Apakah Utang Pemerintah Indonesia Masih Aman? Berikut Ulasan Bahana Sekuritas

Bareksa • 05 Apr 2018

an image
Petugas menghitung tumpukkan uang di Cash Center Bank Mandiri, Jakarta, Rabu (17/1). Bank Indonesia menyatakan perkembangan Utang Luar Negeri (ULN) sebesar US$347,3 miliar pada November 2017 tetap terkendali, hal itu tercermin dari rasio ULN terhadap Produk Domestik Bruto yang stabil di kisaran 34 persen. (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Rasio utang terhadap PDB Indonesia masih lebih rendah dibandingkan Malaysia, Thailand, Filipina, dan Singapura

Bareksa.com - Mencari pinjaman atau utang seringkali menjadi alternatif bagi sebagian besar orang, perusahaan, atau bahkan negara untuk membiayai kebutuhan keluarga, pengembangan bisnis, atau pembangunan sebuah negara, termasuk Indonesia. Penarikan jumlah pinjaman tentu disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan bayar.

Berdasarkan data Dana Moneter Internasional (IMF), Indonesia tercatat sebagai negara dengan tingkat utang terendah. Indonesia berada di posisi 36 dari 219 negara dengan rasio utang terendah dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi atau produk domestik brutto (PDB). Meskipun rasio utang terhadap PDB Indonesia naik dari 23 persen pada 2012 menjadi 29 persen pada 2017.

Kepala Riset dan Strategis PT Bahana Sekuritas, Andri Ngaserin menilai kenaikan utang yang terjadi saat ini bukanlah hal yang mengancam bagi kestabilan perekonomian Indonesia. Justru sebaliknya kenaikan utang diimbangi dengan meningkatnya belanja produktif pemerintah khususnya untuk infrastuktur, sektor pendidikan dan kesehatan.

''Dengan rasio utang terhadap PDB yang masih rendah dibanding negara lainnya, pemerintah masih perlu meningkatkan belanja infrastruktur, pendidikan dan kesehatan karena ketiga hal ini menjadi modal dasar bagi keberhasilan pembangunan ekonomi dan sosial Indonesia untuk jangka menengah-panjang,'' katanya, dalam hasil riset yang dipublikasi Kamis, 5 April 2018.

Menurut Andri, pekerjaan produktif tidak akan tercapai, tanpa ditunjang oleh tingkat pendidikan dan kesehatan yang lebih maju dan sesuai dengan kebutuhan. Tidak berbeda, tanpa ketersediaan jalan, pelabuhan dan bandara yang memadai untuk kebutuhan bisnis maka biaya untuk berusaha atau berinvestasi di Indonesia akan jauh lebih mahal dibanding negara lain. Pada akhirnya kondisi itu bisa mempengaruhi minat investasi asing untuk masuk ke Indonesia.

Perbandingan di Asia Tenggara

Kalau dibandingkan dengan negara lain di Asia Tenggara dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tidak jauh berbeda dengan Indonesia, rasio utang Indonesia terhadap PDB masih lebih rendah dibanding Malaysia yang tercatat 56 persen, Thailand 42 persen,  Filipina 35 persen, dan bahkan Singapura 111 persen.

Singapura dengan rasio utang yang besar mampu membangun infrastruktur jauh lebih baik dibanding negara lainnya di Asia Tenggara. Demikian halnya Malaysia dan Thailand.

Hingga tahun lalu, pemerintah telah membangun 794 kilometer jalan, 9.072 meter jembatan, 618.3 kilometer jalur kereta dan menyelesaikan pembangunan tiga bandara.

Untuk memajukan pendidikan, pemerintah juga telah membagikan 19,8 juta kartu Indonesia pintar (KIP), memberikan dana bantuan operasional sekolah (BOS) kepada 8 juta pelajar dan memberikan beasiswa kepada 364.400 orang.

Untuk memperbaiki tingkat kesehatan masyarakat, pemerintah juga telah membagikan kartu Indonesia sehat kepada 92,1 juta orang.

Belanja Infrastruktur

Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018, pemerintah meningkatkan belanja infrastruktur jadi Rp410,7 triliun dari tahun lalu sekitar Rp388,3 triliun. Dana itu akan digunakan antara lain untuk membangun 865 kilometer jalan baru, 25 kilometer jalan tol, 8.695 kilometer jembatan. Serta untuk penyelesaian pembangunan delapan bandara baru dan melanjutkan pembangunan kereta ringan (LRT).

Andri menyatakan anggaran pendidikan tahun ini naik menjadi Rp444,1 triliun dari tahun lalu Rp419,8 triliun. Dana itu akan digunakan antara lain untuk membagikan 19,7 juta KIP, 56 juta dana BOS, memberikan 401.500 beasiswa kepada mahasiswa, pembangunan dan rehabilitasi sekolah atau ruang kelas sekitar 61.200.

Untuk belanja kesehatan pada tahun ini naik menjadi Rp111 triliun dari alokasi belanja tahun lalu Rp104,9 triliun untuk menyediakan dan membagikan 92,4 juta kartu Indonesia sehat, serta menyediakan sarana fasilitas kesehatan yang berkualitas bagi 49 rumah sakit atau balai kesehatan.

''Untuk bisa bersaing dalam perdagangan global saat ini, Indonesia perlu meningkatkan produktivitas, semakin efisien, dengan tingkat biaya-biaya yang semakin rendah sehingga memiliki nilai tambah dibanding negara lainnya,'' jelas Andri.

Hal itu hanya bisa dicapai, kata dia, bila pemerintah mampu menyediakan infrastruktur yang memadai sehingga pada akhirnya roda perekonomian akan semakin kuat.