hari (bph). Hanya saja, angka riil produksi diperkirakan lebih kecil dari itu pada kisaran 500.000 hingga 600.000 bph.
Alasannya adalah dikarenakan beberapa negara secara teknis atau natural memang tidak bisa menaikkan produksi, seperti Venezuela yang masih terjerat krisis. Demikian juga dengan negara non-OPEC seperti Meksiko yang secara teknis tak bisa mendongkrak produksi.
Kesepakatan itu tetap diambil meski Iran menolak dan memutuskan meninggalkan forum (walk out). Sikap Iran itu menunjukkan bahwa tensi di antara negara OPEC itu masih sangat tinggi sehingga keputusan tersebut berpeluang tak diikuti oleh produsen minyak negara-negara lain.
Amerika Serikat (AS), China dan India beberapa waktu sebelumnya menekan organisasi kartel minyak tersebut untuk menaikkan produksi guna membantu menekan harga minyak di tengah pertumbuhan ekonomi dunia yang masih lemah.
ELSA dan MEDC Menarik Untuk Dicermati
Memanfaatkan momentum kenaikan harga minyak mentah dunia, saham-saham berbasis pertambangan khususnya yang berada dalam sub sektor produksi minyak mentah dan gas alam menarik untuk dicermati.
Hal ini mengingat saham-saham dalam sektor tersebut memiliki korelasi positif yang cukup kuat terhadap pergerakan harga minyak mentah dunia.
1. PT Elnusa Tbk (ELSA)
Secara fundamental, ELSA hingga kuartal pertama 2018 membukukan kinerja sangat positif dengan mengantongi laba bersih Rp70,9 miliar, melonjak 1.268,73 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang hanya Rp5,18 miliar.
Selain itu, berdasarkan penutupan perdagangan Jumat pekan lalu, harga di level Rp352, saham ELSA saat ini berada di price earning ratio (PER) pada level 8,21 kali yang tergolong masih cukup murah.
Sumber : Bareksa
Secara teknikal, saham ELSA terlihat masih dalam fase downtrend cukup kuat dengan support terdekat berada di level Rp330 per saham.
Indikator relative strength index (RSI) terpantau telah memasuki area jenuh jual sehingga membuka potensi adanya rebound terutama yang didukung momentum kenaikan hatga minyak mentah dunia.
2. PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC)
Secara fundamental, MEDC hingga kuartal pertama 2018 membukukan kinerja kurang memuaskan dengan penurunan laba bersih 46,75 persen dari sebelumnya Rp573,56 miliar pada kuartal pertama 2017 menjadi Rp305,43 miliar di kuartal I 2018.
Selain itu, berdasarkan harga penutupan perdagangan Jumat di level Rp990, saham MEDC saat ini berada di price earning ratio (PER) pada level 12,14 kali yang tergolong masih cukup murah, meskipun cukup jauh di atas saham ELSA.
Secara teknikal, saham MEDC juga terlihat masih dalam fase downtrend cukup kuat dengan support terdekat berada pada level Rp890. Indikator relative strength index (RSI) terpantau telah mendekati area jenuh jual sehingga membuka potensi adanya rebound terutama yang didukung momentum kenaikan hatga minyak mentah dunia.
(AM)
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui saham mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami kinerja keuangan saham tersebut.