Bareksa.com - Harga minyak naik ke level tertinggi sejak akhir 2014 setelah data pemerintah Amerika Serikat (AS) menunjukkan stok minyak mentah AS turun pekan lalu dan adanya kekhawatiran pasar tentang gangguan pasokan di negara-negara penghasil bahan bakar fosil utama.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS mengakhiri sesi di hari Rabu, 18 April 2018, dengan naik US$1,95 atau 2,9 persen ke level US$68,47 per barel. Angka penutupan ini tertinggi sejak 1 Desember 2014.
Sementara itu, patokan internasional minyak mentah Brent berjangka juga mencapai level intraday tertinggi baru sejak November 2014. Harga kontrak tersebut naik US$1,90, atau 2,7 persen, untuk mengakhiri sesi Rabu di level US$73,48 per barel.
Grafik Harga Minyak WTI
Sumber : barchart.com
Minyak Brent menandai penutupan terbaiknya sejak 26 November 2014, sehari sebelum Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) menolak mengambil langkah untuk menghentikan penurunan harga minyak, sehingga memicu aksi jual tajam yang akhirnya membawa harga minyak ke posisi terendah 12 tahun.
OPEC sejak itu berbalik arah dengan mencapai kesepakatan dengan Rusia serta produsen minyak lainnya untuk memangkas produksi 1,8 juta barel per hari yang dimulai sejak Januari 2017.
Adapun kesepakatan itu berlangsung hingga akhir tahun ini dan hampir menyusutkan stok minyak global ke level rata-rata lima tahun mereka. Sebuah komite yang memantau kepatuhan terhadap pemotongan tersebut akan bertemu di Arab Saudi pada hari Jumat, dan kelompok yang lebih luas akan berkumpul pada bulan Juni untuk menentukan apakah perjanjian harus disesuaikan.
Beberapa pejabat senior Saudi dilaporkan menargetkan harga minyak di level US$80 per barel, dan dapat siap berargumen untuk membatasi produksi di negaranya demi mencapai tujuan tersebut.
Sementara itu, di sisi lain inventori minyak mentah komersial AS turun 1,1 juta barel dalam seminggu hingga 13 April, seperti yang dilaporkan oleh Administrasi Informasi Energi AS. Persediaan bensin juga turun 3 juta barel, sementara distilasi bahan bakar termasuk solar turun 3,1 juta barel.
Harga minyak yang rally dalam beberapa pekan terakhir dipicu oleh kekhawatiran atas ketegangan geopolitik di Timur Tengah sehingga berpotensi menyebabkan gangguan pasokan minyak.
Serangan udara di Suriah oleh Amerika Serikat, Perancis dan Inggris memicu kekhawatiran konflik dengan sekutu pemerintah Suriah, Rusia dan Iran, yang merupakan dua produsen minyak terbesar dunia. Serangan roket oleh pemberontak di Yaman pada eksportir minyak atas Arab Saudi juga telah berkontribusi terhadap kenaikan risiko premium geopolitik minyak.
Adapun pasar juga menunggu untuk melihat apakah Presiden Donald Trump akan menerapkan kembali sanksi terhadap Iran, dalam batas waktu pada 12 Mei mendatang. Sementara itu, produksi terus menurun di Venezuela, di mana krisis ekonomi telah melumpuhkan industri minyak bumi bangsa tersebut.