Bareksa.com – PT Charoen Pokhpand Tbk (CPIN) menyiapkan belanja modal (capital expenditure/capex) Rp2,6 triliun tahun ini. Perseroan bakal mengalokasikan sebagian besar capex untuk tiga lini usahanya.
Presiden Direktur Charoen Pokphand, Tjiu Thomas Effendy, menuturkan kegiatan usaha perseroan terintegrasi sehingga perseroan tidak menitikberatkan capex untuk satu lini bisnisnya saja. Perseroan menambah kapasitas unit usahanya secara terintegrasi untuk mendongkrak penjualan.
“Investasi keharusan bagi perseroan, kita akan kucurkan Rp2,6 triliun,” ujarnya di Jakarta, Rabu, 23 Mei 2018.
Dia merinci lebih lanjut, sebanyak 40 persen dari total capex akan digunakan untuk ekspansi pakan ternak. Rencananya, Charoen bakal membangun dua feedmill tahun ini di Jawa dan Sumatera.
Charoen saat ini memiliki dua feedmill di Medan, Sumatera Utara dan Lampung. Dia mengatakan meski belum memutuskan lokasi feedmill-nya secara spesifik, tetapi perseroan bakal membangun feedmill di Sumatera bagian tengah.
Kemudian, 35 persen dana capex perseroan akan digunakan untuk peternakan. Perseroan bakal membangun peternakan pembibitan (breeding farm). Ekspansi farming perseroan menyesuaikan dengan permintaan pasar. Karena permintaan daging ayam meningkat, maka perseroan membangun breeding farm.
“Dan 15 persen ekspansi di sektor food and baverage untuk penambahan mesin,” katanya.
CPIN akan meningkatkan kapasitas produksi dan varian produknya. Untuk memenuhi kebutuhan capex, Charoen menargetkan menggunakan kas internal. Dengan target laba bersih tahun ini Rp3 triliun, Thomas memperkirakan perseroan memiliki Ebitda Rp4 triliun.
Dia berharap kas internal dari kegiatan operasi cukup untuk memenuhi kebutuhan dana capex. Namun, apabila kurang perseroan akan menambah dana dari pinjaman.
Target Pendapatan dan Laba
Charoen menargetkan pendapatan ini naik 12 persen dari realisasi 2017 yang sebesar Rp49,36 triliun. Laba bersih ditargetkan naik 20 persen menjadi Rp3 triliun.
Thomas mengatakan pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada dasarnya akan memengaruhi dua hal pada keuangan perseroan. Pertama adalah bahan baku impor, kedua biaya utang.
Saat ini komposisi bahan baku impor terhadap total bahan baku Charoen berkisar 35 persen. Jumlah itu sudah berkurang signifikan karena bahan baku jagung perseroan saat ini sudah berasal dari dari pasar domestik.
“Sebelumnya, jika jagung masih impor pengaruhnya akan sangat signifikan,” ujar dia.
Faktor kedua adalah pinjaman. Sejak tiga tahun lalu, Charoen telah mengubah komposisi eksposur utang. Sebelumnya, rasio utang dolar Amerika Serikat dan rupiah Charoen sebesar 50:50.
Namun, karena perseoran tidak ingin ada spekulasi yang relatif tinggi tetapi di sisi lain memeprtahankan cost of fund, perseroan memutuskan mengubah komposisi pinjaman berdasarkan mata uangnya.
Sekarang komposisi utang perseroan adalah 80 persen rupiah dan 20 persen dolar AS. Dia menilai komposisi itu paling ideal, selain bisa mempertahankan cost of fund, perseroan juga tidak mengalami risiko besar terhadap perubahan nilai kurs.
Total utang dalam mata uang dolar AS Charoen saat ini mencapai 20 persen atau US$80 juta. Perseroan telah melakukan lindung nilai terhadap pinjaman jangka pendek dolar AS-nya. Tetapi Charoen memutuskan tidak melakukan hedging pada utang dolar AS jangka panjang.
“Karena risikonya bisa kita tanggung dan impaknya tidak akan terlalu besar,” terangnya.
Pemegang saham PT Charoen Pokphand Tbk (CPIN) sepakat menggunakan 36,76 persen dari laba bersih perseroan sepanjang tahun lalu, atau setara Rp918,28 miliar sebagai dividen. Nilai dividen perseroan setara dengan Rp56 per saham. (AM)