Bareksa.com - Pada perdagangan Kamis (1 Maret 2018), sektor perkebunan mencatat kenaikan terbesar di antara sembilan sektor yang ada di Bursa Efek Indonesia. Sektor ini mencatatkan peningkatan sebesar 4,2 persen yang didorong oleh seluruh saham emiten di dalamnya, termasuk PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP).
Kemarin, harga saham SIMP ditutup naik 19 persen ke Rp625 dibandingkan harga penutupan sebelumnya. Peningkatan tersebut ternyata seiring dengan kinerja pendapatan perusahaan pengolahan sawit ini, meski laba bersihnya sedikit tertekan. Pada perdagangan hari ini 2 Maret 2018, harga saham SIMP dibuka di Rp615, turun dibandingkan kemarin meski masih berada di kisaran tertinggi dalam setahun terakhir.
Salim Ivomas merupakan salah satu anak usaha PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) yang juga merupakan bagian dari Grup Salim. Perusahaan mencatatkan kinerja penjualan sepanjang tahun penuh 2017 yang cukup baik, yaitu naik 9 persen menjadi Rp15,8 triliun dari Rp14,5 triliun pada 2016.
Kenaikan penjualan ini didorong oleh kenaikan dari divisi perkebunan sebesar 11,7 persen menjadi Rp10,1 triliun dan divisi minyak & lemak nabati sebesar 8,4 persen menjadi Rp10,4 triliun.
Sumber: Laporan perusahaan, diolah Bareksa.com
Adapun perseroan mencatatkan kenaikan volume penjualan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) sebesar 7 persen menjadi 880 ribu ton pada 2017. Sementara itu, produk terkait PK (palm kernel) naik 9 persen menjadi 211 ribu ton.
“Pada 2017, grup SIMP mencatat kenaikan produksi produk sawit, meskipun ada perlambatan di kuartal keempat tahun 2017,” kata Mark Wakeford, Direktur Utama Grup SIMP, pada siaran pers di Jakarta (28 Februari 2018).
Memang terjadi peningkatan pada penjualan perseroan, tetapi hal ini tak cukup mampu untuk mengimbangi kenaikan beban pokok penjualan dan beban umum SIMP pada 2017. Kenaikan beban penjualan disebabkan oleh kenaikan pada beban bahan baku sebesar 8 persen, biaya panen sebesar 17 persen, dan biaya pabrikasi sebesar 5 persen.
Lebih lanjut, kenaikan beban tersebut yang membuat laba usaha SIMP turun 11 persen menjadi Rp1,8 triliun pada 2017, dari Rp2,1 triliun pada 2016. Akhirnya, SIMP mencatat perolehan laba bersih yang diatribusikan ke pemilik entitas induk yang sedikit turun sebesar 5 persen menjadi Rp512 miliar pada 2017, dari Rp538 miliar pada 2016.
Kenaikan saham SIMP juga tidak lepas dari kinerja produksi kelapa sawit pada 2017. Mengutip laporan kinerja perseroan yang dirilis Rabu (28 Februari 2018), total produksi tandan buah segar (TBS) naik 2 persen menjadi 4 juta ton yang berasal dari kenaikan produksi kebun inti.
Peningkatan produksi TBS ini disebabkan terutama karena pemulihan dampak El Nino pada tahun 2016. Produksi CPO pada 2017 juga naik 1 persen menjadi 842 ribu ton.
Sebagai informasi, total area tertanam kebun inti milik SIMP pada 2017 adalah 300.387 hektare, dimana 82 persen ditanami kelapa sawit, 7 persen ditanami karet, dan sisanya ditanami tebu, kakao, serta teh.
Jika dilihat sepanjang bulan Februari 2018, harga CPO global, yang tercermin di CPO MPOC (Malaysia Palm Oil Council), memang sedikit mengalami kenaikan dari awal bulan di level MYR 2.492 menjadi MYR 2.559 di akhir bulan, atau naik 3 persen.
Peningkatan harga CPO ini tentunya menjadi sentimen positif bagi industri CPO secara umum, meskipun masih ada hal negatif, seperti kelebihan persediaan yang terjadi di Malaysia yang membuat oversupply dan tekanan dari Parlemen Eropa yang melarang penggunaan produk CPO pada 2021. (hm)
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui saham mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami kinerja keuangan saham tersebut.