Bareksa.com - PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) merilis kinerja keuangan sepanjang 2017, dengan kinerja laba bersih yang meningkat signifikan akibat pos manfaat pajak. Meski begitu, harga saham emiten provider menara ini masih tertekan sepanjang 2018.
Sepanjang 2017, perusahaan penyedia infrastruktur telekomunikasi ini berhasil membukukan pendapatan yang tumbuh 8,4 persen menjadi Rp4 triliun dari Rp3,7 triliun pada tahun 2016 lalu.
Sementara beban pokok pendapatan dari TBIG ini sendiri turun sebesar 9,5 persen menjadi Rp667 miliar. Hal ini membuat perusahaan berhasil mencetak laba sebelum pajak naik 15,5 persen menjadi Rp907,64 miliar
Namun, yang menarik adalah perusahaan mendapatkan manfaat pajak penghasilan tangguhan yang cukup besar pada tahun 2017, nilainya mencapai Rp1,58 triliun. Maka, manfaat pajak penghasilan bersih perseroan pun mencapai Rp1,43 triliun yang sangat mempengaruhi bottom line.
Padahal, di tahun 2016, perseroan harus terkena beban pajak penghasilan bersih sebesar Rp62,56 miliar. Alhasil, TBIG mencatat laba bersih yang naik sebesar 224 persen menjadi Rp2,3 triliun dari Rp713 miliar pada tahun 2016.
Kinerja Keuangan PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (Rp miliar)
“Kami bangga mengumumkan tahun pertumbuhan organik yang sangat baik, di mana kami menambahkan 3.009 penyewaan gross yang terdiri dari 925 site telekomunikasi dan 2.084 kolokasi. Penambahan yang signifikan pada penyewa kolokasi telah meningkatkan rasio kolokasi (tenancy ratio) dari 1,63 pada pada kuartal IV 2016 menjadi 1,71 pada kuartal IV 2017," kata CEO TBIG, Hardi Wijaya Liong, dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 21 Maret 2018.
Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, kenaikan pendapatan ini lebih didorong oleh kenaikan pendapatan dari segmen menara sebesar 8,4 persen menjadi Rp3,9 triliun, segmen in building system yang naik sebesar 0,4 persen menjadi Rp28,6 miliar, dan juga segmen gedung yang juga naik sebesar 14,2 persen menjadi Rp5,5 miliar. Adapun pendapatan dari segmen menara berkontribusi sebesar 99 persen terhadap total pendapatan.
Sementara itu, secara geografis pangsa pasar TBIG selama 2017 berasal dari pulau Jawa & Bali, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi yang berkontribusi masing-masing sebesar 59 persen, 26 persen, 7 persen, dan 8 persen terhadap total pendapatan.
Selain itu, rincian pelanggan TBIG tahun 2017 lebih banyak dari PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) yang naik sebesar 21 persen menjadi Rp1,8 triliun dibandingkan Rp1,5 triliun pada tahun 2016 lalu. Pendapatan dari Telkomsel ini berkontribusi paling besar yaitu 45 persen dari total pendapatan TBIG tahun 2017, dan selebihnya ada dari PT Indosat Tbk, PT XL Axiata Tbk dan lainnya.
Sebagai informasi, per 31 Desember 2017, perusahaan milik Saratoga Group dan Provident Capital ini sudah memiliki 23.018 penyewaan dan 13.509 site telekomunikasi. Site telekomunikasi milik perseroan terdiri dari 13.461 menara telekomunikasi dan 48 jaringan DAS. Dengan total penyewaan pada menara telekomunikasi sebanyak 22.970, maka rasio kolokasi (tenancy ratio) TBIG menjadi 1,71.
Sedangkan pergerakan saham TBIG di Bursa Efek Indonesia sendiri sudah turun 11,6 persen sejak awal tahun. Pada penutupan perdagangan hari Rabu, saham TBIG berada pada level harga Rp5.700 per lembar saham. (hm)