Jawara Transaksi Terbesar Kedua di Bursa, Ini Analisis Saham BMRI

Bareksa • 30 May 2018

an image
Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo (tengah) berbincang dengan Komisaris Utama Hartadi A Sarwono (kiri) dan Wakil Direktur Utama Sulaiman Arief Arianto dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan di Plaza Mandiri, Jakarta, Rabu (21/3). (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Saham BMRI pada perdagangan Senin, 28 Mei 2018 ditutup melonjak 5,35 persen ke Rp7.375

Bareksa.com - Harga saham PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) pada perdagangan Senin, 28 Mei 2018 ditutup melonjak 5,35 persen ke Rp7.375 per saham. BMRI di Bursa Efek Indonesia menjadi saham peringkat kedua dengan nilai transaksi perdagangan terbesar mencapai Rp472,19 miliar.

Berdasarkan aktivitas broker summary, tiga anggota bursa yang paling banyak memborong saham BMRI yaitu Mandiri Sekuritas (CC) dengan nilai pembelian Rp150,54 miliar, kemudian Credit Suisse Sekuritas (CS) Rp71,81 miliar, dan Merrill Lynch Sekuritas (ML) Rp35,19 miliar.

Ketiga broker tersebut masing-masing berkontribusi terhadap nilai transaksi keseluruhan saham BMRI yaitu sebesar 31,88 persen, 15,21 persen, dan 7,45 persen.

Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) yang terus menunjukkan penguatan dalam beberapa hari terakhir serta mulai bergerak di bawah level Rp14.000 per dolar AS menjadi katalis positif pada saham-saham perbankan, termasuk BMRI.

Analisis Fundamental BMRI

Secara fundamental, emiten perbankan pelat merah ini masih mencatatkan kinerja solid pada kuartal pertama tahun 2018. Sepanjang perioede Januari hingga Maret 2018, bank pelat merah tersebut mengantongi laba bersih senilai Rp 5,9 triliun atau  tumbuh 43,7 persen  secara year on year (yoy). Hal tersebut sejalan dengan upaya perseroan dalam memperbaiki kualitas aset produktif dan penguatan fokus bisnis pada segmen produktif.

Adapun pencapaian tersebut didorong oleh pendapatan operasional selain bunga atau fee based income yang berhasil tumbuh signifikan sebesar 14,7 persen yoy mencapai Rp6,0 triliun. Di sisi lain, secara keseluruhan biaya operasional masih terkendali dengan pertumbuhan single digit.

Selain itu, perseroan juga berhasil memperbaiki kualitas kredit yang tergambar dari penurunan rasio Non Performing Loan (NPL) dari 3,98 persen pada kuartal pertama 2017 menjadi 3,32 persen pada kuartal pertama 2018. Hal tersebut memangkas alokasi biaya pencadangan perseroan menjadi Rp3,8 triliun dari sebelumnya Rp5,4 triliun pada periode yang sama tahun lalu.

Bank Mandiri juga senantiasa melaksanakan fungsi intermediary-nya (penghubung) melalui penyaluran kredit sebesar Rp703 triliun pada akhir Maret lalu, atau naik 7,1 persen secara yoy, dimana kontribusi pembiayaan produktif sebesar 77,5 persen  dari total portofolio kredit (bank only). Kinerja baik tersebut pun berhasil mendongkrak nilai aset perseroan menjadi Rp1.098,2 triliun pada akhir kuartal pertama 2018, tumbuh 6,2 persen secara yoy.

Adapun peningkatan kredit produktif tercermin dari penyaluran kredit investasi yang naik 6,4 persen yoy menjadi Rp199,7 triliun dan kredit modal kerja  yang mencapai Rp276,5 triliun.

Pertumbuhan laba secara bisnis dikontribusikan oleh dua segmen utama, yakni Corporate dan Retail, terutama kredit micro dan consumer. Pada akhir Maret 2018, pembiayaan segmen large corporate mencapai Rp20,9 triliun, tumbuh 8,9 persen yoy, kredit mikro tumbuh 22,6 persen yoy menjadi Rp85,6 triliun, dan kredit consumer tumbuh 14,7 persen yoy mencapai Rp79,8 triliun.

Bank Mandiri menyalurkan kredit infrastruktur yang sebesar Rp137 triliun atau 59,0 persen dari total komitmen yang telah diberikan hingga Maret 2018 sebesar Rp232,6 triliun. Kredit tersebut disalurkan kepada 7 sektor utama yakni transportasi (Rp36 triliun), tenaga listrik (Rp34,5 triliun), migas & energi terbarukan (Rp13,6 triliun), konstruksi (Rp15,2 triliun), perumahan rakyat & fasilitas kota (Rp9,2 triliun), telematika (Rp8,2 triliun), Jalan tol (Rp9,8 triliun) dan infrastruktur lainnya (Rp10,7 triliun).

Bentuk dukungan lain juga tercermin pada penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) pada tiga bulan pertama 2018 sebesar Rp3,55 triliun, atau sekitar 24,4 persen dari target Rp14,56 triliun tahun ini. Adapun 41,9 persen dari nilai tersebut atau Rp1,49 triliun telah disalurkan kepada sektor produktif, yakni pertanian, perkebunan dan  perikanan. Sejak pertama kali disalurkan hingga Maret 2018, Bank Mandiri telah menyalurkan KUR sebesar Rp51,88 triliun kepada 1,05 juta debitur yang tersebar di seluruh Indonesia.

Selain itu, Bank Mandiri juga berkeinginan untuk menumbuhkan bisnis perseroan secara berkesinambungan dengan memperkuat struktur pendanaan melalui peningkatan dana murah, menjaga pertumbuhan biaya operasional serta penyaluran kredit yang lebih prudent baik di segmen Wholesale dan Retail.

Pada kuartal pertama 2018, pengumpulan dana murah perseroan tercatat bertambah Rp31,5 triliun, setara dengan kenaikan 6,8 persen yoy menjadi Rp497,18 triliun. Pertumbuhan tersebut ditopang oleh peningkatan tabungan sebesar Rp23,4 triliun menjadi Rp310,9 triliun, dan kenaikan giro  sebesar Rp8,1 triliun menjadi Rp 186,2 triliun. Sedangkan cost of fund juga berhasil turun menjadi 2,6 persen  dari posisi akhir Maret tahun lalu yang mencapai 2,9 persen.

Analisis Teknikal BMRI

Menurut analisis Bareksa, secara teknikal candle BMRI pada perdagangan Senin kemarin membentuk bullish candle dengan body yang cukup besar menggambarkan saham ini mengalami pergerakan positif yang dominan.

Volume menunjukkan lonjakan signifikan menandakan adanya aksi pembelian yang cukup signifikan pada saham ini yang juga diiringi dengan aksi pembelian bersih (net foreign buy) oleh investor asing senilai Rp 131,41 miliar.

Saat ini, BMRI berpotensi menguji resisten terdekat di level Rp7.475 yang didukung oleh indikator relative strength index (RSI) yang terpantau bergerak positif dan mulai meninggalkan area jenuh jual mengindikasikan adanya sinyal kenaikan yang cukup kuat.

DISCLAIMER

Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui saham mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami kinerja keuangan saham tersebut.