Bareksa.com - Sepanjang tahun 2017 lalu, PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) atau CAP mencatatkan rekor kinerja operasional dan keuangan. Salah satunya, catatan laba bersih yang mencapai US$319,2 juta, atau naik 6,3 persen dari periode akhir 2016.
Menurut Presiden Direktur CAP Erwin Ciputra, pencapaian laba tahun 2017 terutama dikontribusikan oleh volume penjualan yang lebih tinggi dan marjin produk sehat yang terus berlanjut.
"Tahun 2017 merupakan tahun rekor bagi CAP dengan kinerja keuangan dan operasional yang kuat. Kami diuntungkan dari kondisi industri petrokimia yang baik dengan marjin produk sehat yang berkesinambungan dan mencapai tingkat operasi yang tinggi untuk menghasilkan volume penjualan yang lebih tinggi dengan peningkatan skala operasi,” kata Erwin dalam siaran pers di Jakarta, Senin, 5 Maret 2018.
Sepanjang 2017, anak usaha dari PT Barito Pacific Tbk (BRPT) ini mencatat pendapatan meningkat 25,3 persen menjadi US$2,42 miliar dari US$1,93 miliar pada tahun 2016. Hal itu didorong kenaikan volume penjualan dari tingkat utilisasi pabrik yang lebih tinggi.
Laba sebelum bunga, pajak, depresiasi dan amortisasi (EBITDA) perseroan pada 2017 meningkat 8 persen menjadi US$550,3 juta dari US$509,5 juta pada 2016. Peningkatan ini akibat volume penjualan yang lebih tinggi dan marjin produk yang lebih baik, sebagian diimbangi oleh kenaikan harga bahan baku dengan naiknya harga minyak mentah.
Laba bersih sepanjang 2017 setelah pajak tercatat sebesar US$319,2 juta, meningkat 6,3 persen dari periode sebelumnya sebesar US$300,1 juta.
Jumlah aset meningkat 40,3 persen menjadi US$2,98 miliar terutama dari kas dan setara kas yang lebih besar dari hasil rights issue sebesar US$377,2 juta dan penerbitan obligasi sebesar US$300 juta.
Posisi utang berbunga US$632,3 juta dibanding dengan US$425 juta pada tahun penuh 2016, sebagian besar dari penerbitan obligasi sebesar US$300 juta, diimbangi dengan pembayaran pokok pinjaman terjadwal. Dikombinasikan dengan posisi saldo kas sebesar US$842,5 juta menghasilkan posisi kas bersih pada 31 Desember 2017 sebesar US$210,2 juta.
Tak hanya itu, kata Erwin, perseroan juga memperkuat struktur permodalan melalui kesuksesan penerbitan rights sebesar US$377,2 juta dan obligasi internasional senilai US$300 juta untuk mendanai rencana ekspansi.
Ke depan, Erwin bilang perseroan akan berupaya mengoperasikan tingkat utilisasi pabrik yang tinggi, memastikan keamanan operasi dan mengoptimalkan portofolio produk perseroan serta menyelesaikan proyek-proyek ekspansi sesuai rencana.
Saham TPIA
Rilis kinerja keuangan emiten yang terafiliasi dengan taipan Prajogo Pangestu ini tak langsung berdampak pada pergerakan saham TPIA hari ini. Setidaknya hingga jelang penutupan perdagangan sesi I hari ini 5 Maret 2018.
Menurut pantauan Bareksa, saham yang merupakan anggota baru indeks LQ45 ini dalam posisi stagnan pada Rp5.950 setelah sebelumnya bergerak pada rentang harga Rp5.925 - Rp5.975 sepanjang sesi pertama perdagangan di Bursa Efek Indonesia hari ini.
Frekuensi, volume dan nilai transaksinya pun tak begitu besar. Sejauh ini, saham TPIA ditransaksikan dengan frekuensi 542 kali atas volume 29.774 lot bernilai Rp17,72 miliar.
Seperti diberitakan sebelumnya, saham TPIA jadi salah satu anggota baru indeks LQ45 periode Februari hingga Juli 2018. Saham emiten petrokimia ini justru bergerak menurun saat pertama kali masuk indeks paling likuid itu.
Saat diumumkan masuk LQ45 saham TPIA ada di level Rp6.457, kemudian sempat turun hingga Rp5.925 pada 8 Februari 2018 sebelum akhirnya naik lagi ke Rp6.675 sehari kemudian, dan berakhir di Rp6.250 pada 23 Februari 2018. Pada posisi perdagangan terakhir itu, maka saham TPIA sudah turun 3,47 persen dari posisi saat didapuk masuk LQ45 di Rp6.475.
Sebelum pengumuman masuk LQ45, saham TPIA sebenarnya juga bergerak turun dari Rp6.000 pada akhir 2017 menjadi Rp5.500 per 24 Januari 2018. (hm)
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui saham mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami kinerja keuangan saham tersebut.