Kisah Bank Permata Gandeng Fintech Melawan Rentenir dan Tengkulak

Bareksa • 09 May 2018

an image
Presiden Direktur Bank Permata Ridha D.M Wirakusumah dalam Workshop Wartawan Pasar Modal di Jakarta, Rabu (9/5). (Issa Almawadi/Bareksa)

Bersama Amartha, Bank Permata menyalurkan pembiayaan hngga Rp15 miliar

Bareksa.com – Rendahnya penetrasi inklusi keuangan digital ke sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), membuat kalangan perbankan mulai memutar otak agar bisa melakukan pemerataan perbankan digital.

Tak terkecuali PT Bank Permata Tbk (BNLI) yang kini sedang giat-giatnya mengembangkan layanan digital bagi para nasabahnya. Dengan keterbatasan kantor cabang, Bank Permata akhirnya memilih jalur financial technology (fintech) untuk bisa menjangkau UMKM di daerah-daerah.

Dari sekian banyak fintech yang ada, anak usaha PT Astra International Tbk (ASII) dan Standard Chartered ini menggandeng Amartha sebagai fintech mitra dalam melayani kebutuhan layanan keuangan UMKM.

Presiden Direktur Bank Permata Ridha D.M Wirakusumah menyampaikan, terpilihnya Amartha terkait dengan segmennya dalam melayani industri mikro di daerah, khususnya dari kalangan perempuan.

“Sesuai risetnya, ternyata nasabah perempuan yang paling teratur dalam membayar pinjamannya,” tutur Ridha dalam workshop wartawan pasar Modal di Jakarta, Rabu, 9 Mei 2018.

Sejauh ini, Ridha bilang, kerja sama antara Bank Permata dan Amartha menghasilkan 5.000 peminjam dengan nilai Rp17 miliar hingga Mei 2018. Jumlah yang terbilang masih jauh dari kata besar itu diharapkan Ridha bisa naik berkali-kali lipat ke depannya.

Hanya saja, kata Ridha, dalam realiasi kerja sama dengan Amartha, tentu saja ada berbagai tantangan yang dihadapi.

“Terutama pengalaman kami melawan rentenir dan tengkulak. Justru ibu-ibu yang jadi nasabah kami itu yang membantu perlawanan ini,” imbuh Ridha.

Ridha bercerita, di beberapa daerah, masyarakat yang mendapat pinjaman dari rentenir dan tengkulak harus membayar lebih atas uang yang mereka terima.

Sementara, melalui Amartha, masyarakat cukup membayar bunga berkisar 24 - 29 persen per tahun dengan pendekatan yang lebih ramah.

Dalam penyaluran pembiayaan ini, Ridha juga mengungkapkan ada beberapa hal yang tidak bisa dilanggar. Pertama, pembiayaan yang diberikan harus dengan tingkat tanggung jawab yang tinggi. Kedua, dilakukan dengan prinsip kehati-hatian.

“Pinjaman juga kami berikan dengan tujuan produktivitas atau ada tujuan. Tidak bisa kami berikan untuk yang konsumtif misalnya. Jadi tidak bisa dipaksakan juga,” ungkap Ridha.

Bank Permata juga menyaratkan agar teknoogi benar-benar memainkan perannya dalam pemberian pinjaman kepada masyarakat.

“Sehingga turn around bisa sangat cepat,” tambahnya.

Meski begitu, Bank Permata tidak menutup kemungkinan untuk bekerja sama dengan fintech lain, selama beberapa hal tersebut bisa terpenuhi oleh fintech tersebut.

Sejauh ini, Amartha punya jangkauan ke 500 daerah terpencil di beberapa wilayah dengan dukungan 350 anggotanya. Dari jumlah itu, Amartha telah menyalurkan pembiayaan hingga Rp155 miliar dengan 99,5 persennya terbayar tepat waktu. (AM)